Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Selasa, 18 Mei 2010

"Konde Penyair Han"..Konde yang penuh pesona.


Sejak kecil saya menyukai kesendirian, memandang rumputan, memperhatikan capung meluruskan sayap seperti pesawat kecil yang meluncur ke angkasa, juga belalang-belalang yang memiliki kaki panjang untuk melompat. Saya juga menyukai warna kupu-kupu, dan seringkali membayangkan bisa terbang dengan sayap warna-warni.

Sebuah paragraph pertama pada pengantar buku kumpulan puisi “Konde Penyair Han” dari Hanna Fransisca ini sudah menyergap dan menuntun kesadaran kita, bahwa puisi-puisi lahir dengan sebuah proses kreatif . sesuatu yang menggoda pikiran dan jiwa kita kemudian dituangkan dalam kata dan kalimat yang membuat kita terpesona. Baik kata-kata yang berisi ironi atau perlambang, juga kata-kata yang bertansformasi dari makna konseptual menjadi makna imajinatif dan penuh religiusitas.

Hanna Fransisca (Zhu Yong Xia) lahir 30 mei 1979, di singkawang, Kalimantan barat, jatuh cinta dengan bacaan sastra dan aktif menulis di dunia maya. Menulis puisi dan prosa. Puisi dan cerpennya dimuat di Kompas, Koran Tempo, Suara Merdeka, Malang Pos, dan sejumlah majalah social. Aktif di organisasi social dan profesi, LIONS Club Jakarta Kalbar Prima. Kini menetap di Jakarta.

Menurut penyair Joko Pinurbo, dari judul buku “Konde Penyair Han”. Bila seseorang sanggup menciptakan “Konde” untuk menyanggul segala kerumitan yang melingkupinya menjadi jalinan rambut yang jelita, dapat dibayangkan betapa hebat proses yang dijalaninya. Maka buku puisi ini dapat dianggap sebagai konde yang menyanggul sengkarut kegelisahan seorang individu, seorang penyair, yang menjalani proses menjadi “aku” di tengah berbagai kompleksitas yang melatarinya. Maka beberapa puisinya ada semacam penghormatan kepada Tokoh besar milik negeri ini Gus Dur. Seorang tokoh pembela demokrasi dan kemajemukan bangsa ini. Seperti puisi yang berjudul “Air mata tanah air”

……………………………

Aku mengerti kotak artinya benar penjara,
Lantaran wasiat ayahku sebelum mati:
“Engkau telah dewasa, jangan berjalan riang
Di jalan raya sebab semua aspal yang kaupijak
Bukan punya kita”

Aku mengerti kotak artinya benar penjara,
Saat ibuku yang renta dan rabun usia berkata :
“Kita boleh punya rumah, punya tanah,
Pergi sekolah, Tapi kita tak boleh
Memiliki tanah air”
………………………….

Sebuah puisi yang bisa menjadi pernyataan sebuah kegelisahan dari seorang warga Negara Indonesia sama seperti kita dan yang lainnya, untuk menjadi “Pribumi” juga. Agar secara bahu membahu dan bersama-sama bisa membangun negeri ini.
Juga dalam sebuah Puisi yang berjudul “PUISI MEI”, sebuah judul yang langsung menghimpit kesadaran kita akan peristiwa atau tragedy yang terjadi di bulan Mei 1998.
………………………………………………
Inilah negeri Mei, Amoi!
Tarian naga meliuk merah sepanjang kota
Kau kibarkan tanda kutang tepat di bawah warna
Bendera.
Merah dan putih.
Seperti darah. Seperti kulit.
“Mari Membakar sate, dari pekik anak dara yang
Belum lulus esde.”
Lalu kalian menyambutnya dengan sederhana,
Dengan menjarah lorong-lorong kota
Sambil menyanyikan bersama : Padamu Negeri.


Dalam buku kumpulan puisi Hanna ini, juga banyak kita temui kekaguman dan ketakjuban sang penyair atas tanah kelahirannya yaitu kota Singkawang, KALBAR. Puisi-puisi yang deskripsinya begitu detail baik tentang sebuah suasana, pengalaman, peristiwa, dan juga bisa menjadi sebuah catatan perjalanan yang jika kita membacanya akan membangkitkan imajinasi tentang sebuah keindahan kota singkawang.

Bagi saya sebagai seorang penggemar puisi, tentunya punya sebuah puisi yang paling saya sukai. Ini adalah masalah selera, dari sekian banyak puisi yang ada, saya menyukai Puisi dengan judul “Mencintaimu”

Mencintaimu
Adalah melubangi meja dengan kepal tangan
Lalu mencari wajah di rongga mulut kekasih
Yang sibuk mencongkel sisa makanan
Dan mengunyahnya kembali
Bersama air ludah
Sisa residu

……………………………..

Mencintaimu
Adalah menerima dirimu
Dan semua yang patut dibela
Seumur hidupmu.

Seperti yang dikatakan Hanna saat launching bukunya di Goethe Haus, Jakarta, masa kecilnya yang didera kemiskinan, sehingga wajib bisa memasak untuk adik-adiknya, maka banyak sajak-sajaknya yang mengangkat tema kegiatan masak memasak, yang menurut Pak Sapardi Djoko Damono diberikan istilah : Ritual Kuliner. Seperti Puisi yang berjudul “Puisi Kacang Hijau”

Tubuh berdenting
Jatuh
Di air bening
Dahaga menderas
Merebus hati
Di dasar belanga


Berbagai tema, berbagai hal berbagai peristiwa telah ditulis Hanna dalam Buku Puisi ini, kita semua berharap dengan hadirnya buku Puisi ini akan menambah gairah dunia puisi Indonesia. Kita patut memberikan apresiasi yang tinggi atas kerja keras Hanna dalam membukukan kumpulan puisinya. BRAVO SASTRA INDONESIA.

Seekor sriti hinggap di tepi langit
Rindu tanah, rindu air, rindu kesuburan.(Singkawang, 2)






Judul Buku : Konde Penyair Han
Penerbit : Kata Kita
Pesona Khayangan CM-4, Depok 16431
Telp. 021-77832078
Tahun : April 2010








Madiun, 19 Mei 2010
Arif Gumantia
Penggemar Puisi dan juga Penggemar Nasi Pecel.

Tidak ada komentar: