Isu perusahaan asing
yang selalu mengancam pemerintah Indonesia jika kepentingannya tidak terpenuhi
ternyata benar adanya. Bahkan ancaman berbentuk intimidasi atau menakut-nakuti
pernah dialami Almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur) semasa menjadi Presiden.
Peristiwa pada bulan Maret tahun 2000 silam tersebut
diceritakan Adhie M. Massardi, yang saat itu menjadi Juru Bicara Presiden.
Saat itu, kata Adhie, bekas Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat yang kemudian menjadi Komisaris PT Freeport, Henry Kissinger datang
menemui Gus Dur di Istana.
"Dia datang dan menyampaikan intimidasi kepada Gus Dur.
Intinya agar mau perpanjang Kontrak Karya Freeport. Kissinger bilang ke Gus Dur
jika Indonesia tidak hormati Kontrak Karya yang dibuat di zaman Soeharto, maka
tak akan ada investor yang datang ke Indonesia," ungkap Adhie dalam
perbincangan dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (25/11).
Tapi, Gus Dur melawan dan menegaskan tidak akan menggadaikan
masa depan Papua. Pasalnya, kata Adhie, Gus Dur saat itu punya policy untuk
melakukan moratorium tehadap Kontrak Karya baru yang berkaitan dengan sumber
daya alam. Selain itu Gus Dur juga mengeluarkan kebijakan meninjau kembali
Kontrak Karya yang pernah dibuat di zaman rezim Soeharto.
"Gus Dur soalnya tahu semua Kontrak Karya yang
dilakukan di zaman Soeharto banyak menyimpang dari UU dan merugikan rakyat
Indonesia," tambah Adhie, yang juga Koordinator Gerakan Indonesia Bersih
(GIB) ini.
Pasca intimidasi itu, Gus Dur pun meminta Menteri
Koordinator Perekonomian saat itu, Rizal Ramli, untuk tegas melakukan
renegosiasi kontrak terhadap Freeport. Gus Dur dan Rizal Ramli bisa berani
melakukan renegosiasi karena pemerintah punya standing moral yang kuat
dibanding zaman Soeharto.
"Dulu zaman Soeharto Indonesia dinilai tidak setaraf
Amerika Serikat. Mereka (Freeport) sudah tahu isi kandungan di Timika. Dulu
namanya bukan Timika, tapi Tembaga Pura. Itu dinamain oleh Freeport. Indonesia
tidak tahu ada tembaga disana jadi kita mudah dikelabui," jelas Adhie.
Gus Dur pun dulu mendapatkan sinyal, jika Freeport marah
akibat sikapnya itu. Selain soal renegosiasi, Freeport juga marah karena Gus
Dur mengusulkan Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme Papua, Tombenal,
untuk menjadi Komisaris Freeport. Freeport jelas menolak karena Tombenal
terkenal keras dan selalu melawan perusahaan asal Amerika Serikat itu akibat
limbah yang dibuang ke wilayahnya.
Adhie membaca akibat Freeport marah, diam-diam perushaan
milik James Moffet itu melakukan gerilya secara diam-diam menemui politisi yang
bercokol di parlemen Senayan saat itu. Upaya penghasutan dan adu domba pun
mulai dilakukan demi melawan Gus Dur.
"Sejak itulah, mulai muncul perlawanan keras dari
parlemen yang berakhir dengan pemakzulan pada Gus Dur. Saya yakin otak dibalik
pemakzulan itu ya pasca proses renegoisasi yang gagal dengan Freeport dan
perusahaan-perusahaan migas asing soal moratorium itu," beber Adhie.
Adhi mengaku bukan tanpa dasar mengeluarkan tudingan ini.
Menurutnya, pasca Gus Dur lengser banyak politisi-politisi di Indonesia yang
memberikan upeti, termasuk dari pemerintahan baru saat itu. Upeti itu berupa UU
Migas yang berisi liberasiliasi perusahaan tambang dan migas. Upeti kedua yakni
amandemen UUD 1945 yang sangat liberal dan menguntungkan asing.
"Itulah dua kado besar untuk Freeport dan perusahaan
asing atas jasanya untuk bantu politisi di Indonesia yang bantu lengserkan Gus
Dur," kata Adhie.
Bak gayung bersambut, Freeport dan perusahaan asing saat itu
membalas memberikan upeti pada politisi saat itu. Antara lain berupa jabatan
komisaris di perushaan mereka.
"Mau ngeles gimana coba kalau begitu? Gus Dur lengser
bulan Juli, empat bulan kemudian bulan November 2001 UU itu keluar semua,
setahun kemudian 2002 amandemen UUD 1945," beber Adhie, yang juga dikenal
sebagai penyair ini.
Atas fakta tersebut, Adhie pun berpesan pada Presiden Joko
Widodo untuk tidak takut akan cerita tersebut. Jokowi harus berani melawan
karena situasi politik saat ini mendukung dan kuat, baik dari rakyat maupun
jajaran dibawahnya.
"Rakyat sudah tahu gimana parahnya kelakuan perusahaan
asing di Indonesia. Pak Jokowi jangan takut," demikian Adhie.
Sumber: www.rmol.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar