Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Senin, 19 Januari 2009

Persepsi mengalahkan Realitas.

Dalam hingar bingar Pesta Demokrasi terutama dalam persiapan Pemilihan Wakil Rakyat, Baik untuk anggota DPR Pusat dan Daerah, selalu ada sisi menarik yang bisa kita
Cermati. Dalam hal ini penulis tertarik dengan cara para Calon anggota legislative tersebut mengkampanyekan dirinya agar bisa menarik Calon pemilihnya. Kalo kita amati
Semua selalu memanfaatkan media yang sama yaitu media luar ruang atau ruang public
Yang terbuka.
Dengan memanfaatkan Poster, Banner, stiker, spanduk, dan baliho mereka semua meng”iklankan” dirinya dengan cara-cara yang hamper seragam pula, yaitu dengan menggunakan metode-metode pemasaran modern. Membangun sebuah persepsi yang ada di benak masyarakat tentang Citra dirinya. Unsur-unsur tentang pencitraan digunakan sebagai metode untuk membuat masyarakat pemilih terpesona.
Baju koko, kopiah, senyum yang dipaksakan, semua seakan ingin membuat citra yang positif tentang religiusitas, ramah, dan dekat dengan rakyat. Belum lagi gelar-gelar yang berderet-deret yang tak lupa selalu dipasangkan di depan atau di belakang namanya. Memberikan kesan bahwa sang wakil rakyat adalah insane yang kredibilitas akademisnya tidak diragukan lagi.
Dan masyarakat kita yang terbiasa dengan melihat apa yang tampak di permukaan menyambut dengan gegap gempita pula. Dalam masyarakat yang sekian lama dinina bobokan oleh slogan Massa mengambang dalam artian masyarakat tidak perlu dibekali oleh pendidikan politik maka lengkaplah sudah bahwa Persepsi akan mengalahkan realitas.
Kita tidak dibiasakan dengan sebuah realitas politik dalam pengertian setiap orang yang akan mencalonkan wakil rakyat akan diuji oleh sebuah proses politik di masyarakat. Bagaimana calon tersebut keterlibatannya dalam kehidupan bermasyarakat, sumbangan pemikiran dan tenaganya bagi kehidupan masyakarat, ataupun kemampuan akademisnya apakah sudah teruji dan perilaku-perilaku yang bisa digunakan sebagai sarana menguji sang calon wakil rakyat.
Dalam buku ”Titik Balik Peradaban”, Fritjof Capra menegaskan bahwa berbicara tentang politik, kejahatan, polusi, kekuatan nuklir, inflasi, maupun kehabisan energi, dinamika yang mendasari masalah-masalah tersebut sebenarnya sama yaitu ”krisis persepsi”. Itulah krisis yang melanda umat manusia, khususnya dunia ilmu pengetahuan yaitu krisis dalam memahami realitas.
Dengan demikian akan lebih baik apabila di mulai dari internal partai sudah mulai mengadakan seleksi yang ketat sebelum meloloskan calonnya yang akan digunakan dalam pemilihan wakil rakyat. Sehingga akan menjadi sebuah pendidikan politik bagi masyarakat pada umumnya. Selain dari itu sebuah aturan yang tegas dan jelas tentang money politic akan dapat digunakan meminimalkan
Terjadinya pemilihan berdasarkan persepsi dan bukan berdasarkan realitas.
Memang dari kecil kita sudah dibiasakan untuk memilih seorang wakil atau pemimpin berdasarkan tentang bentuk fisik seseorang. Bahwa seseorang pemimpin haruslah yang sempurna secara fisik, gagah, ganteng dan berwibawa. Sehingga sampai menjadi dewasapun kita akan terbiasa dengan memilih apa yang tampak sedap dipandang mata, bukan berdasarkan kemampuan, kepandaian, kesalehan religiusnya, dan yang terlebih lagi yang mau betul-betul berjuang demi rakyat.
Dengan atmosfer politik yang seperti ini maka yang tumbuh subur adalah sebuah politik pencitraan, politik yang mengedepankan bagaimana membuat persepsi yang seolah-olah baik dan bukan bekerja keras untuk menampilkan realitas yang sebenarnya. Dan yang seperti kita saksikan setiap hari di gedung DPR, sebagaimana lagu yang dinyanyikan Iwan fals, Wakil Rakyat hanya paduan suara dengan satu kata “SETUJU”.