Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Kamis, 29 Januari 2015

Mencoba menjawab sejujurnya

Tulisan Imam Prasodjo



MENCOBA MENJAWAB SEJUJURNYA

Istana Negara, Rabu 28 Januari 2015.

Tak terlalu penting lagi apakah tim ini bersifat formal atau informal. Kami menyadari bahwa upaya Presiden untuk mendapatkan masukan dari kami, yang oleh pers disebut sebagai Tim Independen, telah menuai reaksi dari beberapa kalangan. Namun apa pun yang terjadi, pada siang itu, melalui Mensekneg Pratikno, kami datang ke Istana Negara memenuhi undangan Presiden berdialog dan bertukar fikiran tentang upaya mengatasi kemelut yang mendera negeri ini.

Kemelut yang tengah menjadi perhatian publik ini terkait konflik antar lembaga penegak hukum, KPK dan POLRI, yang kini terlihat semakin rumit, saling menyandera dan kait mengait melebar ke mana mana. Masalah ini menjadi rumit karena memasuki ranah hukum, politik, moral, etika, dan nurani rakyat yang menginginkan Indonesia bersih dan bebas dari korupsi.

Hari menjelang siang itu, sekitar jam 10.30 kami menunggu di suatu ruang di Istana. Hadir Pak Syafii Maarif (Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah), Jimly Asshiddiqie (Mantan Ketua MK), Oegroseno (Mantan Wakapolri), Erry Riana Harjapamekas (Mantan Pimpinan KPK), Bambang Widodo Umar (Pengamat Kepolisian), dan Tumpak Hatorangan Panggabean (Mantan Pimpinan KPK). Telah ada di ruangan itu sejumlah Tim Watimpres yang rupanya juga tengah menunggu untuk bertemu dengan Presiden. Mereka dijadwalkan bertemu terlebih dahulu. Saya terfikir, kehadiran Watimpres ini jelas merupakan jawaban Presiden Jokowi terhadap pihak yang mengkritik mengapa Presiden Jokowi terkesan mengedepankan Tim Independen daripada Watimpres dalam mencari solusi untuk mengatasi permasalah ini. Karena itu, bisa jadi Presiden kemudian juga meminta saran dari Watimpres.

Sekitar jam 11.30, akhirnya kami memasuki ruangan pertemuan. Rupanya Watimpres telah meninggalkan istana. Hanya dengan ditemani Mensegneg Pratikno, Presiden Jokowi menemui kami di ruang tertutup.
Dalam pertemuan itu, setelah menyalami kami satu persatu, Presiden Jokowi mencoba basa basi dengan berceritera kegiatan yang ia  lakukan akhir-akhir ini yang tentu sangat melelahkan. "Untung saya mudah tidur. Di manapun saya pargi, setelah 30 menit saya dapat tidur pulas," kata Presiden. Ia tampak mencoba relax walau pun saya melihat dari raut mukanya ada ketegangan yang tersembunyi dalam pertemuan ini.
Akhirnya Pak Syafii Maarif membuka pembicaraan sesuai dengan tujuan kehadiran kami. Pak Syafii memulai dengan menanyakan apa yang menjadi fikiran Presiden sebenarnya akhir akhir ini dan apa yang bisa kami bantu.

Dengan sedikit menarik nafas panjang, Presiden menjelaskan duduk soal yang menjadi bahan pemikirannya. Ini terkait dengan dilemma yang tengah ia hadapi terkait Calon Kapolri yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK, dan masalah yang tengah dihadapi KPK. Dalam upaya Presiden mencari jalan keluar, jelas sekali komitmen Presiden bahwa apapun yang akan ia putuskan akan tetap mengacu koridor hukum. Namun pada saat yang sama, ia juga tak dapat mengabaikan realitas politik yang ia harus hadapi, baik dari kalangan internal partai pendukung maupun partai di parlemen pada umumnya.  Dialog pun mulai berjalan menghangat dan intensif, dan masing-masing dari kami mencoba sumbang saran. Seperti ngobrol biasa, arus komunikasi berjalan timbal balik. Saya merasakan perbedaan jelas jika dibanding dengan pola komunikasi semasa Presiden SBY yang lebih formal, agak kaku, dan searah.

Tanpa terasa dialog berjalan sekitar satu jam. Saya melihat beberapa kali Presiden meminta Mensegneg Pratikno untuk mencatat point point yang kami kemukakan. Ini pertanda Presiden Jokowi tertarik dengan beberapa point yang melintas dalam pembicaraan. Namun pada saat yang sama, saya tak melihat sikap definitif yang dinyatakan Presiden dalam mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Mungkin Presiden membutuhkan perenungan lagi. Tapi yang jelas semua pilihan memang bukan hal mudah. Semua memiliki potensi dampak, baik hukum, politik, moral atau etika.

Saat berdialog, karena saya merasakan situasi dialog menjadi terlalu serius, saya mencoba berseloroh: "Pak Presiden, semua pilihan dan langkah yang harus diambil memang tidak mudah. Karena itu Pak, saya tidak berminat jadi Presiden. Susah!" Presiden pun tersenyum. Yang lain tertawa lepas. Saya pun sedikit bahagia. Namun tetap saja diskusi kembali serius.

Di tengah keruwetan rambu-rambu hukum dan politik, saya berupaya mengingatkan pentingnya substansi moral, etika dan nurani rakyat yang harus dikedepankan. Karena bagi saya, apa pun aturan hukum yang dilalui, harus sejalan dengan nilai nilai moral dan etika sebagai acuan utama. Kepatuhan terhadap tafsir prosedur hukum, jangan sampai bertentangan dengan substansinya, yaitu standar etika dan moral yang mendasarinya. Jadi argumen etis dan moral hukum, bagi saya, harus mendapat prioritas bila dibanding dengan sekedar hukum normatif prosedural. Saya mencoba menduga apa yang difikirkan Presiden saat saya mengemukakan hal itu.

Akhirnya dialog berakhir karena Presiden kelihatannya memiliki jadwal lain yang harus dipenuhi. Kami pun meninggalkan istana dan menuju Gedung Sekretariat Negara.
Setelah melayani wartawan yang tentu menunggu hasil dialog, kami berkumpul lagi untuk merangkum hasil dialog yang kami lakukan untuk disampaikan kepada publik. Pada saat itu Hikmahanto Juwana yang datang terlambat ikut bergabung mengikuti diskusi ini. Akhirnya setelah memakan waktu sekitar 30 menit, tim melakukan konferensi pers dan membacakan hasil rangkuman yang telah kami susun. Inilah butir butir rangkuman saran yang kami ajukan kepada Presiden:

1. Kami sebagai tim konsultatif independen yang diminta masukan/pendapat oleh presiden, akan menjadi mitra yang siap beri masukan terkait hubungan lembaga penegak hukum.

2. Kami pada Rabu, 28 Januari 2015, telah diundang presiden memberikan masukan berdasarkan analisis yang telah dilakukan selama 2 hari belakangan ini, dan masukan kami kepada Bapak Presiden adalah sebagai berikut:

a. Presiden seyogyanya memberikan kepastian kepada siapapun penegak hukum yang berstatus tersangka untuk mengundurkan diri demi menjaga marwah baik Polri maupun KPK.

b. Presiden seyogyanya tidak melantik calon Kapolri sebagai tersangka dan mempertimbangkan kembali untuk mengusulkan calon baru Kapolri, agar institusi Polri segera mendapat calon Kapolri yang definitif.

c. Presiden seyogyanya Menghentikan segala upaya yang diduga kriminalisasi personel penegak hukum siapapun, baik Polri maupun KPK dan masyarakat pada umumnuya

d. Presiden seyogyanya memerintahkan kepada Polri maupun KPK menegakkan kode etik terhadap pelanggaran etika profesi yang diduga dilakukan personel Polri atau KPK.

e. Presiden agar menegaskan kembali komitmennya terhadap pemberantasan korupsi dan penegakan hukum pada umumnya sesuai harapan masyarakat luas.

#iPras2015

Rabu, 28 Januari 2015

Carut Marut 100 Hari

Pagi Ini saya mendengarkan lagu Pink Floyd berjudul High Hopes dalam album division bell:

There was a ragged band that followed in our footsteps
Running before time took our dreams away
Leaving the myriad small creatures trying to tie us to the ground
To a life consumed by slow decay

sambil mengingat bahwa hari ini adalah 100 hari pemerintahan Jokowi yang pernah menjadi cover majalah Time dengan Headline : New Hope..
tentunya tidak bijak mengkritisi 100 hari kinerja pemerintahan yang mempunyai mandat 5 tahun, akan tetapi melihat prioritas apa yang dilakukan penerintahan dengan kabinet kerja kerja kerja, tentunya sah sah saja jika saya mengkritisi dan mengapresiasi kinerjanya berdasarkan skala prioritas dan janji janji yang pernah di ucapkan.

dari kinerja yang ada baru terlihat menteri kelautan yang sudah bekerja dengan eksekusi eksekusi dari berbagai programnya, juga menteri agama yang melakukan terobosan untuk memperkuat toleransi umat beragama dan upaya perlindungan pada minoritas, juga menteri yang mengurusi pertanahan yang mencoba proaktif untuk melakukan pelayanan prima.

sedang menteri yang lain seperti menteri desa, mendagri, menaker, ,menpora dan beberapa menteri lain hanya sibuk dalam sorot  media dengan program program yang belum juga bisa dieksekusi. apalagi menteri koordinator kesejahteraan yang sampai sekarang baru terlihat mengadakan program jamu untuk menyejahterakan rakyat. semua masih dalam rangka political entertainment, menghibur rakyat. belum menjadi langkah politik yang nyata untuk mensejahterakan rakyat.

sedang dari kepala Pemerintahan yang memdapat mandat dari rakyat dalam hal ini Presiden Jokowi ada beberapa hal yang bisa katakan sebagai ingkar janji atas apa yang pernah diucapkannya waktu kampanye. seperti pencabutan subsidi BBM yang pernah diucapkan pada persatuan ojek. juga pada saat pemilihan menteri yang katanya akan diisi profesional dan tidak ada kompromi buat partai yang mendukungnya. tapi kita liat menkopolkam dan menko kesejahteraan rakyat dari parpol, dan terbukti belum genap 100 hari menkopolkam melakukan pernyataan yang menuai kritik dari masyarakat.

janji dalam nawa cita yaitu mencegah diskriminasi dan memperteguh kebhinnekaan, tapi belum ada program penyelesaian GKI Yasmin, syiah sampang, dan penyegelan masjid ahmadiyah.

juga penunjukan jaksa agung yang merupakan kader partai, padahal sebelumnya berjanji akan menunjuk dari internal kejaksaan atau eksternal kejaksaan yang profesional dan berintegritas.
dan yang baru baru ini menimbulkan polemik berkepanjangan adalah penunjukan Kapolri yang ternyata menjadi tersangka kasus rekening gendut. dan selanjutnya Polisi menangkap BW, wakil pimpinan KPK, menimbulkan suhu politik yang memanas dan membuat terjadinya friksi antara KPK Vs Polri.

apalagi setelah dibentuk Tim independen berjumlah 9 orang berdasarkan Keppres, ternyata ketua tim Buya Syafii maarif membisikkan sesuatu yang sudah menjadi rahasia umum bahwa Presiden sebenarnya tidak menginginkan BG menjadi Kapolri, lalu siapa sebenarnya?

disinilah berkembang polemik di masyarakat, tentang ketidak berdayaan Presiden, ada yang bilang penguasa sebenarnya adalah gang of four yaitu JK, Mega, Paloh, dan rini suwandi. ada juga yang mengatakan KPK dilemahkan karena sudah berani menyelidiki Kasus SKL BLBI yang bisa saja menjurus pada pemanggilan mega, sebagaimana yang dikatakan adhie massardi ketua Gerakan Indonesia Bersih.

carut marut ini akan bisa diatasi jika Presiden Tegas. buktikan dengan tindakan tindakan yang membuktikan bahwa presiden punya independensi dari para elite parpol. dan berikan program program yang nyata dengan skala prioritas sesuai dengan janji kampanye, agar rakyat tidak terbuai dengan janji janji palsu.

 The grass was greener
The light was brighter
With friends surrounded
The nights of wonder

kembali high hopesnya Pink floyd..bergema di pagi ini.




Arif Gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun