Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Selasa, 18 Desember 2012

Puisi sebagai sebuah Jendela (Review Antologi "Sungai kecil")


Proses kreatif tentunya dimulai dengan pengalaman batin, pengalaman hati. Karena dalam hati manusia itulah terdapat jendela untuk melihat Tuhan, untuk melihat cerminan dirinya. Oleh karena itu, puisi juga merupakan katarsis, upaya bersih diri dari bentuk-bentuk kehidupan profan dengan nilai-nilai transendental. Puisi bisa menjadi pernyataan baru, sebuah cinta yang mendalam dan personal. Demikian pernyataan dari Penyair Profetik-sufistik Abdul Hadi WM.

Begitu juga proses kreatif yang akhirnya melahirkan antologi 2 penyair madiun ini. Panji Kuncoro Hadi (PKH) dan Syukur A. Mirhan (SAM). Panji Kuncoro Hadi, kelahiran Madiun, menulis puisi sejak belajar Di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga Surabaya. Tahun 1996, Pernah memenangi Lomba Cipta Puisi Se-Indonesia di Universitas Udayana Bali yang diselenggarakan sanggar Purbatjaraka. Pernah menerbitkan antologi Puisi “mimpi mawar” pada tahun 1996. Puisi-puisinya pernah dimuat di Surabaya Pos dan cerpennya pernah dimuat dimuat di jakarta Post. Sekarang menjadi Pengajar di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra IKIP PGRI Madiun.

Syukur A. Mirhan, Penyair  kelahiran Bogor dan lama di Bandung ini, alumnus Program Pendidikan Bahasa Jerman IKIP Bandung. Puisi-puisinya pernah dimuat di Pikiran Rakyat, Mitra Budaya, Bandung Pos, Suara Karya, Republika, dan lain-lain. Pernah menerbitkan antologi Puisi Forum Kebun Raya (1996), Air mata yang jatuh di negeri rembulan Timur (2004), dan Rembulan pun melapuk di reranting perak. (2012). Sekarang melanjutkan Studi S-2 di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Pasca Sarjana IKIP PGRI Madiun.

Panji Kuncoro Hadi seakan mengajak kita bercakap-cakap melalui puisi-puisinya, dengan penggunakan diksi, kata, kalimat dan bait-baitnya yang berisi Ironi atau perlambang. Dengan gaya ungkap yang Liris, mentransformasikan antara “kegelisahan jiwa” Penyair dengan “kesadaran penyair itu sendiri. Puisi-Puisinya juga seakan sebuah percakapan antara “nurani” dan “realitas yang harus dihadapi”. Misalnya dalam sajak “Kepada Nimas”

Kepada Nimas,
Sebuah uneg-uneg

Banyak yang dipikirkan nimas,
Setelah kita berpergian menempuh hutan yang panjang
Menentukan makan, pakaian, papan dan hari depan

Perjalanan lakon ini akan abyor nimas,
Kalau dilihat dari mata kanak-kanakmu
Yang ada hanya petak umpet, dan playon, lalu sembunyikan
Kekalahan memanggil ibu manggil bapak

Hidup ini punya satu makna nimas,
Yaitu  Cinta, kesadaran tertinggi kita, bekal kalau mati nanti
Nimas, sirine hari telah terdengar,
Adalah pertanda hari telah terdengar,
Adalah pertanda kita mulai lagi
Bekerja dan bekerja di hutan yang panjang.


Ini  semacam percakapan suami ke istrinya (Nimas, panggilan buat istri dalam Bahasa Jawa), dan sebuah Uneg-uneg juga istilah Bahasa Jawa yang berarti Sebuah kegelisahan yang harus disampaikan, agar tidak menjadi beban dalam pikiran. Dengan Perlambang Hutan yang panjang sebagai kehidupan di dunia ini, dan realitas yang harus diperjuangkan, karena akan selalu ada cobaan, dan gangguan di setiap langkah. Dan itu perlu kedewasaan, karena kalau bersifat kekanak-kanakan, maka hidup ini akan abyor (berantakan), karena masa kanak-kanak adalah masa penuh dengan permainan, seperti  petak umpet, dan playon (bermain lari-larian).
Dan nurani selalu mengajarkan agar hidup punya makna, yaitu Cinta. Sebuah kesadaran tertinggi dan bekal untuk kehidupan yang  abadi nanti.
Octavio paz pernah menulis dalam the other voice “ kontribusi apa yang bisa diberikan oleh puisi dalam menciptakan teori politik baru? Bukan gagasan atau cita-cita baru, tetapi sesuatu yang lebih indah dan agung dan juga gampang pecah : MEMORI.” Ada suara lain yang disuarakan oleh para penyair. Seperti puisi di bawah ini :

Kami akan selalu melewati hari-hari itu

Kami akan selalu mewati hari-hari itu bersama, pada setiap hujan di awal tahun dan pekerjaan yang telah menunggu, Cuma aku kini tak bisa merekamu lagi walau lewat surat dan cuaca yang cepat berubah sebab itu adalah bunyi kalimatku kepadamu. Mungkin kau sedang memasak atau menjahit bahkan mungkin kau sedang bermain atau tidur-tiduran atau mungkin kau sedang memandangi jendela dan laut di mukamu. Hari-hari memang akan terasa pendek nanti dan kita akan cepat jadi tua. Maka ketika hatiku bertanya tentang usia, aku mencoba tersenyum dan kubayangkan diriku adalah pembuat pusara yang paling setia yang menunggu seorang pembeli.


Puisi di atas adalah hasil dari kontemplasi penyairnya  hingga ada nilai-nilai transendental yang dipercakapkan atau disampaikan kepada pembacanya. Sebuah suara lain, Sebuah renungan tentang waktu yang fana. Tentang rutinitas dalam melewati hari-hari, dengan ironi yang cukup membuat pembacanya “melambung dan terhenyak” pada ending Puisinya. Pembuat pusara yang paling setia yang menunggu seorang pembeli. Sesuatu yang paling dekat dengan kita, yaitu Kematian, dan barangkali kita tak akan pernah bisa membuat pusara kita sendiri.

Kepada Bisik (Isyarat dari bibir dan desis)
Kepada pramudhita septiani

..............................................
..............................................

Kebonsari masih jauh, dia tetap berkendara. Di dadanya
Tumpukkan surat dan hujan menjadi satu bergumul  dengan
Mantel kelelawar. Adik....aku gigit bibir ku perat

Selembar daun mangga segar kecut dan pedas tersimpan di sadel
Mungkin dia akan suka. Menggendong anak-anaknya dan berteriak
Paman Hujan Paman Hujan masihkah paman ingat Bunda


Karangmojo-kebonsari
Kacamata tebal dan rambut keriting putih dan berisi
Padi..padi kapan aku bisa meminjam lehermu

Karangmojo-kebonsari
Keramik hijau  rumah bangunan, pohon nangka
Dan pohon rambutan
Bapak botak agak gemuk dan adik yang ngungun
Kapan aku bisa menaruh selembar daun mangga segar kecut  dan
Pedas di atas meja rumahmu.

Kepada bisik, isyarat dari bibir dan desis – aku yakin kau adalah
Ular  yang menjelma Putri
Putri  yang menjelma ular
Dongeng yang terus kujaga dari debu dan sungai

Ayat ini adalah hujan dan kakinya sekaligus tempat kau
Memainkan isyarat
Tentang ibu guru, sekolah, dan Rumput
Tentang  karangmojo dan kebonsari
Tentang selembar daun mangga segar kecut dan pedas yang
Masih tersimpan di sadel
Tentang peta masa lalu yang sakit
Adik....aku gigit bibirku perat

Puisi di atas sangat imajinatif, puisi yang membangun suasana  imajinasi pembaca pada sebuah suasana perjalanan, hujan, dan  desa. Suasana masa lalu kanak-kanak dengan kalimat paman hujan paman hujan masihkah paman ingat bunda dan Putri yang menjelma ular, dongeng yang terus kujaga dari debu dan sungai.  metafora selembar daun mangga segar kecut dan pedas yang diulang-ulang, memberikan pengungkapan yang indah, dan memberikan penekanan pada makna keiklhasan menerima sesuatu hal yang terjadi. Juga permohonan agar bisa lebih rendah hati, lewat kalimat Padi..padi kapan aku bisa meminjam lehermu.
Setiap kejadian alam adalah ayat, yang harus kita baca, agar kita bisa membaca isyarat-isyarat semesta.

Begitu juga Syukur A. Mirhan, mencoba mengungkapkan gagasan lewat Puisi-Puisinya, dalam emosi, imajinasi, ide, irama, dan metafora. Hingga diksinya bisa bertransformasi dari makna konseptual menjadi  makna imajinatif sekaligus religius, sesuai dengan latar belakang Kesantriannya. Hingga beberapa puisinya menjadi puisi Profetik-sufistik (mengandung pesan-pesan kenabian dalam  ajaran agama yang substansif-filosofis). Seperti  Puisi  :

Lalu aku pun luruh dalam diam yang fitri

Lalu aku pun luruh dalam diam yang fitri
Melumat pada hakikat keras jiwa bebatu
Dengan sesunyian  suci semedi kalijaga
Kupuasi nafsu sepanjang bantaran waktu
Dalam dzikir-dzikir riak dan tadarus arus air
Kuhanyutkan serpihan seluruh perasaan
Dalam bengawan ketiadaan

........................................................
...........................................................

Membaca puisi diatas kita seakan berada dalam suasana mistis, magis, dan menghantarkan kita pada suasana yang penuh religiusitas. Seperti berada dalam dzikir yang khusyu’ dan syahdu.  Dzikir riak dan tadarus arus air.
Seperti apa yang pernah di katakan oleh (alm) WS Rendra “hanya dalam solidaritas dengan lingkungan alam, budaya dan kosmos, manusia dapat merasakan kedekatan dengan Tuhan hingga bisa manjing ing kahanan dan manunggaling kawula Gusti”.

Dalam Puisi yang berjudul “Mancing” , Syukur A. Mirhan membuat diksi yang berisi perlambang, idiom, dan citraan untuk menggambarkan sebuah laku untuk mencapai hakekat keagamaan. Saat jiwa begitu luruh pada serpih perasaan, hanyut di arus bengawan ketiadaan.


Mancing
: melamun di atas jembatan madiun

Melempar senar tafakur, jauh dan dalam
Ke kedung renung, memancing ilham
Di pucuk malam. Luruh serpih perasaan
Hanyut di arus bengawan ketiadaan

Jemari dinihari januari yang tiris
Menyawer embun dan gerimis
Antara garis bentang bantaran
Dan baris berbatu yang menisan

Di reriak air detik mengalir
Menyisir tepi-tepi sesunyi
Kali hati pemancing terakhir
Sebelum tanggal denyut nadi

Dalam ilmu sastra (Poetika) disebutkan bahwa untuk membuat sebuah karya itu agar memenuhi unsur kepuitisan dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan Bentuk Visual : tipografi, susunan bait, dengan Bunyi : persajakan,asonansi,aliterasi,kiasan bunyi, lambang rasa, dan juga Orkestrasi dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana retorika,unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya. Dalam hal ini saya yakin sang penyair sungguh memahaminya, hingga puisi-puisinya terasa meminjam istilah Carlyle “ merupakan pemikiran yang bersifat Musikal”. Pembaca bisa merasakan nada dan irama, yang kadang menghentak membuat kita meloncat, atau ritmis hingga seperti kita menggoyang-goyangkan kepala, bisa juga begitu lirih seperti sebuah sayatan gitar, biola atau harpa. Seperti sebuah puisi di bawah ini yang menjadi judul buku antologi puisi ini, Di Stasiun Buitenzorg, Buitenzorg adalah nama Kota Bogor waktu dulu dari asal kata bahasa Belanda.

Di stasiun Buitenzorg
Hingga aku menjadi tinggal hanya sebulir debu
Pada koper, kresek oleh-oleh, koran bekas, sepatu
Dan pantat celanaku. Dan musim-musim melapuk
Di keriput waktu. Tak pernah beranjak aku
Dari bangku tunggu

........................................
..........................................

Sampai tubuh bogor sudah bau ibukota
Anak-anak asing kepada hujan petir, angin, dedaunan
Dan buah-buahan yang berjatuhan dari pohonan
Tidak seperti gerbong, lori. Gembok gudang, plang PJKA
Dan gubuk seng kaum urban. Di stasiun Buitenzorg
Hingga 23 lebaran. Seluruh perasaan yang akan kucurahkan

Tak Pernah karatan.






Madiun, 19 Desember 2012
Arif Gumantia
Ketua  Majelis  Sastra Madiun

Judul Buku :  Antologi Puisi “ Sungai  Kecil Dekat Stasiun Buitenzorg”
Penulis : Panji Kuncoro Hadi  dan Syukur A. Mirhan
Penerbit : Langgar Alit Press, Jl. Ciherang Kidul 41 RT. 02/02
                   Laladon Ciomas Bogor 16610 Tlp. (0251) 7521579
Cetakan Pertama : Juli 2012




Jumat, 09 November 2012

Hasrat Cinta dan Hak atas Tubuh Perempuan. (Resensi kumcer "perempuan di balik kabut" susy ayu)

Ketika Hak atas tubuh perempuan direduksi oleh realitas lingkungan seperti Dogma dan pandangan-pandangan stereotip, maka di situlah muncul benturan-benturan konflik yang bisa muncul ke permukaan dalam relasi sosial, atau akan dipendam oleh para perempuan itu sendiri, dengan menerimanya sebagai sebuah penderitaan yang seharusnya. Ini yang menjadi tema dalam cerpen-cerpen Susy Ayu, perempuan kelahiran Purwakarta, jawa barat, 14 juni 1972, di buku kumpulan cerpennya “Perempuan di balik kabut”, dengan 12 cerita pendek di di dalamnya. Yang sebagian besar pernah di muat di media massa. Barangkali dengan disadari atau tak disadari oleh susy ayu, ia telah melakukan kerja keabadiaan.


Karena Menulis adalah bekerja untuk keabadian, mengabadikan pemikiran, perenungan, kegelisahan, kejadian, juga kenanga. Susy ayu menulis cerita-cerita pendek, yang berawal dari kegelisahan bathin, saat melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi, saat menyusuri kejadian-kejadian di sekitarnya. Dan pada akhirnya menjelma dengan cerita-cerita yang menarik karena kecermatan dan kelugasan dalam menguraikannya. Baik deskripsi latar maupun gagasan yang coba ditawarkannya. Ketika hasrat sebuah kesadaran yang tertinggi yaitu “cinta” berbenturan dengan hak atas tubuh dengan posisi yang saling berlawanan, maka muncullah konflik-konflik yang memukau pembaca di cerpen-cerpen ini.

 Dan Susy Ayu memelilih gaya bahasa yang “puitis” dalam bercerita. Sehigga bisa mengaduk-aduk emosi dan imajinasi pembaca. Serupa puisi panjang yang indah, dan banyak alegori dan ironi di dalamnya. Seperti pada cerpen “antara jalan tol dan tepi pantai”. Yang bercerita tentang suami istri yang terobsesi pada masa lalu pasangannya masing- masing, hingga ingin merasakan suasana bercinta yang pernah di alami dengan mantannya. Tetapi ketika hal itu di lakukan dengan orang lain, dan obsesi jadi hilang, bukan kebahagiaan yang di dapat, tapi sebuah keterasingan yang menyergap. (Hal. 19).

 Kalau kita cermati, ada sebuah fenomena menarik pada tubuh manusia di abad 21 ini, yaitu terjadinya fenomena paradoks pada tubuh manusia. Pada sisi ekstrim di satu sisi tubuh begitu dipuja dengan berbagai citraan yang di konstruksikan oleh mesin bernama iklan. Pada sisi ekstrim yang lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas tubuhnya, karena harus menuruti citraan-citraan secara sosial, komersial, dan religius dan telah kehilangan tubuh secara real. Seperti cerpen Langit Sephia Berbingkai Jendela, ketika tubuh seorang perempuan harus diserahkan pada seseorang , untuk meraih cinta. Sedangkan si pria hanya menginginkan kemolekan tubuhnya, maka hak atas tubuh tersebut telah hilang secara komersial. Berganti dengan kemewahan-kemewahan hidup, dan harus dilakoninya meski hanya menjadi wanita simpanan. (hal. 21)

 Pada cerpen Borges dan labirinku, Susy ayu mencoba bercerita dengan tema hubungan sejenis, perselingkuhan sesama pria, meski masing-masing punya sebuah keluarga yang harmonis. Dengan narasi yang sedikit, tetapi lebih banyak dialog-dalog para tokohnya. Terutama saat bersama sosok imajiner Borges, cerpen ini jadi sangat menarik. Pembaca seakan diajak mencermati dialog-dialognya, agar dapat menggapai tafsir atas maknanya. “hanya dirimu sendiri yang mampu memahami labirin mimpimu, jangan coba-coba memakai cara orang lain. Sebab belum tentu labirinnya sama dengan milikmu. Kuyakin tak pernah sama”. (hal 45).

Ada juga tentang cerita pasangan yang belum menikah, seperti cerita perempuan di balik kabut. Ketika tokoh perempuannya menolak meneruskan hubungan sesksual, meski sudah sangat mencintai pasangannya, tapi dia menghendaki sebuah lembaga perkawinan, di sini Susy Ayu seakan bercerita bahwa hak atas tubuh perempuan bisa berarti juga, bahwa dia berhak menyerahkan tubuhnya menurut apa yang di yakininya sebagai sebuah kebenaran religius, yaitu lembaga pernikahan sebagai bentuk pengesahan cinta juga birahinya. Hingga sang tokoh berkata : Buatku, cinta hanya ada dua : memiliki dan melepaskan.(hal 55).

Ketika hidup dikepung dengan dogma bahwa memilih calon istri adalah sebaiknya yang masih perawan, maka meski harusnya itu tidak akan mempengaruhi hubungan seksual dalam rumah tangga yang di bangun, tapi karena pikiran sudah terkonstruksikan pada dogma tersebut, maka hal ini akan mempengaruhi secara psikis di dalam relasi suami istri, terutama si suami selalu teringat masa lalu pasangannya. Dan susy ayu menceritakannya dalam cerpen rahasia hati (hal. 65). Tanpa ada muatan-muatan yang berkesan menggurui tapi dengan gaya bahasa yang mengalir lugas, tanpa keberpihakan pada salah satu tokohnya.

 Di cerpen Nota Perkawinan, dengan gaya penceritaan dari dua sisi, yaitu perasaan sang suami yang sedang sekarat, dan perasaan seorang istri yang sedang menunggui, juga ada seorang kekasih gelap istri yang berusia 27 tahun, cerpen ini menjadi cerpen yang mengaduk emosi Pembaca dan membangkitkan imajinasi pembaca. Meskipun dalam sebuah lembaga pernikahan ,tapi jika hal tersebut dilakukan dengan keterpaksaan, maka perempuan akan mencoba memuaskan hasrat hak atas tubuhnya, di luar lembaga pernikahan tersebut.(Hal. 81) Milan Kundera pernah menyebut ini adalah era imagology, era kemenangan citra-citra.

Dimana produsen budaya citra telah berhasil menjejalkan sebuah citra menjadi realitas, mimpi, juga harapan ke benak konsumen. ketika hak atas tubuh direduksi oleh citraan-citraan sosial, bahwa seorang perempuan benar-bener menjadi perempuan jika bisa hamil, maka dari situlah awal terjadinya pengesahan seorang laki-laki untuk menikah dengan perempuan yang bisa hamil, atau bahkan melakukan poligami, seperti dalam cerpen Tiket sekali jalan. Menarik membaca keseluruhan cerpen-cerpen susy ayu ini, meski secara estetis tidak ada pembaharuan dan variasi dalam gaya ungkap. Juga dialog-dialognya yang masih kurang tajam, tetapi tema-tema yang coba diangkat relevan dengan realitas kekinian, dan bisa menjadi ruang untuk menjadi diskusi-diskusi tentang tubuh dan gender.

Semoga kumpulan Cerpen “Perempuan Di balik Kabut” ini dapat menambah Khasanah Kesusasteraan Indonesia , agar semakin tumbuh dan berkembang. Madiun, 10 nopember 2012 Arif Gumantia Ketua Majelis sastra Madiun Judul Buku : Perempuan di balik kabut (Kumpulan cerpen) Penulis : Susy Ayu Penerbit : Kosa Kata Kita Jakarta Cetakan pertama : November, 2011 Arif Gumantia, Ssi Ketua Majelis Sastra Madiun

Selasa, 04 September 2012

Bertemu khidir saat lebaran

Aku bertemu khidir pada pertemuan sungai. Laut, dan rawa.
Dibawah jembatan tua berkarat, tempat menyeberang orang-orang yang diabaikan.
Khidir sedang mendirikan rumah dari kayu lapuk, dan atap dengan warna yang murung.


Aku berkata pada khidir : “kalau aku boleh bertanya padamu, akan kau beri batas berapa pertanyaan?’. “Dua pertanyaan dan satu pesan yang akan ku sampaikan pada masa lalu”


Akupun bertanya pada khidir : di mana rumah angin?
Khidir menjawab : “Rumah angin, adalah tempat di mana para nelayan melayarkan takdirnya, dengan perahu waktu, hingga tubuhnya berbuih ikan, dan selalu menggengam kompas bintang di hatinya.”


Pertanyaan keduaku pada khidir : di mana aku bisa temukan surga?
Dan khidirpun menjawab : “pada tempat yang paling gelap, di sebuah ruang dimana setiap saat kau ingat sekaligus kau lupakan, di ruang nuranimu, dimana diri sejatimu berada.”


Waktumu sudah habis, kata khidir. Aku harus kembali untuk merawat peta masa lalu yang sakit. Apa pesanmu?


Aku menjawab : “ tolong sampaikan pada musa, untuk meminjamkan tongkat pada firaun, agar firaun tidak mengejarnya, hingga tenggelam dan terkubur di lautan, dan kita yang berdiri di bawah langit ini, bisa mengetahui sebenar-benar kata memaafkan”.







Madiun saat lebaran
Arif Gumantia
Ketua majelis sastra madiun

Jumat, 31 Agustus 2012

Tatapan Lebaran




(I)

Pada musim yang membara
Dalam panas, bising, dan gegas yang menderas
jejak kenangan tentang dirimu
dalam melodi hujan
tlah jadikan danau di tengah taman hatiku


(II)

Kita bersitatap dalam bahasa yang mengalir
begitu saja
tanpa isyarat
Diantara keheningan dalam pendam harapan
tentang masa lalu yang lepas dari tangkai waktu
Tentang jalanan kota, kayu lapuk, dan bangunan tua
Dimana kita pernah tumbuh dan merawat kenangan


(III)

Dan kita sama-sama terjerat
Dalam rentang lintasan waktu
Tapi bukankah hidup akan menjadi indah
Jika kita bisa mengendarai cahaya waktu
Indah, jika kita saling memberi bias warna
Menyusun bianglala


(IV)

bahkan sejenak waktu kita bertemu
telah terbangun jembatan hati
dari cinta, mimpi, angan, dan pesona harapan
meski hanya sebuah atau beberapa tatapan
tapi
serupa dua bintang di langit biru malam
tatapanmu akan selalu kukenang hingga ujung usia



Madiun, 1 september 2012
Arif gumantia

Rabu, 29 Agustus 2012

Tubuh, Gender, dan Hak Perempuan atas Tubuhnya

Kalau kita cermati, ada sebuah fenomena menarik pada tubuh manusia di abad 21 ini, yaitu terjadinya fenomena paradoks pada tubuh manusia. Pada sisi ekstrim di satu sisi tubuh begitu dipuja dengan berbagai citraan yang di konstruksikan oleh mesin bernama iklan. Pada sisi ekstrim yang lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas tubuhnya, karena harus menuruti citraan-citraan secara sosial, komersial, dan religius dan telah kehilangan tubuh secara real.


Kita seakan di kepung oleh citraan-citraan, dan disergap berbagai iklan tentang tubuh yang ideal. Dimanapun kita berada, selalu ada visualisasi tentang tubuh. Pada baliho, billboard, spanduk, koran, majalah, media Televisi, internet, dan disegala tempat, dan tubuh pun menjelma menjadi bahasa komunikasi yang masif dan intensif, hingga iklan pemberantasan korupsi menggunakan tubuh untuk menyampaikannya, dengan parameter estetika iklan aktornya harus “ganteng” dan “cantik”, dan terbukti para aktor iklannya justru menjadi pelaku korupsi. Sungguh sebuah ironi.


Karena konstruksi yang dijejalkan oleh iklan telah menyergap begitu gegap gempita, tak heran jika tujuan olahraga pun sekarang bergeser, tidak untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh, tapi untuk menaklukan dan mengatur tubuh agar sesuai dengan citraan iklan.baik latihan fisik sampai tentang neurotik seperti fitness, aerobik, diet, bahkan menjadi anoreksia. Sehingga kadang justru tidak menjadikannya bugar dan sehat, tetapi menjadi terobsesi akan tubuh hingga menderita sakit secara fisik dan psikis. Dan dari titik tolak fenomena tubuh inilah menjadi menarik membicarakan Gender dan kesetaraan.


Istilah Gender bagi banyak orang digeneralisasikan sebagai jenis kelamin. Kesalahan secara substansi ini dapat kita maklumi karena jarang sekali ada penjelasan dan pemahaman yang diberikan oleh instansi-instansi resmi pemerintah, lembaga swasta, maupun media. Kalau kita baca di wikipedia, definisi gender adalah : gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan dan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender berbeda dari seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Ini disebabkan yang dianggap maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap feminin dalam budaya lain. Dengan kata lain ciri maskulin atau feminin itu tergantung dari konteks sosial budaya bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin.


Jadi secara simplikasi bisa dikatakan gender adalah jenis kelamin sosial, budaya, politik, serta keagamaan yang didasarkan pada fisik perempuan dan laki-laki. Seperti dogma yang mengatakan pemimpin itu harus laki-laki, karena fisiknya kuat. Ini adalah salah satu contoh konstruksi sosial budaya yg berdasarkan perbedaan jenis kelamin untuk menjadi pemimpin dan bukan karena kapasitas leadershipnya. Atau bisa juga di katakan dalam kamus bahasa inggris “sex” adalah kelamin biologis, sedangkan “gender” adalah kelamin sosial.


Karena ada sex dan gender, tentunya ada juga orientasi sex. Dan kalau kita elaborasi secara mendalam ketiga hal tersebut mempunyai keterkaitan. Karena jika definisi dari orientasi sex adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan pilihan seksualnya, maka untuk melakukannya tentunya dipengaruhi sex dan gender.artinya apabila seseorang yang memiliki kecenderungan seksual sebagai seorang gay, lesbi, atau heteroseks, itu didorong oleh sex dan gender. Karena itu hal yang mendasar dan penting adalah apa yang menjadi pendorong utama orientasi sex seseorang, hingga kita bisa beropini dengan argumentasi yang obyektif.


Apabila orientasi seks ini disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat biologis atau dikalangan feminis dengan istilah determinisme biologis seperti susunan hormonal dan sifat-sifat biologisnya, maka apakah seseorang itu menjadi homoseks, lesbian, atau lainnya itu bersifat kodrati sebagai perspektif kekuasaan Tuhan, dan itu diluar kekuasaan manusia. Namun apabila orientasi seks ini dimunculkan oleh faktor non biologis, misal karena faktor sosial, budaya, politik, ataupun yang lainnya maka hal itu sama dengan gender.


Dari paparan di atas, yang bisa memberikan benang merah dalam upaya perjuangan keadilan dan demokrasi adalah adanya kesetaraan. Seperti yang di katakan K.H. Abdurrahman wahid (Gus Dur), Kesetaraan, bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki martabat yg sama di hadapan Tuhan. Kesetaraan meniscayakan perlakuan yang adil, ketiadaan perilaku diskriminatif dan juga ketiadaan subordinasi. Dengan demikian kesetaraan ini juga mencakup perlakuan yang adil terhadap semua manusia apapun jenis kelamin dan orientasi seksnya.


Tanpa membedakan laki-laki atau perempuan, harus ada kesetaraan perlakuan di hadapan Konstitusi, laki-laki dan perempuan punya hak yang sama atas tubuhnya sendiri. Jadi dalam sebuah ikatan pernikahan sekalipun, perempuan tetap punya hak atas tubuhnya, dan tubuhnya bukanlah milik suaminya, seperti dogma ataupun doktrin agama atas penafsiran teks kitab suci yang sempit, hingga mengakibatkan adanya eksploitasi yang bersifat patriarkhis. Juga maraknya perda-perda syariah yang secara politis punya tujuan terselubung untuk mendapatkan simpati konstituen islam garis kanan. Aturan-aturan yang dimunculkan adalah perspektif yang sangat patriarkhis, seperti misalnya pemerkosaan terjadi karena perempuan memakai rok mini dan keluar malam. Bukan karena laki-laki yang tidak kuat menahan syahwatnya. Sehingga ada semacam joke yang mengatakan : begitu susah menjadi perempuan di indonesia, sementara laki-lakinya bertindak begajulan.


Karena sering kita jumpai banyak orang berkeyakinan bahwa perbedaan biologis dipahami sebagai sumber dari perbedaan perilaku dan peran pada tingkat kehidupan budaya, sosial dan politik antara laki-laki dan perempuan. Ide ketidaksetaraan ini tidak hanya muncul di kalangan agamawan (ulama), tetapi juga berhembus dari kalangan pemimpin adat, atau politisi dengan berbagai motif dan interest pribadi yang terselubung. Bahkan yang lebih mengherankan banyak juga dari kalangan perempuan namun memiliki pemikiran yang patriarkhis.


Dukungan terhadap kesetaraan laki-laki dan perempuan sebenarnya sudah ada di konstitusi kita, yaitu Undang-Undang Dasar. Karena UUD kita memberikan hak dasar berupa kesetaraan ke seluruh warga negara tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, dan latar belakang lainnya. Di bawah UUD kita juga memiliki serangkaian peraturan yang mendukung kesetaraan. Seperti UU ratifikasi CEDAW ( convention on ellimination of all forms of discrimination against women) menjadi UU sejak tahun 1986, instruksi presiden no. 9 tahun 2000 mengenai pengarusutamaan gender. Kita juga memiliki UU PKDRT sejak tahun 2003.


Namun seperti yang selalu terjadi peraturan yang bagus tidak cukup untuk mengubah keadaan. Selalu terjadi kesenjangan antara kondisi yang seharusnya dan realitas yang terjadi. Mengutip apa yang di katakan GUS DUR: “ karena keadilan tidak sendirinya hadir di dalam realitas kemanusiaan maka harus diperjuangkan, begitu juga kesetaraan harus juga diperjuangkan. martabat manusia hanya bisa dipenuhi dengan adanya keseimbangan, kelayakan, dan kepantasan dalam masyarakat karena membela kelompok masyarakat yg diperlakukan tidak adil, karena ini merupakan tanggung jawab moral kemanusiaan.


Maka dalam kondisi adanya kesenjangan antara kesetaraan yang sudah seharusnya ada di negara ini, dan kenyataan yang terjadi, maka yang paling bisa mengambil peranan untuk memperjuangkan kesetaraan adalah kita semua, dengan melakukan pengawasan atau advokasi pada masyarakat, dimulai dari lingkup terkecil, lingkungan kita sendiri. Agar negara kita ini tetap bisa menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan “Bhinneka Tunggal Ika” tidak hanya menjadi slogan atau sekedar dipajang di ruang tamu kita.





Madiun, 30 Agustus 2012
Arif Gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun

Minggu, 26 Agustus 2012

Saat Rayni bercerita secara tematis dan ekspresif ( Review buku kumpulan cerita terima kasih anakku, karya Rayni N. Massardi)


Banyak peristiwa yang “lalu lalang” di sekitar kita, yang bisa menjadi inspirasi untuk menulis cerita. Dan dengan kecermatan pemilihan tema yang diusung, gaya penceritaan, susunan peristiwa, penciptaan tokoh dan karakternya, juga deskripsi suasana latar akan membuat cerita menjadi sesuatu yang mengaduk emosi dan menyulut perasaan. Mentransformasikan peristiwanya menjadi sebuah paparan yang merangsang daya imajinasi.



Begitu juga cerita-cerita di kumpulan cerita “Terima Kasih Anakku” karya penulis yang sudah lama menulis cerita pendek, melang melintang di dunia kepenulisan, Rayni N. Massardi. Yang lahir di brussel Belgia. Cerpen-cerpennya pernah di terbitkan di pelbagai majalah dan suratkabar. Seperti : Laki-laki yang kawin dengan peri : Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 1995 (Penerbit Kompas, 1995) dan riwayat Negeri yang Haru : Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas 2006 (Penerbit Kompas, 2006), kumpulan cerita tunggalnya : Istri Model Baru ( Yayasan sarinah, 1990), Pembunuh (penerbit Kompas, 2005), I don’t care (gramedia pustaka utama, 2008) dan masih ada yang lainnya termasuk buku-buku non fiksi.



Kumpulan cerita di buku ini menjadi menarik karena di dalamnya ada prosa yang pendek semacam puisi, ada cerita pendek, ada cerita yang hanya berisi semacam dialog dalam film, yang ditulis dengan berbagai macam gaya penulisan yang ekspresif. Kadang-kadang menjadi kalimat yang mengalir, kadang puitis, tapi ada juga yang menjadi kalimat semacam “serapah” dengan bahasa sehari-hari. Dan ini barangkali yang menjadi kekuatan kumpulan cerita ini, tentu saja kekuatan utamanya menurut saya adalah pada ide-idenya yang “liar” yang akhirnya menjadi gagasan atau tema yang menarik bagi pembaca.



Seperti pada cerita “uning Binti...”. (hal 8). mengisahkan gadis 27 tahun, bekerja sebagai sekretaris perusahaan. Gadis pendiam, hanya berteman ala kadarnya, tanpa teman dalam sebuah komunitas, tanpa teman akrab. Juga uning tidak punya kenangan apa pun yang bisa dikenangkan, karena masa lalu baginya sama sekali tidak menarik....hingga di endingnya saat meninggal, pada papan nisan kuburan uning yang sementara, hanya tercantum tulisan: “Uning binti .........”. karena teman-2nya tidak tahu siapa nama bapaknya.



Atau pada cerita yang berjudul : Pocong Ketakutan. (pernah dimuat di www.kompas.com) hingga 14 september 2011 telah di baca 23.698 orang). (hal 33).
Nama saya :pocong
Entah kenapa kedua orangtua saya tega memberi nama begitu. Jawaban mereka singkat, dan gambang saja :”kenapa tidak?”
Lho!
Sebuah cerita yang menggedor pikiran dan perasaan sejak awal kisah, meneror persepsi para pembaca. Dan endingnya yang menyayat hati : “apakah ada Tuhan di dekatku? “ tangis pocong.



Dan pada kisah Kremasi Tiga : Terima kasih, anakku. Tema yang substansial filosofis coba di angkat menjadi peristiwa yang membuat pembaca merenung tentang kematian, dan setelahnya.saat seseorang yang tidak punya sanak saudara, hanya mempunyai anak angkat menulis sebuah wasiat : ketika aku mati, semua menjadi kacau-balau. Sukacita dan duka bercampur-baur. Karena wasiatku resmi menyatakan : “jika aku mati, kremasi jawabannya”. Dan karena wasiat tersebut tidak sesuai dengan ajaran agamanya, maka sibuklah para tetangga, pak RT, politisi, pejabat. Hingga diadakan seminar segala untuk membahas hal tersebut.



Secara keseluruhan buku ini merupakan ekspresi seorang rayni, yang melihat dan merasakan apa yang terjadi di sekelilingnya, dituangkan dalam berbagai bentuk penulisan, panjang dan pendek, dengan tema-tema yang “tidak biasa” dengan kalimat-kalimat yang mengalir, menjalin, dan memilin, juga menyergap pikiran-pikiran kita yang pada akhirnya menampar wajah kita, hingga kita yang membaca berucap : oh, inikah wajahku?



Meski secara estetis ataupun gaya penceritaan bukanlah sebuah pembaharuan, tapi kumpulan cerita ini membuatku harus berucap : buku ini, Keren mbak rayni! Bravo!




Madiun, 27 Agustus 2012
Arif Gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun


Jumat, 27 Juli 2012

Perihal Puasa

Ketika aku bersujud di waktu pagi dan menjadi rumput. Lalu seorang anak kecil mencabutnya, dikaitkan Pada mata kail. Berlarilah ia ke sungai, tempatnya bercermin dan melayarkan wajahnya. Beberapa saat ia memancing, mendapatkan seekor ikan. Sesuai dengan doa ibunya kepada Tuhan, agar memberikan kegembiraan pada anaknya. Anak kecil itu bergegas pulang ke rumah. Ditunjukkaan ikan yang di dapat, dengan bangga pada bapaknya yang sedang melukis pada selembar kanvas langit. Memegang ujung pelangi, yang dicelupkannya pada gerimis dan ombak yang menggigil. Berharap ada yang mau memasang lukisannya pada ruang sembahyang.



Kemudian sang anak berlali ke halaman tempat ibunya menanam pohon dan bunga. “ibu..ibu ini ikannya, nanti aku ingin makan yang bagian kepalanya”. Sang ibu pun tersenyum, dan terus menanam, tak peduli esok pohonnya akan dimakan benalu, dan bunganya di hisap kupu-kupu. Dia terus menanam dan menanam, entah akan tumbuh menjadi bunga serupa matahari atau mata tuhan.



Aku ada di perut ikan, kakiku tersangkut duri ikan, dan mataku memandang tapal batas langit keabadian.











arif gumantia

madiun

Rabu, 25 Juli 2012

Menulis adalah bekerja untuk keabadian




Jika umurmu tak sepanjang umur dunia, maka sambunglah dengan tulisan. (Pramoedya ananta toer)
Menulis itu gampang (arswendo atmowiloto).

Menulis adalah bekerja untuk keabadian, mengabadikan pikiran, perasaan, kegelisahan, peristiwa, dan mengabadikan kenangan.

Menulis menjadi gampang jika :
1. Ada niat dan kemauan
2. Memiliki pengetahuan
3. Memiliki wawasan

Menulis adalah bagian dari kegiatan keterampilan jadi bukan tergantung bakat.
Kegiatan keterampilan sangat bergantung pada latihan yang terus menerus dan berkelanjutan (kontinuitas).

Latihan pertama adalah dengan menjadikan membaca sebagai kebutuhan kita. Baik membaca koran, majalah, media online, dan membaca buku, membaca kehidupan, membaca pengalaman, baik pengalaman diri sendiri, maupun orang lain. Juga membaca diri sendiri, kekurangan dan kelebihannya.

Latihan kedua adalah menulis, menulis, dan menulis. Sebagai bagian dari santapan rohani keseharian kita, karena dengan menulis akan bisa mendatangkan kenikmatan spiritual, kebanggaan, dan percaya diri secara wajar, dan juga keuntungan material.

Kegunaan dari membaca dan latihan menulis :
1. Mahir mempermainkan kata (penempatan kata dan kalimat)
2. Piawai merangkainya, dalam deretan-2 kalimat
3. Cerdas dalam menyampaikan pesan yang ingin disampaikan.

Langkah-langkah dalam menulis:
1. Menulislah apa yang ada di benak kita, yang sesuai keinginan kita, sesuai dengan wawasan dan pengetahuan yang kita miliki. Jangan berpikir tulisan baik atau buruk, berbobot atau tidak.
2. Mengevaluasi hasil tulisan dengan mengurutkan masalah yang hendak diungkapkan, hal-hal yang menjadi benang merah, bagian mana yang bisa dikembangkan, dan dibuang. Manfaatkan kamus dan tesaurus untuk meyakinkan istilah-istilah yang kita singgung. Juga untuk melakukan pemilihan kata yang tepat dan menarik, untuk membangkitkan daya imajinasi dan kontemplasi pembaca. Juga untuk meyakinkan kita tidak ada kesalahan ketik, ejaan, tanda baca. Sebelum kita launch atau kirim ke media.




Manfaat Menulis :
1. Sebagai sebuah kegiatan intelektual dan spritual. Pada saat kita berada dalam proses penulisan, pada saat itulah pikiran dan intelektualnya bekerja. Yang bermuara pada kenikmatan spiritual.
2. Hasil tulisan bisa di baca di mana saja dan kapan saja. Tidak terbatas ruang dan waktu, hingga bisa dibaca begitu banyak orang dengan wilayah yang begitu luas dan waktu yang begitu panjang, dan mendatangkan manfaat bagi orang banyak.
3. Membiasakan berpikir secara teratur, runtut, dan sistematik.
4. Seorang penulis cenderung dipandang sebagai orang yang sedikit banyak mempunyai wawasan.
5. Membangun hubungan silaturahmi (menciptakan jaringan komunikasi)




Esai :
1. Tajuk rencana
2. Opini atau artikel : politik, ekonomi, sosial, olahraga, filsafat, sastram seni, budaya, pariwisata, dll.
3. Resensi atau review buku



Langkah praktis menulis Resensi :
1. Cermati daftar isi (kalau ada)
2. Baca dengan seksama kata pengantar
3. Baca dengan kritis, tandai bagian-bagian yang penting (kekurangan dan kelebihan buku)
4. Cermati bagian kesimpulan (non fiksi) atau ending (fiksi)
5. Pelajari bagian lampiran.
6. Pahami wacana (diskursus) buku dan pesan yang hendak disampaikan penulis.
7. Tulis berdasarkan pemahaman kita sendiri.
8. Kutip bagian-2 yang penting untuk mendukung pernyataan atau uraian kita.



NAH, GAMPANG, KANNNNNN!!!!!

Rabu, 18 Juli 2012

Keterasingan dalam masyarakat urban (Cerpen-cerpen Vivi Diani Savitri)


Jika umurmu tak sepanjang umur dunia, maka sambunglah dengan tulisan ~ Pramoedya ananta toer.

Menulis adalah bekerja untuk keabadian, mengabadikan pemikiran, perenungan, kegelisahan, kejadian, juga kenangan. Barangkali dengan disadari atau tak disadari oleh Diani Savitri, akrab dipanggil vivi, ia telah melakukan kerja ini. Menulis cerita-cerita pendek, yang berawal dari kegelisahan bathin, saat melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi, saat menyusuri kejadian-kejadian di sekitarnya. Yang menurut pengakuannya :” bermula dari membuat tulisan, dengan coretan pensil di sudut buku teks pelajaran. Pada buku harianbergambar little twin star. Sebagai puppy love notes. Menjadi lirik lagu. Membentuk larik puisi yang disembunyikannya karena malu”. Dan pada akhirnya menjelma dengan cerita-cerita yang menarik karena kecermatan dan kelugasan dalam menguraikannya. Baik deskripsi latar maupun gagasan yang coba ditawarkannya.

Vivi menulis cerita pendek sejak kecil, saat remaja cepen-cerpennya sering dimuat di majalah Hai, dan majalah Hai pernah menjulukinya sebagai penulis muda berbakat, dan cerpen-cerpen di buku “Menanti Sekarini” ini pernah dimuat di The Jakarta Post, Media Indonesia, Koran Tempo, seputar Indonesia, Suara Pembaruan, lampung post, Republika, Jurnal Nasional, dan lain-lain. Sehari-hari mantan salah satu none jakarta selatan ini, bekerja sebagai konsultan dan peneliti riset konsumen.

Banyak orang menyukai cerpen, karena para pembaca diajak untuk menyaksikan sebuah lanskap, yang merupakan representasi dari sebuah kehidupan nyata. Dan dengan kemahiran Penulisnya dalam meghujamkan endingnya yang terbuka, akan memaksa pembaca untuk menggali makna yang ada didalamnya, memberikan sebuah ruang yang terbuka untuk kontemplasi. Dan menurut saya Vivi mencoba melakukannya di dalam menulis cerita-cerita pendeknya ini. Bercerita dengan lepas dan lugas, tanpa berpretensi untuk menggurui atau semacam berkhutbah.

Ada benang merah yang dapat saya tarik sebuah tema dalam 15 cerita pendeknya ini. Sebuah tema “keterasingan” para tokoh-tokoh (yang diciptakan Vivi) dalam menggeluti realitas masyarakat urban megapolitan. Bagaimana para tokoh-tokohnya berjuang untuk mempertahankan idealisme agar tidak diberangus oleh realitas. Dan vivi memelilih gaya bahasa yang “puitis” dalam bercerita. Sehigga bisa mengaduk-aduk emosi dan imajinasi pembaca. Serupa puisi panjang yang indah, dan banyak alegori dan ironi di dalamnya.

Keterasingan-keterasingan terjadi dalam cerita ini karena banyak hal, tapi bermuara pada sebab hilangnya sifat jujur pada diri sendiri. Karena realitas yang mengharuskan berbohong dan menjadi orang lain. Pada Cerpen “menanti” (hal 1) saya menafsirkannya sebagai sebuah keterasingan kelas menengah kaum Profesional. Bagaimana manusia justru menjadi terasing ketika menjadi sebuah narasi “manusia adalah kerja”. Ada sesuatu yang “hilang” dalam diri, ketika hidup menjadi mekanis, menjadi hitungan untung rugi, menjadi tergesa-gesa karena di buru oleh waktu yang kian runcing. Dan sang tokoh pun “ maka kini. Ia harus membohongi diri, setiap kali”. Memburu kebahagiaan, dan setelah “merasa mendapatkannya” tanpa membaginya pada orang lain, maka Pada saat yang sama, jiwanya akan serasa masuk dalam lorong keterasingan yang dalam.


Keterasingan dalam kebisingan kota juga bisa dirasakan oleh kaum miskin. Gambar wajah Masnah (hal. 12). Vivi bertutur Ketika kata-kata dan wajah-wajah menancap melukai kota, dalam bentuk spanduk, poster, dan baliho. Wajah calon pemimpin dan wakil rakyat. Lewat penglihatan sang tokoh Masnah (penjual es lilin dan es limun), yang didera kemiskinan dan suaminya lari dipelukan penjual jamu. Justru merasa terasing saat melihat poster dan spanduk-spanduk tersebut, meski banyak wajah rupawan, tapi tak pernah bisa menyelesaikan akar permasalahan, baik kemiskinan maupun hidup dalam keaneka ragaman. Karena ada disparitas antara “pencitraan” dan realitas inilah keterasingan kaum miskin dan para pemimpinnya atau wakil rakyatnya menyergap. Dan vivi berhasil menceritakannya dengan “gayeng” dengan bahasa lugas, dan diselingi dengan idiom-idiom jawa.

Buruk ini, pikir Effendy cepat. Ia pikir lingkar terdalamnya sudah aman. Ia bangkit bergesa, membuat perempuan linda terhuyung berdiri dan tergegas berusaha mengembalikan kerapian atasannya dan rok panjang terbelah samping. Effendy menghampiri pintu dan menilik dari kaca bundar pengintip sebesar setengah kuku ibu jari.
“kamu kok nggak bilang mau datang malam ini, aku lagi pijat.” (hal 23)

Dalam cerpen berjudul Minyak Tawon, keterasingan menghujam sejak awal. Sejak seseorang mau menjadi istri simpanan. Saat ia harus siap di perkenalkan sebagai “asisten saya”. Dan semakin terasing karena ia mencintai pria tersebut bukan karena akses ke lingkungan orang penting, bukan karena kemudahan dan kemurahan materi. Tapi karena cinta yang membuatnya “ada”. Sebuah cinta yang harusnya membuat “bahagia”. Tetapi justru menjadikannya “terasing”. Dan Minyak tawon sebagai judul ini menjadi metafora dan ironi yang menggelinding sepanjang cerita. Sungguh sebuah kejelian seorang vivi dalam membuat cerita ini menjadi begitu hidup penuh ironi, tanpa tendensi untuk menggurui.

Dalam olenka, Budi darma menulis, keterasingan adalah saat kita bersama orang-orang yang ingin kita berpura-pura. Dan saya menemukan hal ini dalam cerita “Masjid Baru Pak Kolonel”. Dengan deskripsi mudik lebaran dari sang perwira, cerita mengalir dengan wajah-wajah penuh kepura-puraan, dengan motivasi ingin mengambil hati Pak Kolonel dan ingin mengkorupsi dana sumbangan pembangunan masjidnya. Di satu sisi bagi sang kolonel sumbangan untuk Masjid adalah sebuah tangga untuk menjadi Bupati. Sebuah Masjid yang harusnya menjadi simbol religiusitas, tapi justru menimbulkan keterasingan bagi para tokoh di cerita ini.

Milan Kundera pernah menyebut ini adalah era imagology, era kemenangan citra-citra. Dimana produsen budaya citra telah berhasil menjejalkan sebuah citra menjadi realitas, mimpi, juga harapan ke benak konsumen. Dalam era imagology, budaya citra tersebut di sebarkan ke berbagai media melalui televisi, radio, internet, surat kabar, maupun majalah. Dan ketika kecantikan adalah sebuah hal yang bisa di komodifikasikan. Maka parameter “cantik” adalah apa yang ada di dalam iklan media. Lansing, putih mulus dan “berisi” maka para perempuan berolah raga bukan untuk kesehatan, tapi agar memenuhi kriteria yang ada dalam iklan tersebut. Dan bukan kebebasan yang di dapat tapi justru keterasingan. Dan diceritakan oleh Vivi dalam “ angka dan Sarita”. (hal 100).

Angka-angka yang merenggut kebebasan diri :
1.Ukuran biji kacang pada bawah mata. 2. Pada hidung dan pipi. 3. Pada dahi. Makin banyak krim untuk bagian yang lebih sulit mengelupas. Makin banyak keharusan yang mesti di jalani. Dokter janjikan 3 bulan untuk krim mengelupas kulit kusam ini jadi licin bening ala perawan ting ting. 3 bulan merasakan perih iritasi. 3 bulan tidak boleh kena sinar matahari. Ah, angka-angka yang memenjarakan diri.

Secara keseluruhan saya memberi apresiasi yg tinggi pada cerpen-cerpen ini, tapi sebagai pembaca dan penikmat sastra tentunya saya berharap untuk cerpen-cerpen berikutnya, vivi mengeksplorasi gagasan-gagasan yang lebih runcing tentang realitas negeri ini. Seperti menguatnya fundamentalisme agama dan juga skeptisisme absolut yang terjadi pada sebagian grass root terhadap pemerintahan negeri ini. Kalau hal ini diungkapkan dengan gaya bahasa vivi yang puitis saya yakin pembaca akan lebih “melambung dan terhenyak” (meminjam istilah chairil anwar).



Judul buku : menanti sekarini (sekumpulan cerita)
Penulis : Vivi Diani Savitri
Penerbit : Koekoesan, Jl. K.H. Ahmad Dahlan V No. 10 Kukusan Depok.
Jika ingin mendapatkan bukunya bisa menghubungi mas
Sms di 082114047071




Arif Gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun

Senin, 16 Juli 2012

Saat Kau Bergegas

(1)
Saat kau bergegas di waktu pagi, ingatlah
Saat binar kilau tubuhmu, membawa rekah fajar dan matahari,
Begitu banyak kata-kata yang menancap
Menyemburkan luka pada tubuh kota
Menancap pada papan iklan reklame, spanduk, dan baliho
Sementara hidup kaum miskin menjadi sehalus jaring laba-laba
Seluruh hari-hari nya menuju selembar tipis ketiadaan


(2)
Saat kau bergegas di waktu siang, tersenyumlah
Saat lebah-lebah bertengger dalam kelelahan yang bisu
Dan kemarau memetakan pematang pada tubuh petani
Bersama jemari, keringat, dan air mata kenangan
Menjelma Dalam sepiring nasi yang kita santap
Sementara kebohongan semakin meruncing dan manyakitkan
Serupa tusukan sebuah peniti baru

(3)
Saat kau bergegas di waktu sore, singgahlah
Saat pohon-pohon berubah menjadi siluet kelabu yang senyap
Dan seulas kabut debu menggantung di atas jangkauan kita
Sekedar minum kopi bersama,
Bercakap atau tak bercakap,
dalam kesunyian yang dalam dan menuduh,
tapi ada sebuah rasa aman, kurasakan dalam
keheningan yang utuh

(4)
dan sebelum kau bergegas dan beranjak pulang,
tengoklah,
serupa senja yang menelan sempurna matahari,
hadirmu,
meski hanya ada dalam ingatan di pikiranku
selalu menelan habis semua kenanganku




Madiun, 17 Juli 2012
Arif Gumantia

Senin, 02 Juli 2012

Bentuk Pemerintahan Negara Islam : Sebuah wacana yang utopis

Maraknya Perda Syariah di berbagai daerah akhir-akhir ini, membuka sebuah ruang diskursus yang gegap gempita akan adanya ide sebuah bentuk pemerintahan negara Islam yang coba diusung oleh berbagai elemen yang terafiliasi pada Ideologi “Islam Kanan”. Tetapi sebelum kita lebih jauh membahasnya, alangkah lebih baik jika saya coba uraikan, tentang ajaran Islam yang substansif-filosofis dalam memandang dan memperlakukan umat non-muslim.

Islam mengakui eksistensi agama-agama yang ada dan menerima beberapa prinsip dasar ajarannya. Namun, ini tidak berarti bahwa semua agama adalah sama. Atau disebut sebagai paham singularisme. Dan yang berbeda jauh dengan paham Pluralisme. Karena, setiap agama, memiliki kekhasan, keunikan, dan karakteristik yang membedakan satu dengan yang lain. Mempunyai kekhasan dalam syariat dan ritualnya. Hal ini karena setiap agama lahir dalam konteks historis dan tantangannya sendiri.

Pluralisme agama tidak hendak menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Setiap agama memiliki konteks partikularitasnya sendiri sehingga tak mungkin semua agama menjadi sebangun dan sama persis. Pluralisme adalah tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia mengakui hak kelompok agama lain untuk ada, melainkan juga mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar perdamaian dan saling menghormati, demikian ungkap cendekiawan muslim Nurcholis Madjid.

Dan kalau kita mau jujur, semua agama baik yang berada dalam rumpun tradisi Abrahamik, maupun yang bukan, ada benang merah yang sama, mengarah pada satu titik tujuan yang sama, yaitu kemaslahatan dunia dan kemaslahatan akhirat. Juga adanya kehidupan setelah kematian. Terlepas bagaimana tafsir agama-agama tersebut akan bentuk surga atau nerakanya. Dengan memperhatikan kesamaan tujuan ini, perbedaan eksoterik agama-agama mestinya tak perlu dirisaukan. Sebagaimana prinsip dasar ajaran Islam yaitu rahmatan lil alamin.

Sebagaimana disebut pada Kitab suci Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 62 : Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabi’in, siapa saja, di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, Hari kemudian, dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Ada baiknya kita tengok, sejarah terbentuknya negara Madinah. Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah tahun 622 Masehi, kondisi penduduk adalah majemuk dan mudah tersulut konflik. Sebagian penduduk menyambut gembira dengan kedatangan Nabi , ada juga yang tidak senang dengan kedatangan nabi. Dan langkah pertama yang dilakukan Nabi setelah berada di Madinah adalah memberikan ketenangan jiwa bagi seluruh penduduk kota itu. Semua golongan, Muslim, Nasrani, Yahudi, penganut paganisme diberi kebebasan yang sama dalam melaksanakan ajaran agama masing-masing. Juga diberi kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat serta kebebasan dalam mendakwahkan agama masing-masing.

Dan pada tahun pertama Hijrah, nabi membuat perjanjian dengan perwakilan agama-agama lain, yang dikenal dengan nama Piagam Madinah. Menurut cendekiawan Ashgar Ali piagam ini sangat revolusioner dan sangat mendukung gagasan nabi bagi terciptanya suatu masyarakat yang tertib dan damai. Yaitu perjanjian yang mengatur dan mengorganisasikan penduduk Madinah yang heterogen dalam satu sistem hubungan tertib sosial yang mencakup semua kelompok untuk hidup bersama dan bekerjasama dalam satu wilayah, dimana sebelumnya masyarakat Arab tidak pernah hidup sebagai satu komunitas antarsuku dengan suatu kesepakatan.

Yang menarik dari perjanjian atau Piagam Madinah itu adalah adanya jaminan kebebasan beragama bagi segenap penduduk Madinah disamping kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat. Dari sinilah saya sangat setuju dengan pendapat intelektual muslim dari Mesir Muhammad Husain Haikal, yang menyatakan bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem pemerintahan yang baku. Dan jika kita berbicara tentang suatu bentuk pemerintahan, umat islam tidak boleh hanya terpaku pada ide umumnya, apakah pemerintahan itu berbentuk otoriter ataukah perwakilan, kerajaan atau republik, demokrasi atau despotis. Pembicaraan hendaknya mencakup banyak hal yang berkaitan dengan gagasan umum sebuah pemerintahan secara utuh. Hal ini berarti mencakup sistem ekonomi, sistem moral, sistem kemasyarakatan, dan berbagai sistem lainnya, terutama yang berkaitan dengan soal-soal perdamaian, peperangan, agama, dan ilmu pengetahuan.

Islam hanya meletakkan seperangkat tata nilai etika yang dapat dijadikan sebagai pedoman dasar bagi pengaturan tingkah laku manusia dalam kehidupan dan pergaulan dengan sesamanya. Pedoman dasar itulah yang bermuara pada prinsip persaudaraan, persamaan, dan kebebasan. Persaudaraan meniscayakan adanya persatuan yang kokoh dan toleransi beragama di antara warga negara yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku dan agama.

Prinsip persamaan antar manusia dalam prakteknya mengarah kepada pelaksanaan musyawarah dan ditegakkannya keadilan. Penguasa hendaknya bermusyawarah dalam mengambil suatu keputusan yang penting, dan juga memperlakukan rakyatnya secara adil tanpa membedakan keturunan, kesukuan, dan kekayaan mereka. Tanpa membedakan antara yang muslim dan bukan muslim. Sebagaimana dikatakan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahwa memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya, sebaliknya menistakan manusia berarti menistakan penciptanya. Maka negara haruslah membela kemanusiaan tanpa syarat. Juga Menurut Gus Dur, karena keadilan tidak sendirinya hadir di dalam realitas kemanusiaan maka harus diperjuangkan.martabat manusia hanya bisa dipenuhi dengan adanya keseimbangan, kelayakan, dan kepantasan dalam masyarakat maka negara harus selalu melindungi dan membela pada kelompok masyarakat yang diperlakukan tidak adil, karena ini merupakan tanggung jawab moral kemanusiaan.

Prinsip kebebasan manusia diterapkan dalam bentuk memberikan kebebasan berpikir dan kebebasan menyatakan pendapat. Karenanya hak-hak individu dijamin, kepercayaan dan keyakinan penduduk tetap dijunjung tinggi. Penerapan ajaran kebebasan, khususnya kebebasan berfikir, dalam suatu negara mendorong rakyat dari negara bersangkutan untuk maju dan berkembang. Termasuk bebas dari rasa takut dan rasa lapar, sebagai syarat mutlak agar dapat hidup sejahtera dan tenteram.

Dari paparan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem pemerintahan yang baku, Islam hanya meletakkan seperangkat tata nilai etika yang dapat dijadikan sebagai pedoman dasar bagi pengaturan tingkah laku manusia dalam kehidupan dan pergaulan dengan sesamanya. Pedoman dasar itulah yang bermuara pada prinsip persaudaraan, persamaan, dan kebebasan. Dengan demikian jika ada sebuah wacana yang ingin mendirikan negara Islam, khususnya di negeri ini, maka wacana tersebut serupa tangga yang berguguran saat sejak menyusunnya, karena sudah kehilangan pijakan historis dan argumentasi tafsirnya. Dan wacana tersebut akan menjadi sesuatu yang utopis, sesuatu yang hanya berhenti pada wacana yang diperdebatkan, karena sulit atau bahkan tidak mungkin diwujudkan dalam bangsa dengan masyarakat yang majemuk.

Sehingga Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini, sudah tepat, dengan landasan Ideologi Pancasila dan UUD 1945. Kalaulah akhir-akhir ini kita masuk dalam kategori negara gagal, karena para pengelola negara dalam hal ini pemerintah tidak dapat memenuhi amanat konstitusi,tidak memenuhi hak-hak dasar warga masyarakat. Pemerintah yang dipenuhi dengan korupsi di semua lini, korupsi di semua pusat-pusat kekuasaan, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, dan bukan karena bentuk negaranya. Dan yang kita perlukan bukanlah Perda Syariah, tapi Penegakan Konstitusi dan Hukum secara Tegas. Sebagai Penutup saya akan mengutip kalimat Gus Dur "Kita semua memikul beban untuk memperjuangkan kebenaran Illahi, tapi pada saat yang sama kita harus juga memperjuangkan nilai-nilai Kemanusiaan."




Arif Gumantia

* Penggiat Komunitas GUSDURian Madiun dan Ketua Majelis Sastra Madiun.
* dimuat di situs resmi Nahdlatul ulama nu.or.id

Rabu, 27 Juni 2012

Sajak Tentang Luka (1)

Saat lagu “antisocial” dari anthrax menghentak

Mencakar-cakar kepedihan

Aku menatap

Begitu banyak duka derita orang miskin

Mencegat di delapan penjuru pintu para politisi

Yang sibuk memasang lencana di kemaluannya

Hingga lupa berkaca pada nuraninya





Aku putar lagu “Estranged” dari Guns and Roses

Keterasingan begitu menyergap

Meski aku pandang Monas dari stasiun Gambir

Dengan nyala emas

Angkuh tak kunjung padam

Dan akupun bertanya

Nyala itu untuk siapa?

Nyala itu untuk apa?

Ketika di bawah puncaknya

Tubuh-tubuh lusuh mengepung

Tubuh-tubuh kehilangan pesona kesejatian manusia

Ketika di sekitar tugunya

jakarta dipenuhi dengan padamnya api-api keadilan





laguku melaju pada steve vai “For the love God”

begitu dalam cinta Tuhan

tapi begitu banyak manusia

berkali-kali mencoba membunuh Tuhan

karena merasa dia adalah Tuhan

yang bisa menimbang siapa saja berhak masuk surga



begitu indah rahasia Tuhan

tapi begitu banyak manusia lupa menyembahNYA

karena terlalu sibuk memuja agamanya





aku masih saja duduk termenung

aku begitu ingin memutar Catch the rainbow

merindukan sayatan gitar blackmore

di udara yang begitu penuh luka

akan kuberikan kau keindahan biru langit

dan kau bisa lenyapkan mendung tebal

lewat angin mimpimu.







Arif Gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun

Minggu, 24 Juni 2012

Hidup dalam himpitan Pencitraan.

Milan Kundera pernah menyebut ini adalah era imagology, era kemenangan citra-citra. Dimana produsen budaya citra telah berhasil menjejalkan sebuah citra menjadi realitas, mimpi, juga harapan ke benak konsumen. Dalam era imagology, budaya citra tersebut di sebarkan ke berbagai media melalui televisi, radio, internet, surat kabar, maupun majalah.

Dan hal ini pararel dengan pandangan bahwa segala sesuatu itu bisa di komodifikasi, termasuk nilai-nilai dasar dalam hidup, seperti agama, gaya hidup, kebahagiaan, dan juga kekuasaan. Dengan mesin pencitraan yang paling dahsyat di era sekarang yaitu Iklan. Maka maraklah Baliho-baliho dan spanduk-spanduk yang memikat, untuk menanamkan kepada mereka yang melihat dan membaca terhadap “citra” seorang pemimpin dan calon pemimpin.

Barangkali hal inilah yang membuat kita jadi akrab dengan istilah “pencitraan”. Yang sering kita temui dalam wacana-wacana Politik, ekonomi, religi, sosial dan budaya. Bahkan angka-angka statitistik yang merupakan parameter dan indikator ekonomi sering juga dianggap sebagai Pencitraan atas kinerja pemerintah. Tentunya realitas ini tidak hadir begitu saja, hal ini terjadi karena rakyat melihat adanya disparitas antara apa yang di-retorika-kan oleh pemerintah dengan realitas yang terjadi.

Sebagai sebuah contoh adalah seorang Institusi tertinggi dalam pemerintahan dalam hal ini Presiden, pernah mengadakan Jumpa pers dan berpidato akan menindak tegas ormas-ormas yang sering melakukan tindak kekerasan, baik ormas yang berbasis agama, kepemudaan, dan juga daerah. Dan mencitrakan bahwa negeri ini adalah damai, Tapi kita semua juga melihat realitas yang terjadi akhir-akhir ini, bahwa semakin maraknya konflik-konflik Horizontal akibat terjadinya ormas-ormas yang melakukan kekerasan. Dan kita serasa hidup dalam kekerasan yang menghimpit.

Atau juga bagaimana kita baca angka-angka indikator ekonomi Makro di berbagai Media, tentang IHSG, tentang Inflasi, tentang menurunnya kemiskinan, yang menunjukkan bahwa ekonomi kita adalah “in the right track”, tapi kenyataan sehari-sehari memperlihatkan harga-harga semakin naik, seperti beras, gula, gas elpiji, dan kebutuhan primer rakyat lainnya. Semakin sulitnya mendapatkan perkerjaan, mahalnya biaya pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Sebuah relitas yang berbanding terbalik dengan indikator-indikator yang di gegap gempitakan oleh pemerintah.

Contoh bagaimana Pencitraan adalah panglima di negeri ini, adalah bagaimana kita lihat Iklan Pemberantasan korupsi. “katakan tidak pada korupsi”. Dan seperti kita sama-sama kita ketahui, para bintang iklannya justru yang sekarang jadi tersangka kasus korupsi dan menjadi tahanan Komisi Pemberantasan korupsi. Sebuah ironi yang sangat memprihatinkan. Juga tentang retorika-retorika dari para pemimpin tentang perlunya gaya hidup sederhana, tapi yang kita saksikan adalah pameran kekayaan dan gaya hidup hedonisme dari para pemimpin itu sendiri. Sehingga Retorika seperti gelembung-gelembung sabun yang mudah pecah dan terbang ke angkasa. Sementara rakyat kecil sudah dari dulu hidup sangat sederhana bahkan kekurangan.

Apalagi kalau kita lihat spanduk dan baliho para calon pemimpin yang mengiklankan dirinya dengan berbagai janji. Dengan bahasa yang membius, merayu, dan seakan menguasai kesadaran kita (sebagaimana dari prinsip iklan), tetapi setelah benar-benar menjadi pemimpin, janji tinggallah janji, dan kita sebagai rakyat sulit untuk menagih janji juga komitmen pada saat mereka berkampanye.

Sebenarnya hal-hal demikian ini tidak akan menjadi pencitraan jika para pemimpin dan penguasa di pemerintahan baik di pusat dan daerah itu sadar, dengan apa yang namanya integritas keteladanan. Jadi sebenarnya Rakyat itu akan menilai satunya ucapan dengan perbuatan. Adanya bukti nyata dari retorika juga angka-angka statistika. Rakyat lebih menyukai kejujuran untuk menggambarkan kenyataan yang pahit, daripada kebohongan yang manis. Asalkan ada upaya-upaya keras dari para pelaksana pemerintahan untuk melaksanakan pembangunan sesuai amanat Konstitusi, yaitu menyejahterakan seluruh lapisan masyarakat. Dan kata pencitraan tidak akan menjadi sebuah kosa kata yang negatif jika dibarengi dengan tindakan yang nyata dan keteladanan.





Arif Gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun

Senin, 18 Juni 2012

Cinta yang menyentuh langit

: GUS DUR




(1)
Sungguh ini kehilangan yang tak terperi
dan aku kehilangan kata-kata yang tepat
untuk melepasmu dan merelakanmu
ketika engkau harus pulang ke rumahMU
ketika engkau selesai benamkan dalam-dalam
jejak-jejak kakimu di pantai kehidupan


(2)
air mata tak akan cukup
mengalirkan kehilangan ini
dan goresan-goresan doa kami
yang tak sempat kau tatap
juga kami disini
berdiri tanpa pernah meragukan cintamu
pada mereka korban kekerasan atas nama agama
pada petani yang retak cangkulnya
pada buruh yang lubang kedua sakunya
pada TKI yang disayat hatinya
pada kaum miskin yang kosong gelas dan piringnya


(3)
"Tuhan tidak perlu dibela
karena Tuhan sudah maha segalanya
belalah mereka yang diperlakukan tidak adil"
itu ucapmu suatu saat
"Mayoritas yang baik
adalah yang melindungi minoritas"
itu juga kalimatmu
selalu kuingat
selalu kucatat dalam hati


(4)
ingatanku melayang pada embun pagi
yang turun serendah-rendahnya
tetapi selalu diangkat ke langit yang tinggi
oleh sang mentari
kali ini, aku hanya ingin mengucap
"Gus Dur,engkau tidak pergi hanya pulang
karena
cinta dan doa yang kau tanam
akan selalu tumbuh dan menyentuh langit
dan menjadikannya abadi
pada hati negeri ini"

Minggu, 10 Juni 2012

Kita dan Batas Senja

:ummi



(1)
Pada kedai di sisi sebuah jalan
Kita duduk
Sore ini secangkir kopi terasa begitu bahagia
Serupa bunga bersemi di langit yang temaram
Meski di jalanan bising berkejaran
Tapi melodi hatimu menyegarkan harapan

(2)
Dalam musim yang basah
Kita berbincang tentang negara yang kian tergesa-gesa
Tentang negara yang lebih absurd dari kisah novel
Tentang buku puisi yang kian sepi dan teronggok di pojok
Tentang manusia yang harus menggengam jari-jarinya
Meski tahu garis takdir ada di telapaknya

(3)
Matahari menarik tirai senja dan cangkir ini seakan bercerita
Aku tak ingin seperti senja yang merindukan padi
Pelukan yang dalam tapi tak terjangkau
Tak ingin berkejaran serupa matahari dan rembulan
Tanpa pernah berhenti di pelukan
Aku hanya ingin
Keindahan biru langitmu dan biru lautku
Saling berkaca dan memberi warna
Pada gelembung hidup yang kian mudah pecah

(4)
Ketika senja berubah menuju sunyi dan kelam
Aku kian tersudut oleh runcingnya waktu
Pada batas-batas ruang yang menjulang
Kenapa garis senyummu tak bertemu di waktu lalu
Juga cahaya-cahayamu yang berpendaran
Tapi
Bukankah Hidup akan tetap menjadi indah
Jika berada dalam jalinan asing dan rahasia

Jumat, 08 Juni 2012

"You Don't Remember, I'll never Forget" YNGWIE MALMSTEEN !!!


Saat usia 10 tahun, Yngwie johann malmsteen (lahir di stockholm, swedia 30 juni 1963) melihat tayangan di TV tentang kematian jimi hendrix, sejak saat itu dia memutuskan menjadi seorang gitaris. Sejak kecil dia sudah mengagumi jimi hendrix dan Richie Blackmore yang membuatnya tertarik mendengarkan musik klasik seperti Bach, vivaldi, bethoven, dan mozart. Tapi setelah melihat konser pemain biola gideon kremer dari rusia di televisi, yngwie mulai terkagum-kagum pada niccolo paganini. Sejak saat itu ia seakan ingin mengkombinasikan Biola musik klasik pada permainan gitarnya.

Grup pertamanya adalah steeler, bersama vokalis ron keel, yang menghasilkan album bertitel steeler, dengan lagu jagoan cold day in hell, di awal tahun 1983. Setelah itu Yngwie cabut dan bergabung dengan ALCATRAZZ yang musiknya sangat dipengaruhi grup Rainbow karena Vokalisnya Graham Bonnet adalah mantan Vokalis Rainbow. Yang menghasilkan dua album “No parole from Rock “, dengan lagu andalan island in the sun, incubus, Too Young to Die, Too Drunk to Live. Dan album kedua “Live sentence”. Merupakan album live yang ada lagu Rainbownya “All Night Long"

Tidak lama kemudian Yngwie cabut dan bersolo karir, dengan debut album “Rising Force” yang mengguncang musik Rock dunia. Dengan lagu-2 evil eye, "Icarus' Dream Suite Op. 4" (based on Remo Giazotto's "Adagio in G minor"), balck star, far beyond the sun, etc. Dengan kecepatan, keanggunan, virtuoso, dan teknik sweeping dan arpeggio. Komposisi-komposisi gitarnya berhasil mengkombinasikan Rock dan musik klasik berdasarkan komposisi struktur J.S Bach dan pemain biola Paganini.

Tak mengherankan para gitaris muda lainnya mengikuti jejaknya seperti jason becker, marty friedman, paul gilbert, tony macalpine, dan vinnie moore. Album ini dinominasikan sebagai best rock instrumental di grammy award. Album ini dirilis tahun 1984. Setelah itu tahun 1985 Yngwie merilis album “Marching out” dengan lagu-2 , "I'll See the Light, Tonight, don’t let it end, dengan vokalis masih tetap yaitu jeff scot sotto dan instrumental . Overture 1383 dan marching out. Dan pengaruh gaya gitar Yngwie saat itu mungkin hanya bisa disaingi oleh Edward Van Halen.

Tahun 1986 dalam album Trilogy, Yngwie menggati vokalisnya dengan Mark Boals dengan lagu Hit-nya..You don’t Remember, i’ll never forget. Dan Trilogy Suite Op:5, dan juga lagu “liar”. Yngwie memang paling suka bongkar pasang Vokalis. Di tahun 1988 Yngwie menelurkan album yang merupakan album fenomenalnya yaitu “Odessey” dengan mantan vokalis rainbow Joe Lynn Turner. Yang menghasilkan lagu hit Heaven tonight, dreaming (tell me) dengan petikan gitar akustik yang maut yang seakan melambungkan pendengarkan dalam dunia impian dan harapan..juga lagu rising force, deja vu, crystal ball...dan instrumental tentang meletusnya gunung krakatau “krakatau” juga “memories”

Tahun 1989 Yngwie melaunch album live “trial By Fire : Live in leningrad” yang ada lagu dari jimi hendrix-nya yaitu "Spanish Castle Magic (LP Version)". dengan vokalis baru lagi Goran Edman album di tahun 1990 “eclipse” yang menghasilkan lagu-lagu hit Save our love, judas, demon driver, dan instrumental “eclipse” yang membuat pendengarnya merasakan sebuah “gerhana jiwa”. Dan di tahun 1991 Yngwie mengumpulkan album-album koleksinya dalam album The Yngwie Malmsteen collection. Dan tahun 1992 dengan album “ Fire and ice” yang menghasilkan Hit lagu teaser, in my own enemy yang mengingatkan kita bahwa musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Dan tetep memukau pada instrumental leviathan.

Dengan vokalis baru michael vescera , tahun 1994 Yngwie melaunch album The seven sign dengan lagu hit prisoner of your love, never die, dan instrumental “sorrow”. Setelah itu tahun 1994 Yngwie melaunch single instrumental CD khusus di jepang yaitu power and glory dan di tahun 1995 album Mini (EP) i can’t wait yang berisi lagu lama dan single power and glory. Tahun 1995 album magnum opus beredar dengan lagu hit : i’die without you, cross the line, dan instrumen Overture 1622.

Ditahun 1996 Yngwie merilis album “inspiration” yang berisi lagu-lagu lama dari Deep purple, jimi hendrix, kansasn scorpion, rainbow, dan Rush. Seperti lagu child in time, anthem, carry on wayward son, manic depression, etc dengan vokalis-vokalis lamanya. Dengan vokalis baru di tahun 1997 mats leven, album barupun diluncurkan dengan titel facing the animal dg lagu alone in paradise, brave heart, etc. Di susul tahun 1997 Yngwie bermain untuk album klasik :concerto suite for electric guitar and orchestra in Eb Minor Op. 1. Bersama Czech Philharmonic orchestra.

Ditahun 2003, Yngwie bersama Joe satriani dan Steve vai membentuk G3, dan melakukan tur keliling dunia. Dan menghasilkan double album yang fenomenal yaitu G3 : Rockin’ the free world. Hingga bisa memuaskan dahaga para penggemar gitaris legendaris dunia. Dan Yngwie benar-benar mencatatkan dirinya sebagai gitaris Neo-classic metal dunia.
Diskografi album selanjutnya adalah :


Double Live!
• Released: 18 September 1998
• Label: Pony Canyon

1999 Alchemy
• Released: 17 September 1999
• Label: Pony Canyon

2000 Anthology 1994–1999
• Released: 15 March 2000
• Label:

The Best Of: 1990-1999
• Released: 9 May 2000
• Label: Dream Catcher

War to End All Wars
• Released: 22 November 2000
• Label: Pony Canyon

2002 Concerto Suite LIVE With the New Japan Philharmonic
• Released: 9 January 2002
• Label: Pony Canyon

Attack!!
• Released: 4 September 2002
• Label: Pony Canyon


• — The Genesis
• Released: 30 December 2002
• Label: Pony Canyon
2004 Oujya Ressou – Instrumental Best Album
• Released: 1 January 2004
• Label: Pony Canyon
G3: Rockin' in the Free World
• Released: 10 March 2004
• Label: Epic
2005 Unleash the Fury
• Released: 23 February 2005
• Label: Universal Music
20th Century Masters — The Millennium Collection: The Best of Yngwie Malmsteen
• Released: 24 May 2005
• Label: Polydor
2008 Perpetual Flame
• Released: 14 October 2008
• Label: Rising Force Records / Universal Music Japan
— 2009 Angels of Love
• Released: 10 March 2009
• Label: Rising Force Records
High Impact
• : 8 December 2009
• Label: Rising Force Records
Relentless
• Released: 23 November 2010
• Label: Rising Force Records / Universal Music Japan




Madiun, 09 juni 2012
Arif Gumantia
“only brave heart playing rock”

Minggu, 03 Juni 2012

Kemarau

Aku berdiri di lereng gunung
kemarau datang mengepung
kucari jejak tetes hujan terakhir
yang menempel di kelopak hatimu
Ketika angin kering merangkum
Dan menampar gelisah di tiap lembah
pada gurat nasib orang orang yang menggores pinus


nestapa tiada henti mengisi piring piring takdir mereka
dan gelas gelas kebahagiaan begitu kosong
sementara rumah hanyalah
tempat menyimpan ilalang keteduhan semu
sebelum terbakar sempurna dalam api gundah



aku berdiri di lereng gunung
jurang masa lalu begitu dalam
dan jembatan dengan ruas ruas ingatan
masih tertahan pada tebing kenangan

kemarau menghujamkan anak panah
ketika rindu serupa tetes tetes hujan
yang beku dan menggantung di langit
sementara
cinta tak pernah mengenal musim yang berlalu






Lereng gunung wilis, 03 Juni 2012
Arif Gumantia

Jumat, 01 Juni 2012

Analisa Strata Norma dalam Puisi "Perempuan dan jalan pulang" Himas Nur.

Ada sebuah puisi di facebook, yang membuat saya ingin menganalisanya secara teoritis, meski puisi adalah sebuah organisme, sesuatu barang hidup, yang bila diletakkan di atas meja analisis untuk diuraikan dengan pisau ilmu bedah ilmu sastra, atau untuk disinari dengan sinar roentgen intelek, ia akan menjadi barang mati! Tapi hal demikian tetap akan berguna demi pendekatan ilmiah terhadap sastra, demi pencerdasan apresiasi puisi, demi sumbangan untuk menumbuhkan dan memelihara iklim sastra, demikianlah sebuah uraian dari penyair Sitor Situmorang.



Dan puisi yang telah menyergap, membuat saya “melambung dan terhenyak” untuk menganalisanya adalah puisi dari Himas Nur dari semarang. Dengan dua alasan, yang pertama adalah (meminjam istilah dari chairil anwar ) Sebuah puisi yang menjadi, adalah sebuah dunia. dunia yang dijadikan, diciptakan kembali oleh si penyair. Diciptakannya kembali, dibentuknya dari benda (materi) dan rohani, keadaan alam dan penghidupan sekelilingnya, dia juga mendapat bahan dari hasil-2 kesenian lain yang berarti bagi dia, berhubungan djiwa dengan dia, dari pikiran-2 dan pendapat-2 orang lain.



Yang kedua adalah dengan usia yang masih sangat muda, kalau tidak salah masih sekolah di SMA 5 semarang, tapi puisinya telah demikian membuat saya untuk membacanya berulang-ulang dan mengurai beberapa maknanya.

Inilah puisi tersebut :







Perempuan dan jalan pulang







mari berkemas

sebab tak lagi ada sisa bagi waktu

dan sia sudah menemu rumah baginya pulang

pada jejalan kota tua

serta peluh yang menganak di tiap trotoar



mari bergegas

sebab pada sepuh matamu

gerimis mulai sembunyi di sudutsudut

dan anakanak mulai kehilangan arah pulang

oleh nisbi yang menjelma ruang antara

menjadikannya alpa

menjadikannya tiada



pulanglah

pada kolong ranjang yang setia menanti kembalimu

meski musim telah separuh perak

dan asa adalah permulaan kesekian



selesaikan doadoa yang kau tanam di beranda

dan persilahkan tuhan mampir menyambut kepulanganmu



meski mungkin bersimpang arah

pada jalan yang akhirnya entah,

pulanglah



karena analisis yg bersifat dichotomis, yaitu pembagian dua bentuk dan isi belum dapat memberikan gambaran yang memuaskan, maka menurut rene welleck (1968;151) perlu dianalisa dengan strata norma (lapis norma) masing-masing norma menimbulkan lapis norma di bawahnya. Analisis tersebut adalah analisis norma roman ingarden, seorang filosof polandia dalam bukunya Das literarische kunstwerk.



Lapis pertama adalah lapis bunyi, saya membayangkan membaca puisi ini dengan jeda panjang pendek, agak panjang, dan panjang. Dan saya coba membacanya dengan cara membaca puisi yang pernah saya pelajari, ternyata memang menimbulkan suasana yang memikat, suasana hati yang menuju jalan pulang, pada jejalan kota tua





mari bergegas

sebab pada sepuh matamu

gerimis mulai sembunyi di sudutsudut

dan anakanak mulai kehilangan arah pulang





Lapis pertama ini, menjadi dasar timbulnya lapis arti, yaitu lapis kedua.dan puisi menjadi indah karena tetap menjadikannya “ yang terindah adalah rahasia”. Kita hanya bisa mendekati dengan jejak-jejak tafsir yang kita punyai, demikian kata heidegger. Lapis arti di puisi ini menjadi menarik karena pemilihan diksi yang sederhana, mengalir, tapi begitu tepat menyampaikan apa yang “menggelisahkan” penyair. Sebagaimana tugas penyair adalah bagaimana mengolah sebuah proses kreatif menjadi Puisi. Proses kreatif yang merupakan penjelajahan dari unsur pengalaman (empiris), unsur keindahan (estetis) dan unsur pengamatan (analitis). Di sini penyair bisa mengungkapkan dari sebuah gagasan yang abstrak menjadi sesuatu yang konkret bagi para pembaca. Dari menafsirkan sebuah kegelisahan diri pribadi sampai merefleksikan kegelisahan masyarakatnya.





lapis arti juga menjadi sebuah ruang kontemplasi sekaligus tidak kehilangan keindahan sebuah puisi, karena ketepatan dalam menggunakan bahasa kiasan. Seperti metafora, melihat sesuatu dengan perantara benda yang lain. (Becker, 1978:317).



pulanglah

pada kolong ranjang yang setia menanti kembalimu

meski musim telah separuh perak

dan asa adalah permulaan kesekian



selesaikan doadoa yang kau tanam di beranda

dan persilahkan tuhan mampir menyambut kepulanganmu



membaca bait diatas saya seperti merasakan bagaimana seorang perempuan selalu mengantar dengan iklhas“doa-doa yang di tanam di beranda” dan tulus menerima kolong ranjang yang setia, bila tuhan menyambutnya, persilahkan, jika tidak pun tak apa..karena cinta perempuan tak pernah mengenal musim meski “separuh perak” atau “sepenuh tembaga”. Tersebab harapan adalah sebuah awal atau Permulaan.



Juga lapis arti terbentuk karena gaya pengucapan penyair. Sebagai misal adalah adanya Tautologi yang menyatakan hal atau keadaan dua kali, agar lebih mendalam, seperti :



oleh nisbi yang menjelma ruang antara

menjadikannya alpa

menjadikannya tiada





lapis ketiga adalah lapis “dunia” dipandang dari titik pandang tertentu yg tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung didalamnya. Seperti :

meski mungkin bersimpang arah

pada jalan yang akhirnya entah,

pulanglah





bait penutup yang memberikan Sugesti sebuah kepasrahan secara Implisit, dan tak dikatakan dengan eksplisit, cukup dengan simpang arah, entah, dan pulanglah.



Dan lapis terakhir adalah metafisis, dari lapis bunyi, arti, dunia yg implisit, maka menimbulkan ruang perenungan (kontemplasi) yang membuat pembacanya menerka apa makna dari puisi tersebut.

Dan puisi ini membuat saya merenung, haruskah perempuan selalu punya jalan pulang yang sama, adakah jalan itu sesuai dengan yang diinginkan, sebuah renungan yang berayun-ayun antara feminisme dan kodrat sebagai wanita. Berayun-ayun antara kegigihan, kerapuhan, dan rindu akan “pelukan” dan bahu tempat bersandar, meski yang selalu setia adalah kolong ranjang.



Selamat buat Himas Nur, kau telah berhasil membuatku menulis ini.....





Madiun, 2 juni 2012

Arif Gumantia

Penasehat pada Majelis sastra Madiun

Minggu, 06 Mei 2012

Pada Seperdelapan Gunung Es (resensi Kumcer "Korsakov" karya wina bojonegoro)


Peristiwa yang tampak biasa, akan menjadi kisah yang luar biasa jika dikemas pada sebuah cerpen yang menawan. Dan kepiawaian pengaranglah yang membuat peristiwa-peristiwa menjadi cerpen yang menawan. Kepadatan, kelugasan, kecermatan, dan deskripsi latar yang tepat akan membawa peristiwa yang tampak biasa menjadi cerpen yang menawan.cerpen yang bisa mengaduk emosi ataupun menyergap pikiran, cerpen-cerpen yang seperti sebuah puisi yang kaya makna.



Cerpen-cerpen yang didalamnya tidak banyak memberikan sebuah khotbah, cerpen yang tanpa banyak menggurui. Pengarangnya tidak memberikan sebuah kesimpulan-kesimpulan tapi justru menghujamkan rentetan pertanyaan-pertanyaan yang memaksa pembaca untuk menggali makna yang ada didalamnya, memberikan sebuah ruang yang terbuka untuk kontemplasi pembacanya.



Dan kumpulan cerpen Wina Bojonegoro, yang punya nama lengkap Endang Winarti, novelis dan cerpenis yang lahir di bojonegoro dan sekarang tinggal di surabaya ini, lewat Buku kumpulan cerpen Pilihan KORSAKOV mencoba mengangkat peristiwa-peristiwa yang biasa dan sering kita temui dalam realitas kehidupan menjadi cerpen-cerpen yang menawan dan mengaduk emosi pembaca dengan ending yang sering tak terduga.



Ada 18 cerpen di buku kumpulan cerpen pilihan ini, yang sebagian besar pernah di muat di harian Jawa Pos. Persembahan terakhir, di atas jembatan rolak namaku giri, miss markonah, antara porong-jakarta, laki-laki suami dhanty, prime customer, lelaki berbulu, korsakov!, kabar dari glasgow, namanya maria, arimbi vs basuki episode surat kejantanan, dalam jeda, lelaki asing yang menemaniku ngopi, malam itu, perempuan yang menanti, perjalanan terakhir, irama dalam hujan, seruni.



Semua cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen ini, bisa membangkitkan imajinasi para pembaca, dan dengan ilustrasi foto dari Arik S. Wartono di tiap cerpen-cerpennya semakin membuat kisah-kisahnya menjadi imajinatif dan kontemplatif. Ada beberapan cerpen-nya mempunyai kedalaman makna yang bisa didapatkan para pembacanya, berkat tema dan gaya penceritaan hingga menghasilkan cerpen yang menawan. Seperti cerpen antara porong-jakarta, bercerita tentang kepedihan para korban lumpur lapindo tanpa terjebak pada sebuah kisah yang klise. Dengan menggunakan gaya bahasa yang mengalir, sebuah bahasa yang akan kita temui sehari-hari meski ada nuansa satire di dalamnya.



Cerpen Prime customer, deskripsi tentang perasaan dan tokohnya tidak diraikan secara panjang lebar, tapi pembaca dapat menerka pergolakan emosi dan dinamika batin tokohnya lewat dialog-dialog dalam kalimat dan tindakan para tokoh dalam dunia fiksi yang diciptakan oleh wina bojonegoro. “istriku frigid” katanya pilu. “hmmm..syukurlah..” kataku riang. “asem! Kamu senang ya?”. “dengan begitu kau akan selalu datang padaku.” (halaman 55).

Dalam cerpen lelaki berbulu, dengan tehnik penceritaan yang piawai, pembaca seakan menyaksikan lanskap, adegan, dan tokoh-tokohnya. Dengan perkataan lain watak dan alur tokohnya diperagakan dan bukan diuraikan. Juga tema tentang emosi, penyakit jiwa, cinta dan kesetiaan. Dimana sering membuat manusia terombang ambing antara ketegaran dan kerapuhan.



Dan cerpen yang diambil sebagai judul buku “Korsakov!” ini menjadi semacam cerpen sebuah kisah perjalanan, deskripsi latar Dan kalimat-kalimat di awal cerita seperti sebuah puisi cinta yang kaya makna dan berakhir dengan ending yang menikam kepedihan. Hingga membuat pembaca seakan berada begitu dekat dengan sang tokoh yang bernama sri sulastri.



Menarik sekali membaca cerpen Perjalanan Terakhir (halaman 145), pembaca diajak untuk melintasi sebuah batas dikotomi antara laki-laki dan perempuan. Melintasi batas pandangan stereotipe Bahwa tidak selamanya perempuan adalah seorang yang penuh kelembutan. Ada kalanya perempuan juga menyimpan sebuah kekuatan dan kekejaman yang bisa diwujudkan saat motivasi memenuhi rongga dada. “sekarang kau milikku selamanya, kau tak bisa ke mana-mana.” Secara spontan aku bangkit, namun sesuatu menahanku. Kedua tangan dan kakiku terbelenggu pada kursi malas. Dia tersenyum menatap keluar jendela seraya mengayun-ayunkan kursi goyangnya. Dengan wajah penuh kemenangan ia mengangkat segerombolan anak kunci.



Ernest hemingway mengatakan : “ Keanggunan gerak gunung es terjadi hanya seperdelapan bagiannya yang muncul di atas air.” Dalam seperdelapan tersebut menyimpan sebuah magma. Begitupun cerpen, penggalan-penggalan kisahnya menyimpan sebuah makna yang dapat ditafsirkan oleh pembaca.



Secara keseluruhan saya memberikan apresiasi yang tinggi atas Buku kumpulan cerpen ini. Banyak tema yang diambil dan berbagai eksperimentasi tekhnik penceritaan. Sesuai dengan aktifitas wina bojonegoro yang malang melintang di dunia teater. Hingga banyak menemukan hal-hal yang bisa ditangkap dan diolah dalam sebuah cerita. Semoga kumpulan Cerpen “Korsakov” ini dapat menambah Khasanah Kesusasteraan Indonesia , agar semakin Hidup dan semakin menyebar di seluruh Negeri Ini.









*Tulisan ini di muat Di Jawa Pos minggu, tgl. 6 mei 2012

* 10 % atas penjualan buku ini akan disumbangkan kepada : Panti asuhan Adinda, jl. jagir sidoresmo surabaya















Madiun, 24 april 2012

Arif Gumantia, Ssi

Ketua Mejelis Sastra Madiun





Judul buku : Korsakov, kumpulan cerpen pilihan.

Penulis : Wina Bojonegoro

Penerbit : Elmatera, jl. Waru 73 B Sambilegi Baru, Maguwoharjo Yogyakarta.

Cetakan pertama Desember 2011

Jumat, 04 Mei 2012

Sedulur papat lima pancer ( saudara empat dan lima pusat)

Dalam kehidupan manusia, di manapun berada kita akan selalu dikelilingi oleh empat hal pemberian Tuhan yang mendasar dan filosofis. Terus mengikuti kemanapun berada selama kita masih hidup. Juga tidak memandang kategori-kategori dan status sosial manusia tersebut, entah kiai, pendeta, pejabat, petani, pedagang, wanita karir, ibu rumah tangga , dan lain-lain. semua manusia akan mempunyai empat hal yang selalu mengikutinya, dan ada satu diluar empat hal tersebut yang menjadi pusatnya.


Dalam terminologi jawa hal ini di istilahkan sebagai “ sedulur papat limo pancer”. Merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya, karena langsung pada filosofi dasar kita Hidup. Yang Pertama adalah Kesadaran. Kita diberi anugerah kesadaran dalam mengarungi hidup ini. Sadar tentang hidup ini harus berusaha untuk hidup dengan bekerja, untuk selalu beribadah, untuk selalu menebarkan kebaikan dan berbagi kebahagiaan pada sesama manusia.


Kedua adalah Perasaan. Kita di diberi rasa Gejolak hasrat , belas kasihan, cinta, benci, iri hati, semangat, senang, duka, malas, galau, dendam dan lain-lain. Perasaan ini yang sering sekali membuat terompang ambing antara menegakkan sebuah kebenaran yang hakiki dengan rasa belas kasihan. Antara cinta dan rasionalitas, antara sadar untuk berbuat baik dan terpuruk oleh sifat iri hati.


Ketiga adalah Pikiran, pikiran inilah yang selalu menyaring apa-apa yang ditangkap oleh panca indra, menganalisa peristiwa, menyimpulkan hal-2 setelah kita melakukan iqro’. Pikiran ini sering bertempur dengan perasaan, sebelum kita melakukan sebuah perbuatan. Pikiran juga membuat kita selalu menimbang dengan logika, baik logika moral maupun ilmiah.


Keempat adalah Nafsu. Naluri dasar yang mendorong manusia membutuhkan makan, tidur, pemenuhan birahi, pengakuan eksistensi, dan lain-lain. Nafsu inilah yang sering diumbar hingga mengalahkan pikiran, kesadaran, dan kesadaran. Perlu untuk memanajemen-i nafsu dengan baik dan tepat. Dengan selalu belajar nilai-nilai religiusitas yang termasuk moral, etika, dan estetika maka akan ada sesuatu yang akan menjadi “reminder” agar nafsu tidak bergerak liar.


Dan Pusat dari keempat hal tersebut adalah Hati nurani. Disinilah ada diri sejati, dalam kalimat Chairil anwar : temuilah gedong besar dan gelap dalam jiwamu. Tempat diri sejatimu bersembunyi. Setiap tindakan dan perbuatan kita sebenarnya ada “bisikan” dari hati nurani. Benar atau tidaknya tindakan kita. Tapi seringnya kita turuti pikiran, perasaan, nafsu, dan mengabaikan bisikan hati nurani, padahal itulah sebenarnya diri sejati kita. Sesuai tafsir sebuah ayat suci “Tuhan lebih dekat dari urat leher kita”.


Itulah sekilas pemahaman saya tentang sedulur papat limo pancer, semoga bermanfaat. Mari Asah selalu belati nurani untuk menikam bentuk-bentuk kemunafikan.





madiun, 5 mei 2012

Arif Gumantia
GUSDURIANS madiun

Kamis, 03 Mei 2012

Nostalgia dengan QUEEN : "who want to live forever"


Sejarah ini dimulai ketika Roger taylor dan Bryan harold may membentuk grup band smile dengan vokalis Tim Stafell, tidak berapa lama stafell keluar, dan posisi vokalis digantikan Freddie mercury, dan basis john deacon. Dan smile pun mulai berganti nama menjadi QUEEN. Mulailah legenda rock dunia ini lahir, saat album pertama QUEEN(1973) rilis dan album-2 selanjutnya menghasilkan karya-karya masterpiece yang spektakuler dan tetap abadi.


Dengan meramu berbagai musik mulai dari blues, jazz, classic, glam rock, heavy metal, hard rock, di sepanjang karir musiknya, membuat grup Queen menjadi grup Rock legendaris yang bisa disejajarkan dengan Rolling stone, the beatles, the door, yes, pink floyd, led zeppelin, genesis, deep purple dan lainnya. Dan telah membuat para fans-nya memuja para personilnya bagaikan dewa-dewa rock.


Setelah album Queen II killer queen (1974), dan album ketiga “sheer heart attack” (1974) maka puncak ketenaran Queen dimulai saat merilis “a night at the opera” (1975) yang di dalamnya ada lagu Bohemian Rhapsody. Yang langsung berjaya menjadi nomer 1 di inggris dan amerika. Lagu yang berdurasi panjang dengan sentuhan musik klasik dan hard rock juga memadukan paduan suara dengan puluhan vocal track, sehingga menambah kemegahan dan keindahannya.


Setelah A day at the races (1976) maka album “news of the world” (1977) yang terkenal dengan 2 lagu anthem dan biasa digunakan untuk peristiwa-peristiwa olahraga...we will Rock you dan We are the champion. Dan disusul dengan album jazz (1978), live killers (1979), the game (1980), flash gordon (1981) soundtrack film flash Gordon, hot space (1982), the works (1984).


Pada album Kind of magic (1986) ada 2 lagu yang digunakan untuk sountrack film highlander yaitu “a kind of magic” dan “ who want to live forever”. Apa enaknya menjadi seorang yang abadi? Di jawab sang highlander : “terlalu banyak duka daripada sukanya, karena setiap saat saya harus melihat kematian satu persatu dari orang yang sangat saya cintai, di mana mereka tidak bisa hidup abadi sebagaimana saya”.liris dan menyentuh.


Queen mengalami kemunduran yang sangat pesat ketika Freddie Mercury dinyatakan mengidap penyakit AIDS, sehingga memaksa Freddie tidak bisa melakukan tur panjang, dan hanya bisa membuat rekaman di studio. Dan menghasilkan 2 album terakhir saat freddie masih hidup, The miracle (1989) dan Innuendo (1991). Di lagu Innuendo Queen mengajak legenda gitar Steve Howe, gitaris Yes untuk bermain gitar Flamengonya.


Sejak kematian Freddie mercury di tahun 1991, Queen mulai kehilangan Roh-nya meskipun Brian May dan personil lain mencoba menghidupkannya dengan Vokalis baru Paul Roger (mantan vokalis Free) dan berganti nama menjadi Q + PR. Dan di tahun 1995 Brian may , roger taylor, dan deacon merilis album Made in Heaven yang berisi lagu-2 Freddie mercury yang direkam sebelum dia meninggal. Ada lagu it’s beautiful day, i was born to love you, dan lagu yang juga fenomenal Too much love will kill you.


Selain freddie kekuatan Queen juga ada pada gitaris Brian May, yang juga doktor dalam bidang astronomi. Dengan gitar Red special buatannya sendiri (dibuat saat dia berumur 17 tahun bersama ayahnya), menghasilkan lengkingan suara, tone seperti biola yang sangat mistis. Juga permainan hebatnya dalam meramu efek dan multitracking. Selain itu may juga piawai menghasilkan efek simfoni gitar pada lagu “keep your self alive” dan “killer queen”.


Yang tak banyak diketahui Brian may juga piawai memainkan alat musik harpa pada lagu “Love of my life” yang menyayat. Dipadu dengan gitar Gibson Hummingbird saat memetik gitar akustiknya, juga harpa, dan suara Vokal Freddie mercury yang dahsyat, membuat lagu Love of my life ini selalu menyergap perasaan saat di dengarkan, dan membuat kita “melambung dan terhenyak”.


Begitu banyak lagu Queen yang menjadi Favorit para fansnya, Dear freand, save me, jealousy, scandal, one vision, the show must go on, i want to break free, dll. Selain itu lirik-liriknya juga puitis dan menyampaikan sebuah pesan bagi para pendengarnya. Menyuarakan kegembiraan, kepedihan, keterasingan, kegagahan, kerapuhan, dan sering juga luka-luka yang dialami para personelnya dalam menjalani kehidupan.




You will remember when this is blown over,
And everything's all by the way,
When I grow older,
I will be there at your side,
To remind how I still love you
I still love you
I still love you

(love of my life)



Madiun, 4 mei 2012
Arif Gumantia