Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Sabtu, 14 Februari 2009

Ada Carrefour di Pojok Kotaku.

Berjalan-jalan menyusuri Kotaku madiun di waktu malam, ada sebuah pemandangan menarik, Pasar besar yang dipakai transaksi oleh masyarakat menengah kebawah sudah terbakar dua kali. Yang tersisa hanya bangunan-bangunan kosong yang atapnya sudah tidak ada lagi, dan temboknya berwarna Hitam legam, seakan menyimpan sebuah kenangan yang memilukan.
Berjalankea rah kota akan terhadap pemandangan yang kontras atau dapat dikatakan sebagai sebuah paradoks, ada 3 mall yang berjejeran, yaitu Sri Ratu, Giant, Dan Hypermarket, berjalan lagi lebih kea rah menuju ke terminal bis akan kita temukan sebuah Raksasa swalayan dari Prancis Carrefour. Sebuah potret kapitalisme yang berhasil menyingkirkan sebuah pasar tradisional.
Apa yang sebenarnya terjadi? Tidak mudah untuk menjawabnya. Penulis hanya mencoba untuk menguraikan sebab menjamurnya Swalayan baik milik pengusaha dalam negeri dan milik asing. Dimulai dari datangnya IMF atas undangan pemerintah Indonesia untuk memadamkan krisis Moneter 1997-1998. justru tidak berhasil memadamkan api krisis tapi malah membuat sebuah ketimpangan social yg sampai sekarang masih terasa.
Dimulai IMF masuk 31 Oktober 1997, atas perintah IMF tanggal 1 november 1997, pemerintah menutup 16 Bank yang kesulitan likwiditas. Yang terjadi adalah kepanikan para nasabah bank, karena tidak adanya piranti penjaminan dana Nasabah semacam LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan) seperti sekarang. Dimana-mana terjadi antrean panjang. Nasabah menarik semua dananya di Bank, terjadi RUSH, untuk dilarikan ke Luar negeri atau terjadi pelarian modal ke luar negeri. Akibatnya Bank yang sesungguhnya sehat pun akan lumpuh karena penarikan uang yang terjadi secara besar-besaran dan dalam waktu yang bersamaan.
Selain itu atas perintah IMF juga yang sangat Pro pasar dan tanpa proteksi kepada masyarakat tgl. 4 Mei 1998 harga bensin dinaikkan menjadi 71 %. Uraian ini dapat dibaca di dalam bukunya Profesor Joseph Stiglitz berjudul Globlalization and its Discontens yang sangat terkenal, yang menyatakan pada akhirnya IMF hanya menambah krisis menjadi semakin parah.
Hal ini bisa dimengerti karena IMF selalu menggunakan ideology Free Market Ideology atau pasar bebas. Yang terjadi adalah masuknya perusahaan Multiinternasional untuk mengakuisisi atau merger dengan perusahaan local. Selain itu juga membuka pasar yang lebar bagi perusahaan asing untuk masuk ke Indonesia seperti Nestle, Ericsson, Dan Carrefour.
Setelah 10 tahun Carrefour ada di Indonesia maka jelas terlihat makin banyaknya Carrefour ada di berbagai kota di Indonesia. Sebenarnya ada banyak peraturan yang menata perpasaran mulai dari Perpres, Instruksi Gubernur, dan Perda. Sebagai contoh Perda DKI no. 2 tahun 2002., bahwa pasar swasta dengan luas lantai 1000 meter persegi harus berjarak 1 km dari pasar lingkungan dan harus terletak di jalan kolektor atau arteri.
Setelah di lakukan Uji radius yang dilakukan Asosiasi Pedagang Pasar seluruh Indonesia, setidaknya ada 30 pasar swasta atau pasar Modern seperti Giant, Carrefour, Alfamart, Indomaret, Dan Carrefour melanggar ketentuan jarak tersebut. Dan mayoritas adalah Carrefour.
Dalam hal ini tentunya aparat daerah tahu tentang pelanggaran ini, tetapi kenapa tidak ada tindakan penertiban, inilah seharusnya yang harus kita perjuangkan. Adakah sebuah Kolusi antara aparat dan pengusaha, masih harus di uji secara empiris dan berdasarkan bukti-bukti yang nyata. Yang cukup membuat kita prihatin adalah nasib para pedagang tradisional, setelah sekian puluh tahun menempati pasar tradisional dan membangun jaringan pasar di lingkungan sekitar, langganan makin banyak, dan jadi ramai, Pemda menggusur mereka dengan berbagai macam dalih, yang ujung-ujungnya adalah dibukanya pasar Modern sekelas Carrefour di sekitar bekas pasar tradisional tersebut.
Berapa banyak pedagang kecil yang harus kehilangan tempat dan ongkos social yang mahal hanya karena untuk memuaskan nafsu hedonis para kapitalis.
Seperti yang di alami pedagang pasar tradisional di madiun, kebetulan banyak yang merupakan tetangga penulis. Pasar terbakar 2 kali dan tidak jelas apa penyebabnya, setelah mempunyai langganan yang tetap dan pasar menjadi ramai, sekarang mereka terusir untuk direlokasi ke pinggir Stadion Madiun. Dimana dibangun pasar tradisional sementara yang tempatnya saat musim hujan terjadi banjir. Bagaimana mereka akan bersaing dengan Carrefour yang mempunyai tempat yang luas dengan gerai-gerai yang modern, dan harga yang murah, menghipnotis kita bagai laron-laron yang siap mengerubunginya.
Dan sebagai pembanding yang membuat kita cukup mengelus dada adalah jumlah Carrefour yang ada di negeri asalnya Prancis sendiri, ternyata masih kalah dengan Carrefour yang ada di Indonesia. Sebuah Komparasi yang sangat ironis.