Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Minggu, 16 November 2008

Gelembung Hampa Ekonomi Kapitalis.

Dalam sebuah obrolan ringan di sebuah kedai kopi, seorang teman dari TELKOM menceritakan Bahwa Gaji seorang Presiden Direktur sebuah perusahaan Investasi dana dan Saham di Amerika adalah 19 Trilyun Per Tahun! Sebuah angka yang sangat fantastis bagi gaji seorang CEO, tapi tidak bagi Ekonomi Kapitalis, karena memang dalam sebuah Negara yang menganut system Ekonomi Kapitalis seperti Amerika mereka yang paling dihargai jerih payahnya adalah mereka yang berhasil “Melipatgandakan uang”.

Tetapi apakah dengan Pelipat gandaan uang tersebut sudah mencerminkan sebuah Fundamental ekonomi perusahaan tersebut? Banyak analis yang menyatakan seperti Pakar Pemasaran dan management Peter Drucker bahwa Harga-harga saham yang naik drastis bukanlah hasil kinerja dari perusahaan tersebut, tapi lebih karena sentimen positif yang ada di bursa saham, bahkan karena ulah para spekulan yang menginginkan fluktuasi kurs dan saham. Karena disitulah mereka akan dengan mudah membiakkan uang mereka,

Sehingga dinamakan sebagai ‘Bubble economy” atau ekonomi gelembung sabun, sesuatu yang cepat membesar dengan sebuah tiupan tapi tidak mempunyai Volume, hanya berisi sesuatu yang kosong dan hampa. Dan celakanya gelembung tersebut telah meletus di amerika yang akhirnya terjadi Krisis Globlal. Karena dalam system ekonomi kapitalis selalu memisahkan apa yang mereka namakan sector moneter dan sector Riil. Ketidak terkaitan kedua sector ini dapat dilihat pada Virtual transaction di perdagangan derivative yang ada di lantai bursa saham.

Transaksi maya mencapai lebih dari 95 persen dari seluruh transaksi dunia. Sementara transaksi di sektor riel berupa perdagngan barang dan jasa hanya sekitar lima persen saja.
Menurut analisis lain, perbandingan tersebut semakin tajam, tidak lagi 95 % : 5 %, melainkan 99 % : 1 %. Dalam tulisan Agustianto di sebuah seminar Nasional tahun 2007 di UIN Jakarta, disebutkan bahwa volume transaksi yang terjadi di pasar uang (currency speculation and derivative market) dunia berjumlah US$ 1,5 trillion hanya dalam sehari, sedangkan volume transaksi pada perdagangan dunia di sektor riil hanya US$ 6 trillion setiap tahunnya (Rasio 500 : 6 ), Jadi sekitar 1-an %. Celakanya lagi, hanya 45 persen dari transaksi di pasar, yang spot, selebihnya adalah forward, futures,dan options.
Islam sangat mencela transaksi dirivatif ribawi dan menghalalkan transaksi riel. Hal ini dengan tegas difirmankan Allah dalam Surah Al-Baqarah : 275 : Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Bursa sabun yang terus membesar itu diyakini bersifat semu sehingga suatu saat akan terkoreksi. Cepat atau lambat. Tak mungkin ia terus menggelembung tanpa batas. Ini bukan fenomena the sky is the limit. Dalam batas tertentu, gelembung itu akan meletus, mengempis, selanjutnya perekonomian akan bergerak mendatar, tak lagi mengalami akselerasi. Dari kepincangan yang mempunyai disparitas yang tinggi antara Transaksi maya dan transaksi di sector riel inilah yang akhirnya memecahkan gelembung ekonomi kapitalis.


Dan pagi ini Penulis bertemu Marx dalam artikel Martin Manurung ‘Neoliberalisme Kena Batunya’ di Kompas, menyoal turun tangannya pemerintah AS dengan dana talangan untuk menyelamatkan korporasi yang mengalami kesulitan karena ulah dan ketololannya sendiri. dana publik dari pajak tanpa banyak persyaratan digelontorkan kepada korporasi .

Lupakan jargon-jargon mekanisme pasar, tangan-tangan ajaib yang dimitoskan itu, negara dalam hal ini Bush mohon ijin terang-terangan (banyak yang tersembunyi tentunya) untuk melindungi pemilik modal.

Martin kemudian menutup artikelnya “Tesis negara sebagai pelindung modal, sebagaimana pernah dikatakan Karl Marx, menjadi sungguh-sungguh hadir dan nyata dalam krisis AS”.
Dan krisis di AS ini jelas akan menyebar seperti wabah dan pendemi meminjam Marx karena ia bersarang di semua tempat, bermukim dimana-mana, menjalin hubungan-hubungan di mana-mana…

Pelajaran yang dapat dipetik oleh para ekonom-ekonom di Indonesia adalah bahwa sudah sepatutnya kita belajar dari Negara-negara amerika latin yang mencoba membangun system ekonomi sosialis demi kemakmuran rakyat, lupakan invisible hand yang akan mengatur pasar, tapi belajarlah bagaimana Negara sebagai pelindung modal, Negara sebagai pengatur pasar, dan tentunya Negara sebagai pemilik Bumi, air, gas, minyak, dan segala sesuatu yang menguasai hajat hidup masyarakat (Sebagaimana pasal 33 UUD 1945) dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Kita bisa belajar bagaimana Evo Morales Presiden Bolivia menasionalisasi Perusahaan-perusahaan minyak yang dimiliki swasta dan melakukan renegoisasi terhadap kontrak-kontrak kerja antara pemerintah sebelumnya dengan Perusahaan internasional seperti EXXON, CHEVRON, TOTAL ELF, dan lainnya. Juga tentang Reformasi agraria yang membatasi kepemilikan tanah bagi swasta, dan membagikan tanah bagi buruh, tani, dan rakyat miskin. Dan tentunya semua dilakukan dengan penuh transparan dan dapat dipertanggung jawabkan untuk meminimalkan Korupsi, kolusi, dan Nepotisme.

Karena kalau hanya menyelesaikan dengan obat instant, tanpa mengobati ke akarnya seperti sekarang yang dilakukan hanya dengan Intervensi dolar di pasar memakai cadangan devisa, Tight money policy dengan mengerek tinggi Suku bunga, dan juga menaikkan suku bunga pinjaman itu semua hanya mengobati sesaat bagai pasien dengan gigi berlubang yang disuruh minum ponstan. Bahkan, saat kondisi pasar yang panic, intervensi Dolar dengan menggelontorkan Dolar dari cadangan devisa bagaikan menuangkan air dalam sumur yang tanpa dasar. Hanya sesaat sembuh dan akan kambuh lagi, karena pada dasarnya kapitalisme akan rentan terhadap krisis karena system tersebut sudah mempunyai kelemahan sistemik. Mengandalkan kekuatan system moneter tanpa fundamental sector riil yang kuat. Pertanyaan yang timbul akankah kita ber-nostalgia untuk merasakan krisis tahun 1998 yang lalu? Jawabannya adalah, sebagaimana lirik dalam lagunya The Beathles :”Above us only Sky” kita semua mari berdo’a Semoga kita tidak sedang bernostalgia ke Krisis di tahun 1998. AMIN.

Sabtu, 01 November 2008

Menara yang mengepung kota

Dalam Perkembangan Pasar Selular di Dunia, Indonesia termasuk menjadi bagian dari salah satu Negara yang mempunyai pasar yang potensial. Dari data yang dikeluarkan masing-masing Provider terlihat penetrasi yang masuk ke pasar selular baru mencapai sekitar 40 persen dari jumlah penduduk di tahun 2007 yang berjumlah 230 juta jiwa. Hal ini memberikan sebuah peluang yang lebar untuk menambah jumlah pelanggan dari masing-masing provider.
Dengan demikian akan terjadi kompetisi yang ketat antara masing-masing Provider yang ada di industri komunikasi mobile ini. Di seluruh dunia ada 3 milyar pelanggan yang menikmati komukiasi mobile ini, dan diprediksi akan terus meningkat menjadi 5 milyar dalam 4 tahun ke depan. Dengan adanya peluang atau opportunity tersebut tentunya akan memberikan sebuah treatment bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri komunikasi selular untuk mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya.
Adanya peluang, treatment, dan kompetisi yang ketat dalam meraih pelanggan tentunya akan menimbulkan implikasi ataupun dampak bagi masyarakat. Dampak yang bisa menguntungkan dan merugikan, implikasi positifnya ada pada aspek social dan ekonomi baik pada tataran makro maupun pada tataran mikro. Namun demikian akan selalu muncul dampak negative dengan adanya perkembangan tekhnologi apabila tidak segera ditindak lanjuti dengan peraturan perundangan.
Adanya komunikasi mobile atau bergerak dapat meningkatkan dan mempertinggi kualitas hidup masyarakat dunia dan Indonesia khususnya. Penulis ambil beberapa contoh, seperti terbukanya kesempatan kerja baru di semua bidang yang berhubungan dengan industri komunikasi bergerak ini, dalam skala ekonomi mikro banyak muncul Counter-counter Handphone, pengisian pulsa, dan acessoris lainnya yang berhubungan dengan industri selular. Membangun sebuah komunitas baru yang bisa menelurkan ide-ide kreatif dengan adanya penyedia-penyedia konten bagi pelanggan selular. Komunikasi bergerak juga ikut meningkatkan efisiensi, karena di manapun kita berada akan selalu bisa berhubungan baik dengan keluarga maupun dengan dunia kerja. Selain itu daerah-daerah terpencil pun sudah bisa menikmati komunikasi bergerak ini.
Akan tetapi akan selalu ada side effect, gencarnya penetrasi komunikasi mobile ini untuk membangun jaringan komunikasi agar tidak ada Blank spot area, dengan mendirikan menara-menara BTS. Hal ini tentunya akan memberikan dampak negative yang menyangkut Penataan dan Estetika sebuah kota. Belum lagi tentang kekuatan bangunan yang bermuara pada tingkat keamanan dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Suatu misal Kota Jakarta, karena merupakan Ibukota Negara maka Jakarta merupakan Samudera merah bagi kompetisi operator selular untuk meraih pelanggan sebanyak-banyak-nya. Dari data yang dikeluarkan Tabloid Pulsa bulan juli 2008, menyatakan 35 persen pendapatan operator selular berasal dari wilayah DKI Jakarta. Semua operator mulai dari Telkomsel, Indosat, Exelcomindo, 3, Axis, Fren, Smart, Esia, Telkomflexi, dan Ceria semua menyatakan bahwa tingginya mobilitas penduduk Jakarta tentunya membawa konsekuensi perlunya kualitas layanan komunikasi selular yang memuaskan.
Baru-baru ini Pemda DKI memberikan perhatian yang khusus akan pentingnya penempatan menara BTS dalam hubungannya dengan penataan, keamanan, dan tentunya keindahan kota. Bahkan banyak menara-menara tersebut tidak mempunyai ijin yang lengkap untuk mendirikan menara tersebut. Hal ini juga berlaku juga di kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, semarang, Bandung, Medan, Makasar, dan kota lainnya. Semua pemeritah daerahnya berencana akan melakukan penataan ulang penempatan menara di wilayah Bisnis-nya.
Dari data Pemda DKI Jakarta ada 2600 menara BTS di Jakarta, dan sebagai bagian dari penataan ulang kota akan dipangkas menjadi 800 menara saja. Rencana ini sudah sesuai dengan Peraturan Gubernur nomor 89/2006 tentang “Pembangunan dan Penataan Menara Telekomunikasi di DKI Jakarta” dan Peraturan Gubernur nomor 138/2007 tentang “ Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan dan Penataan Menara Telekomunikasi di DKI Jakarta”
Dengan berdasarkan pada Kontinuitas Pelayanan maka para Operator mengadukan peraturan Pemda DKI ini kepada Ditjen POSTEL, karena telah ada peraturan menteri KOMINFO yang secara spesifik mengatur tentang menara BTS. Yang secara logika berarti sudah ada peraturan yang lebih tinggi yang mengaturnya. Padahal kalau saling memaksakan peraturan yang dikeluarkan masing-masing pihak tentunya akan kontra produktif terhadap perkembangan Industri komunikasi bergerak.
Menurut penulis alangkah arif bijaksana kalo semua pihak dari pihak Menteri KOMINFO, PEMDA, Operator selular, dan semua pihak yang terkait mencari sebuah solusi terbaik tentang penggunaan menara BTS ini. Penggunaan Menara Bersama yang coba di usulkan dari Pihak Akademis bisa merupakan salah satu solusinya. Satu menara dipakai bersama dengan Peraturan yang jelas dan Sanksi yang tegas sangat diperlukan untuk mengurangi menjamurnya menara BTS. Tentunya akan menjadi lebih baik kalo menara tersebut diserahkan kepada pihak ketiga diluar operator selular mulai pembuatan sampai perawatannya, karena biar terjadi sebuah kompetisi yang sehat. Selain itu operator tentunya tidak akan mau kalo pengelolaan menara diserahkan kepada competitor mereka. Dengan adanya solusi yang demikian akan bisa memelihara estetika sebuah kota.