Ketika Hak atas tubuh perempuan direduksi oleh realitas lingkungan seperti Dogma dan pandangan-pandangan stereotip, maka di situlah muncul benturan-benturan konflik yang bisa muncul ke permukaan dalam relasi sosial, atau akan dipendam oleh para perempuan itu sendiri, dengan menerimanya sebagai sebuah penderitaan yang seharusnya.
Ini yang menjadi tema dalam cerpen-cerpen Susy Ayu, perempuan kelahiran Purwakarta, jawa barat, 14 juni 1972, di buku kumpulan cerpennya “Perempuan di balik kabut”, dengan 12 cerita pendek di di dalamnya. Yang sebagian besar pernah di muat di media massa. Barangkali dengan disadari atau tak disadari oleh susy ayu, ia telah melakukan kerja keabadiaan.
Karena Menulis adalah bekerja untuk keabadian, mengabadikan pemikiran, perenungan, kegelisahan, kejadian, juga kenanga.
Susy ayu menulis cerita-cerita pendek, yang berawal dari kegelisahan bathin, saat melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi, saat menyusuri kejadian-kejadian di sekitarnya. Dan pada akhirnya menjelma dengan cerita-cerita yang menarik karena kecermatan dan kelugasan dalam menguraikannya. Baik deskripsi latar maupun gagasan yang coba ditawarkannya. Ketika hasrat sebuah kesadaran yang tertinggi yaitu “cinta” berbenturan dengan hak atas tubuh dengan posisi yang saling berlawanan, maka muncullah konflik-konflik yang memukau pembaca di cerpen-cerpen ini.
Dan Susy Ayu memelilih gaya bahasa yang “puitis” dalam bercerita. Sehigga bisa mengaduk-aduk emosi dan imajinasi pembaca. Serupa puisi panjang yang indah, dan banyak alegori dan ironi di dalamnya. Seperti pada cerpen “antara jalan tol dan tepi pantai”. Yang bercerita tentang suami istri yang terobsesi pada masa lalu pasangannya masing- masing, hingga ingin merasakan suasana bercinta yang pernah di alami dengan mantannya. Tetapi ketika hal itu di lakukan dengan orang lain, dan obsesi jadi hilang, bukan kebahagiaan yang di dapat, tapi sebuah keterasingan yang menyergap. (Hal. 19).
Kalau kita cermati, ada sebuah fenomena menarik pada tubuh manusia di abad 21 ini, yaitu terjadinya fenomena paradoks pada tubuh manusia. Pada sisi ekstrim di satu sisi tubuh begitu dipuja dengan berbagai citraan yang di konstruksikan oleh mesin bernama iklan. Pada sisi ekstrim yang lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas tubuhnya, karena harus menuruti citraan-citraan secara sosial, komersial, dan religius dan telah kehilangan tubuh secara real. Seperti cerpen Langit Sephia Berbingkai Jendela, ketika tubuh seorang perempuan harus diserahkan pada seseorang , untuk meraih cinta. Sedangkan si pria hanya menginginkan kemolekan tubuhnya, maka hak atas tubuh tersebut telah hilang secara komersial. Berganti dengan kemewahan-kemewahan hidup, dan harus dilakoninya meski hanya menjadi wanita simpanan. (hal. 21)
Pada cerpen Borges dan labirinku, Susy ayu mencoba bercerita dengan tema hubungan sejenis, perselingkuhan sesama pria, meski masing-masing punya sebuah keluarga yang harmonis. Dengan narasi yang sedikit, tetapi lebih banyak dialog-dalog para tokohnya. Terutama saat bersama sosok imajiner Borges, cerpen ini jadi sangat menarik. Pembaca seakan diajak mencermati dialog-dialognya, agar dapat menggapai tafsir atas maknanya. “hanya dirimu sendiri yang mampu memahami labirin mimpimu, jangan coba-coba memakai cara orang lain. Sebab belum tentu labirinnya sama dengan milikmu. Kuyakin tak pernah sama”. (hal 45).
Ada juga tentang cerita pasangan yang belum menikah, seperti cerita perempuan di balik kabut. Ketika tokoh perempuannya menolak meneruskan hubungan sesksual, meski sudah sangat mencintai pasangannya, tapi dia menghendaki sebuah lembaga perkawinan, di sini Susy Ayu seakan bercerita bahwa hak atas tubuh perempuan bisa berarti juga, bahwa dia berhak menyerahkan tubuhnya menurut apa yang di yakininya sebagai sebuah kebenaran religius, yaitu lembaga pernikahan sebagai bentuk pengesahan cinta juga birahinya. Hingga sang tokoh berkata : Buatku, cinta hanya ada dua : memiliki dan melepaskan.(hal 55).
Ketika hidup dikepung dengan dogma bahwa memilih calon istri adalah sebaiknya yang masih perawan, maka meski harusnya itu tidak akan mempengaruhi hubungan seksual dalam rumah tangga yang di bangun, tapi karena pikiran sudah terkonstruksikan pada dogma tersebut, maka hal ini akan mempengaruhi secara psikis di dalam relasi suami istri, terutama si suami selalu teringat masa lalu pasangannya. Dan susy ayu menceritakannya dalam cerpen rahasia hati (hal. 65). Tanpa ada muatan-muatan yang berkesan menggurui tapi dengan gaya bahasa yang mengalir lugas, tanpa keberpihakan pada salah satu tokohnya.
Di cerpen Nota Perkawinan, dengan gaya penceritaan dari dua sisi, yaitu perasaan sang suami yang sedang sekarat, dan perasaan seorang istri yang sedang menunggui, juga ada seorang kekasih gelap istri yang berusia 27 tahun, cerpen ini menjadi cerpen yang mengaduk emosi Pembaca dan membangkitkan imajinasi pembaca. Meskipun dalam sebuah lembaga pernikahan ,tapi jika hal tersebut dilakukan dengan keterpaksaan, maka perempuan akan mencoba memuaskan hasrat hak atas tubuhnya, di luar lembaga pernikahan tersebut.(Hal. 81)
Milan Kundera pernah menyebut ini adalah era imagology, era kemenangan citra-citra.
Dimana produsen budaya citra telah berhasil menjejalkan sebuah citra menjadi realitas, mimpi, juga harapan ke benak konsumen. ketika hak atas tubuh direduksi oleh citraan-citraan sosial, bahwa seorang perempuan benar-bener menjadi perempuan jika bisa hamil, maka dari situlah awal terjadinya pengesahan seorang laki-laki untuk menikah dengan perempuan yang bisa hamil, atau bahkan melakukan poligami, seperti dalam cerpen Tiket sekali jalan.
Menarik membaca keseluruhan cerpen-cerpen susy ayu ini, meski secara estetis tidak ada pembaharuan dan variasi dalam gaya ungkap. Juga dialog-dialognya yang masih kurang tajam, tetapi tema-tema yang coba diangkat relevan dengan realitas kekinian, dan bisa menjadi ruang untuk menjadi diskusi-diskusi tentang tubuh dan gender.
Semoga kumpulan Cerpen “Perempuan Di balik Kabut” ini dapat menambah Khasanah Kesusasteraan Indonesia , agar semakin tumbuh dan berkembang.
Madiun, 10 nopember 2012
Arif Gumantia
Ketua Majelis sastra Madiun
Judul Buku : Perempuan di balik kabut (Kumpulan cerpen)
Penulis : Susy Ayu
Penerbit : Kosa Kata Kita Jakarta
Cetakan pertama : November, 2011
Arif Gumantia, Ssi
Ketua Majelis Sastra Madiun
Langganan:
Postingan (Atom)