Ketakjujuran akan membuatmu jauh dari orang orang yang kau cintai ( sleeping beauty).
Berita berita tentang oknum TNI dalam Pilpres 2014 datang silih berganti. sebelum hari pemungutan suara 9 juli kita sudah dikejutkan dengan berita adanya anggota babinsa Koptu Rusfandi terbukti melakukan pendataan terhadap warga di wilayah tugasnya di jakarta pusat, tapi tidak bermaksud mengarahkan pilihan warga pada pilpres mendatang.
berita pasca pilpres adalah Komisioner KPU Sulsel Mardiana Rusli mengungkap ada oknum intelijen TNI dari KODIM yang mendatangi sekretariat KPU di empat kabupaten di sulsel yaitu Bulukumba, Pangkep, Luwu, dan Pare Pare. Oknum itu meminta dokumen formulir C1 hasil perhitungan suara pilpres.
dan yang juga marak adalah adanya rumor Cikeas Center. data cikeas center itu sampai cepat karena Presiden SBY menggunakan jalur TNI-Polri di seluruh indonesia.
ketiga hal tersebut segera di bantah oleh Masing Masing Institusi. Terkait dengan Babinsa mabes TNI menyatakan bahwa hal tersebut adalah untuk pendataan dan pemetaan wilayah. Pangdam Sulsel juga menyatakan tidak ada instruksi untuk mendata formulir C1 di setiap TPS. selanjutnya Kapuspen Mabes TNI Mayjen Fuad Basya menyatakan petugas teritorial TNI-AD mencatat hasil pemungutan suara hanya untuk keperluan pemetaan kekuatan politik dan kerawanan konflik sosial di daerah tersebut.
sedangkan JUbir Prsesiden Menegaskan bahwa tidak ada pusat tabulasi suara di cikeas atau yang disebut cikeas center.
dalam pilpres seperti saat ini, di mana struktur penyelenggara Pemilu di tingkat bawah ada yang juga merupakan timses dari para capres, dan juga struktur birokrasi mulai dari gubernur dan bupati yang pasti juga adalah berasal dari parpol dan juta timses salah satu capres maka kenetralan TNI amat sangat mutlak diperlukan, karena untuk mengantisipasi adanya kecurangan yang bisa memunculkan potensi konflik di sebuah daerah.
Akan tetapi menurut saya meminta dokumen form C1 bagi TNI itu tidaklah perlu. yang diperlukan adalah sekedar mencatat saja hasil hasil di TPS, yang bisa dilakukan oleh masing masing babinsa di tiap tiap koramil, untuk kemudian di rekapitulasi di KODIM. sebagai bahan untuk pemetaan kekuatan politik pasca pilpres. hingga bisa melakukan tindakan preventif agar tidak sampai terjadi konflik sosial yang di akibatkan friksi dari para pendukung atau simpatisan capres.
sedangkan pendataan sebelum pilpres seperti yang dilakukan babinsa di jakarta, menurut saya hal ini tidak perlu dilakukan. yang perlu dilakukan adalah sesuai namanya yaitu bintara pembina desa dengan cara mengadakan dialog secara intens dengan para tokoh tokoh di daerah tersebut yang mempunyai pengaruh kuat atau tokoh yang mempunyai massa jumlah besar, agar bisa memberikan pengaruhnya untuk menciptakan suasana yang kondusif aman dan damai baik sebelum pilpres, saat pilpres, dan pasca pilres.
tentunya hal demikian bisa dilakukan apabila semua jajaran di TNI benar benar melakukan komitmen Netral dalam pilpres, baik dalam sikap maupun tindakan.
Berita berita tentang oknum TNI dalam Pilpres 2014 datang silih berganti. sebelum hari pemungutan suara 9 juli kita sudah dikejutkan dengan berita adanya anggota babinsa Koptu Rusfandi terbukti melakukan pendataan terhadap warga di wilayah tugasnya di jakarta pusat, tapi tidak bermaksud mengarahkan pilihan warga pada pilpres mendatang.
berita pasca pilpres adalah Komisioner KPU Sulsel Mardiana Rusli mengungkap ada oknum intelijen TNI dari KODIM yang mendatangi sekretariat KPU di empat kabupaten di sulsel yaitu Bulukumba, Pangkep, Luwu, dan Pare Pare. Oknum itu meminta dokumen formulir C1 hasil perhitungan suara pilpres.
dan yang juga marak adalah adanya rumor Cikeas Center. data cikeas center itu sampai cepat karena Presiden SBY menggunakan jalur TNI-Polri di seluruh indonesia.
ketiga hal tersebut segera di bantah oleh Masing Masing Institusi. Terkait dengan Babinsa mabes TNI menyatakan bahwa hal tersebut adalah untuk pendataan dan pemetaan wilayah. Pangdam Sulsel juga menyatakan tidak ada instruksi untuk mendata formulir C1 di setiap TPS. selanjutnya Kapuspen Mabes TNI Mayjen Fuad Basya menyatakan petugas teritorial TNI-AD mencatat hasil pemungutan suara hanya untuk keperluan pemetaan kekuatan politik dan kerawanan konflik sosial di daerah tersebut.
sedangkan JUbir Prsesiden Menegaskan bahwa tidak ada pusat tabulasi suara di cikeas atau yang disebut cikeas center.
dalam pilpres seperti saat ini, di mana struktur penyelenggara Pemilu di tingkat bawah ada yang juga merupakan timses dari para capres, dan juga struktur birokrasi mulai dari gubernur dan bupati yang pasti juga adalah berasal dari parpol dan juta timses salah satu capres maka kenetralan TNI amat sangat mutlak diperlukan, karena untuk mengantisipasi adanya kecurangan yang bisa memunculkan potensi konflik di sebuah daerah.
Akan tetapi menurut saya meminta dokumen form C1 bagi TNI itu tidaklah perlu. yang diperlukan adalah sekedar mencatat saja hasil hasil di TPS, yang bisa dilakukan oleh masing masing babinsa di tiap tiap koramil, untuk kemudian di rekapitulasi di KODIM. sebagai bahan untuk pemetaan kekuatan politik pasca pilpres. hingga bisa melakukan tindakan preventif agar tidak sampai terjadi konflik sosial yang di akibatkan friksi dari para pendukung atau simpatisan capres.
sedangkan pendataan sebelum pilpres seperti yang dilakukan babinsa di jakarta, menurut saya hal ini tidak perlu dilakukan. yang perlu dilakukan adalah sesuai namanya yaitu bintara pembina desa dengan cara mengadakan dialog secara intens dengan para tokoh tokoh di daerah tersebut yang mempunyai pengaruh kuat atau tokoh yang mempunyai massa jumlah besar, agar bisa memberikan pengaruhnya untuk menciptakan suasana yang kondusif aman dan damai baik sebelum pilpres, saat pilpres, dan pasca pilres.
tentunya hal demikian bisa dilakukan apabila semua jajaran di TNI benar benar melakukan komitmen Netral dalam pilpres, baik dalam sikap maupun tindakan.