Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama yang
dilaksanakan pada tanggal 1-5 Agustus 2015/16-20 Syawal 1436 H, bukan saja
merupakan forum tertinggi organisasi melainkan juga sebagai ajang silaturrahim
antar warga Nahdliyyin. Salah satu bentuk pelayanan Panitia Muktamar kepada
warga Nahdliyyin yang hadir di muktamar adalah berbagai forum terbuka
yang memungkinkan terjadinya interaksi antar sesama warga dengan kalangan warga
NU. Selain itu juga bisa menjadi sarana hiburan bagi para pengunjung dari
berbagai penjuru negeri.
Satu di antaranya adalah Pameran
Seni rupa atau Lukisan dengan Tema : “Gus Dur Wajah Semua Kerinduan”. Tanggal
2-5 Agustus 2015 di halaman Masjid Ulul Albab, PP Tebuireng.Jombang. Pameran
yang menampilkan dan mengapresiasi karya 14 Pelukis, kebanyakan
pelukis-pelukis Muda. Pelukis pelukis ini melukiskan perasaan dan imajinasinya
tentang Salah satu sosok yang dirindukan di perhelatan muktamar ini, yaitu
sosok Gus Dur. Karena Gus Dur adalah representasi tokoh NU yang telah menjadi
milik bangsa.
Jadi kerinduan kepada Gus Dur bukan
hanya milik para kiai dan santri, bukan hanya milik para Nahdliyyin, bukan
hanya milik para muktamirin. Namun, kerinduan ini milik semua. Karena Ketokohan
seorang Gus Dur yang melintasi segala sekat dan batas. Berdiri di semua agama,
ras, suku dan golongan. Tokoh yang bisa akrab kepada siapa saja baik politisi,
pejabat pemerintahan, seniman, dan rakyat kecil yang terpinggirkan juga
kelompok minoritas.
Dalam sepanjang sejarah
penyelenggaraan Muktamar NU, ini adalah kali pertama pameran lukisan menjadi
salah satu acara di dalamnya. Maka pengunjung dengan antusias melihat lukisan
lukisan yang di pajang di sebuah tempat yang di sulap menjadi semacam galeri
kecil di halaman depan masjid. Pelukis AC Andre Tanama dengan judul Dari
kesunyian, Yas’ari Amin Muhlas : Konspirasi hitam, Laksmi Shitaresmi : Portrait
of Gusdur, Pius Satria: Untitled, Dia Natanegara : Wajah Gus Dur, Muh Nadziril
Bunyani : Dia Melihat, Tungan Iskandar: Ziarah Jombang, Ramadhan Arif Fatkhur :
anak anak dari anak anak, Sony Prasetyotomo: Rahmatan Lil alamin, Bagas
Damariandra: Addkhil, Anggar Prasetyo: Fragile, Saikhul Hasanudin: Mambaca
Perdamaian, Ahmad Fariddudin Ghani: Gus Dur, Koskow Widyatmoko: pergilah ke
sudut sudut hati.
Dalam lukisan-lukisan tersebut
terlihat bagaimana pelukis mengeksplorasi Gus Dur lewat bahasa
seni, hingga menjadi penanda yang melaluinya kita bisa memproyeksikan harapan.