Tak bisa kita pungkiri, bahwa saat-saat ini terutama dengan
maraknya media sosial, kebanyakan orang beranggapan bahwa puisi memiliki image
yang buruk, tak lebih dari sekumpulan kata-kata
aneh yang tak dimengerti, ungkapan perasaan mendayu-ndayu, atau kalimat-kalimat
putus asa penuh tanda seru, hingga beranggapan bahwa Puisi tidak ada
hubungannya dengan kehidupan. Hal demikian itu tentu anggapan yang salah karena
adanya kesalahpahaman.
“Puisi” berasal dari kata Yunani “poiesis”—“poiein”, yang
artinya “menemukan”—“menciptakan”. Sebagai penemuan-penciptaan, puisi tentu soal penghayatan, pertanyaan terhadap
realitas dalam diri maupun di luar diri. dan bagaimana mencari jawabannya. Hal ini membuat puisi selalu
relevan bagi kehidupan, bahkan signifikan atau penting. Jawaban-jawaban atau
realitas-realitas baru yang ditemukan dalam proses penghayatan itu tentu belum
terbahasakan, sehingga dibutuhkan metafor-metafor yang diciptakan melalui penukaran,
pengubahan tanda, atau analogi dari aset bahasa berdasarkan prinsip-prinsip
similaritas-dissimilaritas, yang ketepatan dan kebermaknaan merupakan
taruhannya. Puitik adalah kata sifat bagi puisi atau hal-hal yang berkaitan
dengan puisi. Sebagai kata benda, puitik adalah praktik menulis puisi atau
komposisi puitik, risalah mengenai sifat, bentuk, dan hukum puisi.
Metafor adalah kreativitas pertama dalam puisi, untuk
mengomunikasikan kebaruan-kabaruan itu,
masih dibutuhkan penemuan-penciptaan strategi-strategi penyampaian dengan mengeksplorasi dan
mengeksploitasi daya tarik logos, ethos, dan pathos, dari bentuk, gaya, sampai
irama dan rima untuk dapat dipahami, diterima, diingat oleh pembaca, dan pada
akhirnya menggerakkan pembaca, mempengaruhi kesadaran dan keputusan tindakan
mereka. Karena relevan dengan kehidupan, maka metaphor-metafor yang diciptakan
haruslah dekat dengan kehidupan dan tidak
menjauhkan dari kehidupan, seperti anggapan salah kaprah yang selama ini
terjadi, semakin rumit metafor maka semakin bagus puisi tersebut, selain itu
karena Puisi adalah bagian dari seni tentu Metafor tersebut mempunyai nilai
estetika.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) me·ta·fo·ra
/métafora/ didefinisikan sebagai "pemakaian kata atau kelompok kata bukan
dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan
persamaan atau perbandingan.[1] , misal tulang punggung dalam kalimat
"pemuda adalah tulang punggung negara".Metafora adalah majas (gaya
bahasa) yg membandingkan sesuatu dengan yang lain secara langsung. Metafora
adalah gaya bahasa perbandingan. Dengan kalimat yang singkat, metafora adalah mengungkapkan ungkapan secara
tidak langsung berupa perbandingan analogis.
Kreatifitas Penciptaan Metafor-metafor ini dipadukan dengan
eksplorasi dan eksploitasi Logos (pernyataan-pernyataan yang dapat kita
logika), Ethos (menarik perhatian pembaca puisi tersebut sehingga bisa
membangkitakan imajinasi, inspirasi, dan mempengaruhi kesadaran atau dalam bahasa Chairil Anwar, membuat
pembacanya “melambung dan terhenyak”), dan Pathos (membangun hubungan
emosional/perasaan antara penyair dan pembacanya, hingga tergerak untuk
menafsirkan makna puisi tersebut).
Kreatifitas selanjutnya adalah Ironi. Menurut Sapardi Djoko Damono Ironi inilah sebenarnya terletak
inti puisi, Sapardi menyebutnya sebagai : “bilang begini, maksudnya begitu”.
Penyair menyampaikan sesuatu gagasan tetapi cara penyampaiannya dengan
menggunakan peranti bahasa yang berupa metafora, personifikasi, dan ironi
sehingga pembaca harus menafsirkan makna yang tersirat dari larik larik puisi
tersebut.dan terkadang puisi puisi tersebut bisa menjadi puisi parabel atau
nasehat bagi pembacanya. Disini diperlukan kecerdasan pembaca untuk menafsirkan
puisi bukan hanya apa yang tersurat, tetapi juga apa yang tersirat, hingga bisa
menggali gagasan dan amanat puisi yang ingin disampaikan Penyair.
Sapardi memberi contoh seperti soneta yang ditulis Chairil
Anwar “Kabar dari Laut” :
…………………………..
Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi
Pembatasan Cuma tambah menyatukan kenang
Dan tawa gila pada wiski tercermin tenang.
…………………………………….
Kata kata yang dipilih Chairil Anwar mengekspresikan gejolak
emosi yang kuat, dan menggunakan perumpamaan atau ibarat bahwa hidup
berlangsung antara buritan dan kemudi. Dan contoh metafora pada Puisi WS.
Rendra :
………………………..
Dadanya bagai daun talas yang lebar
Dengan keringat berpercikan
Ia selalu pasti sabar dan sederhana
Tangannya yang kuat mengolah nasibnya
…………………………..
Penyair menggunakan kata bagai untuk membandingkan dua hal,
dadanya bagai daun talas yang lebar. Dada petani dan daunt alas. Penyair
menggunakan Metafora atau perbandingan : dua hal dibandingkan dengan maksud
menjelaskan maknanya. Tangannya yang kuat mengolah nasibnya, nasib yang
abstrak, dianggap sebagai sesuatu yang kongkret hingga bisa diolah seperti
sawah.
Perkembanga puisi erat kaitannya dengan perkembangan bahasa,
oleh karena itu Penyair harus cermat dalam memilih kata dan gaya bahasa.
Penyair memang sering dikatakan bisa menciptakan bahasa ‘baru’ karena memiliki
licentia poetica atau hak khusus dalam menulis sastra. Setidaknya mampu dan
memiliki hak untuk menciptakan ungkapan baru,
Atau sebaliknya, penyair bisa juga kembali ke bahasa klasik untuk
mengusahakan kecermatan ekspresi seperti yang dilakukan oleh penyair Amir
Hamzah.
Di kebudayaan manapun di belahan dunia ini puisi banyak
ditulis sebagai bagian dari simpati kepada orang susah. Sebagai contoh puisi Toto Sudarto Bachtiar “Gadis
peminta-minta”
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
……………………….
Duniamu lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tetapi yang begitu kau
hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
…………………
Sajak yang ditulis tahun 1955 itu bisa dianggap mewakili
puisi tahun 50-an yang banyak mengungkapkan simpati penyair terhadap orang
miskin.
Berbicara tentang puisi tentu tidak pernah lepas tentang
tema cinta, pengalaman yang sangat
merepotkan kita, hingga para penyair manapun sejak penciptaan puisi klasik
sampai sekarang sering menciptakan puisi dengan tema cinta.
Seperti Puisi Legendaris Karya Sapardi Djoko Damono ini :
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada”
Puisi juga bisa digunakan oleh penyairnya untuk
memperlihatkan sikap hidupnya, baik dengan teknik menggunakan gaya ungkap prosa
liris atau puisi tentang peristiwa . Dari paparan di atas terlihat kedekatan
atau relevansi Puisi dengan kehidupan, sehingga tugas para Penyair adalah
berusaha menciptakan kreatifitas-kreatifitas , dan teknik mengeksplorasi kata,
bahasa, diksi agar menjadi Puisi yang
dekat dengan kehidupan.
Arif Gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun