Kekalahan yang agung dan kemenangan yang senyap
Dalam kehidupan, kita selalu berharap menang menghadapi
kompetisi-kompetisi yang kita jalani. Sehingga Grup Rock Queen pun membuat lagu
dengan judul “We Are The Champion”...
We are the
champions - my friendsAnd we'll keep on fighting - till the end -We are the
champions -We are the championsNo time for losers'Cause we are the champions -
of the world –
dan
kita pun berlomba-lomba membuat rekor kemenangan dalam hal apapun. Hingga terkadang
lupa, bahwa ada proses untuk mencapai kemenangan itu, ada rangkaian cara untuk
menggapainya. Ketika kita ingin meraih kemenangan dengan cara apapun bahkan dengan cara yang tidak elegan atau bisa
diistilahkan cara yang tidak “sportif” maka kemenangan yang kita raih pun akan
menyisakan rasa hampa di hati. Tidak ada rasa “pride” karena kita telah menipu
hati nurani sendiri.
hal
ini bisa kita rasakan pada kekalahan Ahok, judul diatas saya maksudkan sebagai
sebuah realitas yang kita rasakan pasca Pilkada DKI. Ahok memang kalah, boleh dikatakan telak dalam
hitungan matematis, tetapi proses-proses yang
dilaluinya bener-bener hebat dan ada berbagai upaya rekayasa untuk
membuatnya kalah. Hal yang pertama dan utama yang saya maksud adalah tuduhan
penistaan Agama.
Kalau
kita cermati, dan sebagaimana juga dinyatakan dalam pernyataan sikap Jaringan
Gusdurian bahwa tidak ada nada Ahok sedang menghina, juga kalau kita bisa
mencermati susunan dan urutan kata dalam pernyataan Ahok tersebut. Dari titik
inilah awal segala trik dan intrik
dimulai. Mulai dari gelombang Demo berjilid-jilid dengan tema bela agama
sampai hal-hal intimidasi untuk tidak mensholatkan mayat yang memilih Ahok,
sang penista agama.
Dan
yang lebih tragis lagi Ahok harus dipenjara dengan tuduhan yang tidak pernah
dilakukannya yaitu menistakan Agama Islam. Dan kenapa saya menyebutnya dengan
kekalahan yang Agung, karena meski Ahok kalah, tetapi kalah dengan sportifitas,
dan ketika Ahok dipenjara, ribuan orang menyalakan lilin-lilin di setiap kota
di seluruh penjuru negeri ini, sebagai bentuk solidaritas, memberikan simpati
dan empati, seakan memeberi pesan kepada dunia seperti ungkapan yang sangat
terkenal : lebih baik menyalakan lilin darupada mengutuk kegelapan.
Saya
jadi ingat lirik puitis lagu karya James F Sundah, yang dinyanyika chrisye
..Lilin-lilin kecil
Engkau lilin-lilin kecil-Sanggupkah
kau mengganti-Sanggupkah kau memberi-Seberkas cahaya-Engkau lilin-lilin kecil-Sanggupkah kau berpijar-Sanggupkah kau
menyengat-Seisi dunia
Sehingga setiap hari bisa kita saksikan ribuan
nyala lilin di penjuru kota, sebuah isyarat, sebuah tanda bahwa Ahok selalu ada
di hati masyarakat Indonesia, bukan hanya masyarakat DKI saja, meski beliau
adalah Gubernur DKI. Inilah apa yang dikatakan oleh Gus Dur, Bahwa yang lebih
penting dari politik adalah Kemanusiaan. Masyarakat yang cinta NKRI merasa
mempunyai perjuangan yang sama yaitu menjaga keutuhan NKRI agar tidak terpecah
belah oleh politik identitas dan politik perbedaan.
Pada titik inilah saya merasakan bahwa ini adalah
sebuah kekalahan yang agung bagi Ahok dan bagi para pendukungnya. Dan bagi
pihak yang menang ini adalah kemenangan yang senyap, bukan sesuatu yang
gemilang karena sesungguhnya kemenangan sejati adalah kemenangan melawan
nafsu-nafsu sendiri. Kemenangan yang senyap pada akhirnya akan terasa hampa,
karena tidak ada nilai-nilai cinta kemanusiaan di dalamnya.
Arif Gumantia