“Ya, begitulah hidup. Kita nggak pernah tahu apa yang
terjadi esok. Kita berdua menaiki kereta yang sama. Ke tujuan yang sama pula.
Tapi kita sedang sama-sama menghadapi persoalan yang tak pernah kita duga-duga.
Aku barusan mendengar di iPodku lagu John Mayer, Stop this train. Tahu nggak?
Tiba-tiba aku merasa capek. Pengen berhenti. Tapi kita tak boleh capek dan
berhenti kan?” (Hal 139). Penggalan dialog dalam Novel inilah barangkali salah
satu pesan yang hendak di sampaikan dalam Novel Wuni karya Ersta Andantino ini.
Novel dengan sebagian besar ceritanya berdasarkan Legenda Jawa.
Menulis Novel dengan garis besar cerita yang dikisahkan
berasal dari legenda diperlukan
kepiawaian dalam teknik menulis cerita
dan kecermatan dalam menyampaikan
gagasan . Kalau novelis kurang cermat maka akan terjadi banya distorsi, karena
di dalamnya kental dengan unsur seperti mitos dalam pengertian menceritakan terjadinya alam semesta, dunia
dan para makhluk penghuninya, bentuk topografi, kisah para makhluk supranatural,
dan sebagainya, unsur kekuatan magis
yang sulit untuk dibuktikan secara ilmiah, dan unsur dunia gaib. Jalinan
unsur-unsur ini memang bisa menyergap dan menghipnotis pembaca untuk membacanya
dengan berbagai pikiran yang berkecamuk, hingga pembaca tetap setia dan tak sabar untuk segera
menyelesaikan bacaannya. Tetapi bisa juga menjadi bumerang yang membuat
pembacanya tidak meneruskan bacaannya karena novel tersebut menjadi novel
tentang klenik yang membosankan.
Seperti kita ketahui Legenda (bahasa Latin: legere) adalah
cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita sebagai sesuatu
yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai
"sejarah" kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak
tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali
jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak
dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus
dibersihkan terlebih dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat
folklore.
Dan Ersta Andantino,
Novelis kelahiran Nganjuk, Jawa Timur,
mencoba menulis Novel dengan judul Wuni,
menggabungkan realitas alam nyata dan alam gaib yang berjalin kelindan
dengan tradisi-tradisi yang ada di Pulau Jawa secara turun temurun. KIsah Novel ini dimulai saat sang tokoh Jaka
Teruna harus pulang ke desa Wuni, klaten, Jawa Tengah untuk mendapatkan Warisan harta benda yang
melimpah secara tak terduga, karena mempunyai Tanda lahir Noda Putih seperti
gambar jantung yang ditumbuhi bulu putih tipis dan halus.
Dalam istilah bahasa jawa disebut Toh. ( Hal. 33 ) karena
menurut surat wasiat dari almarhum Mbah kakungnya ( Kakek laki-laki) hanya anak
yang terlahir dengan tanda lahir tersebutlah yang bisa membersihkan harta
benda.
kekayaan leluhur Jaka
tersebut tidak di dapatkan seluruhnya dengan cara-cara yang baik. Salah satunya
adalah kakeknya yang bernama Soentoro, membuat perjanjen (perjanjian) dengan
makhluk gaib, Jin, untuk mendapat kekayaan, dengan cara menyerahkan salah satu
istrinya yang bernama Sumi kawin dengan jin, Genderuwo. (Hal 43). Dalam kisah
tersebut istri Soentoro ada 3, Sumi, Darmi , dan Suminah. Sedang Jaka adalah
cucu dari Darmi. Untuk itulah Harta kekayaan tersebut harus dibersihkan agar
tidak menimbulkan mala petaka bagi semua keturunannya. Dan takdir telah
menggariskan bahwa hanya Jaka yang bisa membersihkannya.
Ada beberapa hal yang bisa saya sampaikan sebagai bentuk
apresiasi setelah membaca Novel ini, yang pertama adalah narasi-narasi
Prosaisnya sebagian besar berisi idiom, metafora, dan perlambang dari
kebudayaan Jawa, dengan adanya catatan kaki yang sangat membantu pembacanya
yang tidak mengerti bahasa jawa. Beberapa dialognya digunakan oleh penulisnya
untuk menceritakan setting suasana, tempat kejadian peristiwa dan kharakter
para tokohnya, sehingga membuat kontruksi cerita yang tidak membosankan.
Narasi-narasi tersebut bersintesa dengan kenyataan sejarah, penggalan biografi
tokoh-tokohnya, dan kisah fiksi hingga menghasilkan perpaduan dalam kesatuan
novelistis.
Yang kedua adalah tema utama atau gagasan yang hendak
disampaikan oleh penulisnya yaitu tentang jalan hidup manusia, takdir yang
dipanggulnya, dan nasib yang penuh dengan jalinan asing dan rahasia. Gagasan
ini disampaikan bukan secara gamblang dan menggurui, tetapi dengan berbagai
perlambang yang tersirat dan terkadang dalam dialog antar tokohnya. Sesekali
diselingi dengan kisah pewayangan yang di dalamnya banyak pesan-pesan bijak
yang kontemplatif seperti dalam lakon Sastra Jendra Hayuningrat Pangruating Diyu.
(Hal 287).
Dan yang ketiga adalah gaya bercerita dan plot ceritanya
yang mengalir linier dan mempunyai perpaduan yang kuat dengan latar kisahnya,
meskipun Ada beberapa flash back di
kisahnya. Perpaduan yang kuat ini membuat pembaca bisa mengimajinasikan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di suatu tempat sekaligus suasana magis yang
melingkupinya. Di beberapa kisahnya terkadang menyergap kesadaraan kita karena
kekuatan dari cerita yang dikisahkanya, seperti saat jaka harus bertarung
dengan berbagai kekuatan hitam yang berasal dari makhluk gaib. (Hal. 319)
Secara keseluruhan novel ini menarik untuk kita baca dan
kita renungkan sebagai bagian dari
refleksi tentang hakikat hidup. Catatan
kritis atas novel ini adalah penulis terlalu menonjolkan sisi penceritaan
sehingga eksplorasi tentang sisi negative dari sebuah budaya belum tergarap
secara optimal, seperti feodalisme dan konstruksi patriarki, agar novel tidak
terjebak pada sekedar kisah yang mengharu biru, tetapi juga bisa memenuhi
unsur-unsur sastrawi.
Judul Buku : Wuni
Penulis : Ersta Andantino
Jumlah Halaman : 332 Halaman
Penerbit : Javanica
Jln. Permai Raya 11, Pamulang I, Blok BX2/9, RT. 02/12
Pamulang Barat Tangerang selatan
Telp : 021-7400789