Fenomena "Om Telolet Om" ini berawal dari video
yang beredar di media sosial mengenai kebiasaan anak-anak di sekitar Jepara,
Jawa Tengah yang meminta supir bus yang melintas untuk membunyikan klaksonnya.
Bahkan ada juga yang sengaja menulis tulisan besar "Om Telolet Om"
agar dibaca oleh supir bus.
Sejak itu, video "Om Telolet Om" menjadi viral di
dunia maya. Tidak hanya di tanah air, tapi juga sampai ke telinga selebritas
mancanegara seperti Zedd, Martin Garrix, DJ Snake, Alesso, dan The Chainsmokers
yang terlibat dalam perbincangan seputar "Om telolet Om" dalam akun
resmi media sosial mereka.
Situs tangga lagu Billboard bahkan menanyakan arti "Om
telolet Om" yang sedang ramai di Indonesia. Billboard menduga ramainya
perbincangan para DJ kenamaan terkait dengan bunyi klakson bus itu identik
dengan suara efek instrumen elektronik yang biasa mereka pakai.
" Billboard Dance melihat klip video telolet, dan
memang terdengar seperti instrumen elektronik. Kami bisa membayangkannya
menjadi lagu tema sebuah festival," tulis Billboard dalam situsnya.
Hal ini kalau kita cermati sebenarnya menarik, karena sebuah
bunyi klakson yang sebenarnya nadanya sederhana bisa disukai banyak anak-anak. Sebenarnya
anak-anak menyukai hal ini bukanlah hal yang baru, sekitar 2 tahun yang lalu
anak saya sudah sering duduk di pinggir jalan raya depan rumah untuk memberi
kode pada para sopir Bus Pariwisata, agar membunyikan klakson “telolet”nya. Setelah
itu dia meng-upload foto-fotonya di akun Media Sosialnya dengan hastag
#telotet.
Mengapa anak-anak menyukainya? Jawabannya bisa beragam. Barangkali hal ini bisa dikaji dalam berbagai
analisis ilmiah. Psikologi anak, kajian tentang bunyi, dan filsafat. Dari apa
yang saya lihat, kegembiraan anak-anak itu mengisyaratkan 2 hal yaitu
spontanitas untuk keluar dari rutinitas dan kesederhaan yang menghibur. Anak-anak
sekarang membutuhkan sebuah hiburan yang sederhana untuk bisa keluar dari
rutinitas mereka sekolah dan berbagai kegiatan les tambahan pelajaran yang
membelenggu, termasuk hiburan-hiburan yang membosankan seperti menonton televisi
dan main game di handphone.
Maka ketika ada sebuah hiburan di luar rumah yang sederhana
yaitu bunyi Telolet, maka mereka dengan
serta merta menyukainya. Ada sebuah interaksi sederhana antara mereka dengan
sopir bus, yang menyadarkan kita semua bahwa dunia anak-anak adalah dunia
interaksi komunikasi dan dunia penuh canda tawa. Dunia yang tidak bisa dibatasi
oleh pelajaran-pelajaran yang membelenggu pada masa kecil mereka. Maka tugas
kita semua bagaimana membuat hiburan-hiburan yang sederhana di anatara
rutinitas sekolah yang mereka jalani.
Sedangkan dari tinjauan Filsafat pernah di tulis oleh Prof.
Tommy F Awuy pada akun medsos Twitternya bahwa .kalo pake teori biopolitik michel foucault,
"telolet" itu reproduksi dari relasi power suara marjinal dengan
kapitalis bus pariwisata. Menarik sekali jika hal ini kita diskusikan. Ada sebuah
ironi di dalamnya, bahwa hiburan kaum
anak-anak marginal ini adalah hasil produiksi dari kapitalisme. Kapitalisme bus
pariwisata di satu sisi membuat banyak orang yang tidak punya modal atau capital
menjadi penonton di industri Bus pariwisata, atau hanya men jadi
pekerja-pekerja (buruh) di industri tersebut. Tetapi di sisi yang lain
menghasilkan hiburan bagi anak anak marjinal. Apakah hal ini disengaja oleh industri-industri
Bus Pariwisata?
Komunitas Bismania mengatakan asal usul klakson bus telolet
dari Arab Saudi dan dibawa pengusaha perusahaan otobus (PO) Indonesia ke sini.
Di Indonesia, klakson telolet itu dipasang pada armada bus untuk memberikan
ciri khas."Jadi sekitar tahun 2002-2004 yang lalu, owner kita, Teuku Erry
Rubihamsyah katakanlah tertarik dengan suara klakson yang ada di negeri Arab
(Saudi) sana untuk klakson bus atau truk kendaraan besar, nggak cerita detil
sih ya, singkatnya tertarik dengan klakson itu, coba dibeli dan dibawa ke
Indonesia dipasang di busnya beliau, seperti itu," tutur Manajer Komersial
PO Efisiensi, Syukron Wahyudi kala berbincang dengan detikINET, Kamis
(22/12/2016).
Yang pasti, imbuhnya, klakson aslinya terdiri dari 3 corong
dengan bunyi te-lo-let yang bila dipencet lama bisa berbunyi telolet-telolet.
Saat awal-awal bus dipasang klakson telolet itu, banyak masyarakat merespons negative.Namun,
rupanya kegemaran masyarakat berubah sejak 4 tahun terakhir. Klakson telolet
tersebut digemari, warga malah meminta membunyikan klakson itu. "Itu
hampir di setiap daerah dekat-dekat dengan sekolahan biasanya anak-anak yang
minta. Pokoknya tiap ada sekolahan minta dibunyikan, anak-anak melambaikan
tangan itu di daerah jalur bus reguler kami Cilacap, Jogja, Purwokerto,"
jelas dia.
Hal ini adalah kreatifitas dari sebuah industri transportasi, dan ketika ada efek samping
yang positif yaitu memberikan hiburan bagi anak-anak, tentu bisa dijadikan
bahan kajian yang menarik. Tugas pemerintah dan kita semua tentunya adalah
bagaimana membuat anak-anak nyaman dan aman dalam menikmati hiburan ini. Karena
berdiri di pinggir jalan raya dalam kondisi bus yang kadang kencang melaju,
tentu bisa membahayakan anak-anak. Memang
fenomena “Telolet” ini membuat kita semua terhenyak, bahagia bagi anak-anak itu
ternyata sederhana. Mungkin bahagia kita
sebenarnya juga sederhana.
TELOLET.
Arif Gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar