Dalam sebuah obrolan ringan di kedai kopi, seorang bapak pengrajin meubel bertanya kepada penulis :"Mas, kok pendidikan kita ganti menteri ganti kurikulum ya, dulu nggak ada UNAS sekarang ada UNAS, jangan-jangan besuk pas ada menteri baru, kelulusan untuk anak SMA ditentukan oleh pintar apa tidaknya berpidato?".
sebuah pernyataan yang ringan dan asal-asalan tetapi memerlukan sebuah jawaban yang panjang. sebenarnya penulis juga bertanya dalam hati, adakah sebuah Sistem dalam Pendidikan kita yang betul-betul terpadu mulai dari PAUD (Pendidikan anak usia dini) sampai Program Doktoral yang terpadu menuju satu misi dan Visi jangka panjang, sebuah langkah-langkah strategis yang terfokus untuk mencapai Visi jangka panjang.
Kalo kita cermati dari PAUD dimana kita kenal ada Playgroup dan TK, sudahkah kita punya konsep persiapan untuk menuju ke Sekolah dasar. Dalam PAUD sudahkah dikenalkan konsep bahwa semua anak cerdas, bahwa tidak ada anak yang bodoh, semua orang sudah diberi kecerdasan oleh Tuhan, semua punya Multiple Intelligence, yaitu setiap anak adalah cerdas, bisa cerdas bahasa, cerdas logika dan angka, cerdas gambar, cerdas musik, cerdas gerak, cerdas bergaul, cerdas diri, dan cerdas alam.
Sedangkan kecerdasan sendiri lebih berkaitan dengan kebiasaan yang mempunyai kemampuan terhadap pemecahan masalah dan penciptaan sesuatu (Kreasi). Ini menurut pakar Psikologi dari Harvard University Howard Gardner. Jadi tugas Guru Di PAUD adalah menemukan Kecerdasan-kecerdasan tersebut dalam diri seorang anak. Sebagai contoh seorang anak bernama Debbie yang dalam kelas pandai membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat, maka dia bisa dikatakan cerdas gambar, berarti mungkin punya bakat untuk jadi desainer atau arsitek. Adalagi seorang anak bernama setyono pandai dalam menalar dan berfikir logis, berhitung, berarti dia cerdas dalam logika dan angka dan mungkin nantinya bisa menjadi Programmer, begitu juga ada anak yang nggak bisa berhitung dan menggambar tapi pandai musik, bisa jadi dia cerdas musik.
Jadi setiap orang pasti punya satu kecerdasan dari 8 kecerdasan di atas.
Memasuki Sekolah dasarpun tidak seharusnya sudah dipisah-pisahkan ada kelas Unggulan dan Tidak, seharusnya semua anak masuk SD harus dipandang sudah punya kecerdasan masing-masing tinggal di asah agar bakat-bakat yang terpendam bisa muncul ke permukaan. Harus ada sebuah Kurikulum yang mengaturnya. Kurikulum yang terpadu, karena sifat dan kebiasaan yang dilakukan di SD biasanya akan terbawa sampai dewasa bahkan tua. Memang bukan hanya tugas guru tapi tugas orang tuanya juga untuk memberikan pendidikan yang terbaik. Jangan dalam bidang pendidikan kita memaksakan sesuatu yang anak tidak sukai, dan kalau tidak bisa kita memarahinya, itu berarti kita menguasai bukan mendidik. dan saat anak tidak mau menurut terus kita marah, berarti kita merasa akan kehilangan Kekuasaan.
Di SMP dan SMA pun kita melihat murid-murid jarang ada yang diajari penegetahuan menganalisa, kebanyakan diajari Menghafal, harusnya Kurikulum yang ada sudah bisa memberikan garis-garis pengajaran yang bisa membuat murid pandai menganalisa baik matematika, seni, biologi, fisika, sastra, ekonomi, dll, tidak hanya pandai menghafal. sebagai Contoh yang dulu penulis alami waktu SMP dan SMA, penulis cuma di ajar siapa yang menciptakan Puisi dengan judul "Karawang-Bekasi" tanpa pernah diajari resensi dari tubuh puisinya: apa maknanya, terus bagaimana konteks penciptaanya, bagaimana kaitannya dengan perjuangan tahun 1945, dan yang lain, ini hanya sebuah contoh yang penulis alami. Dalam Bidang Biologi juga harus diperbanyak praktikum terutama yang berkaitan dengan lingkungan sosial, biar punya kepekaan terhadap lingkungan.
Belum lagi Heboh tentang UNAS, kalo penulis lebih condong untuk tidak menyetujui UNAS, karena menurut penulis, hasil belajar selama 3 tahun cuman di ukur dalam 3 hari, bisakah hasil UNAS menggambarkan kemampuan murid sebenarnya. tidak adakah cara yang lebih elegan untuk menilai sebuah lulusan seorang Siswa.
Dalam hal Perguruan tinggi, melihat di televisi bahwa 26 Rektor negeri menolak SPMB karena takut diaudit oleh BPK, penulis cukup terhenyak, tidak bisakah Departemen Pendidikan berembug bersama dengan para rektor untuk mensukseskan program pemerintah dan diundang juga semua Auditor baik internal dan eksternal, agar supaya bisa punya koordinasi yang baik antar lembaga dan tidak terkesan saling menyalahkan di media.
Dalam pendidikan tingkat perguruan tinggi yang lebih di utamakan adalah Kepekaan terhadap keadaan masyarakat, jangan hanya pendidikan yang menjadi menara gading, yang acuh terhadap masyarakat. Jadi disamping Belajar untuk mencapai gelar sarjana, juga harus ada semacam keterikatan dengan dunia luar yang bisa menjadi bekal untuk bisa terjun ke masyarakat nantinya. Dengan banyaknya Program Ekstension harusnya bisa menjadi subsidi silang bagi mahasiswa yang tidak mampu, agar sama-sama bisa kuliah menuntut ilmu.
Dalam hal ini tentunya Diperlukan sebuah Kurikulum yang terpadu yang mengatur mulai PAUD sampai Lembaga Universitas untuk menuju Visi Pendidikan jangka panjang.
Sebagai akhir dari tulisan, ada sebuah cerita yang menarik saat JK Rowling penulis Novel Laris Harry Potter ditanya wartawan: Kenapa anda baru menghasilkan sebuah novel di usia di atas 35 tahun? jawabannya sungguh mengejutkan : Kalian tahu sebabnya, karena Guru-guru mulai dari TK sampai Universitas tidak ada yang bisa menemukan bakat menulis saya dan memberitahukannya, sebuah jawaban yang bisa menjadi kontemplasi buat kita semua.
Sabtu, 29 Maret 2008
Sabtu, 08 Maret 2008
UU Antipornografi
Mengamati silang sengketa yang terjadi dalam pembahasan RUU antipornografi cukup membuat penulis yang merasa dari generasi muda cukup mengelus dada. Bagaimana tidak kalo di ibaratkan Pemerintah yang mengajukan RUU tersebut, dan DPR yang membahasnya, itu merupakan seorang Tentara, bisa diibaratkan mengajari cara berbaris tapi tidak tahu cara baris yang benar. Karena menurut penulis, kita harus temukan kriteria Porno itu yang bagaimana dulu, sehingga kita baru bisa membuatkan sebuah Undang-undang yang mengaturnya. Menurut penulis Porno adalah kontruksi sebuah pemikiran yang ada dalam otak kita, dalam hubungannya dengan nafsu syahwat. Dan Obyek yang kita jadikan sebagai Landasan berpijak untuk UU antipornografi seharusnya bisa pria maupun wanita. Jadi pertama-tama apabila dalam pikiran seorang pria atau wanita sudah "ngeres"(meminjam istilah jawa) maka seseorang berpakaian rapat dan tertutup semua, bisa juga memancing syahwatnya. Sebagai Contoh seseorang wanita dengan pakaian tertutup semua, kecuali Matanya ( Dalam hal ini bercadar seperti Anissa dalam Film "Ayat-ayat Cinta") kalo seorang Pria memandangnya tapi dalam otaknya sudah mengarah ke Syahwat, tanpa pakaian yang terbukapun sudah bisa terjadi istilah Poronografi. Yang kedua, kenapa Obyek yang dibuatkan UU Antipornografi selalu wanita, bukankah Seorang Pria juga bisa menjadi Fantasi porno bagi seorang wanita. Suatu misal, seorang wanita yang sudah berpikiran "ngeres" akan menuju ke Nafsu syahwat bila melihat foto-foto Seorang Ade Rai. Jadi Obyek yang dijadikan UU harusnya Pria dan Wanita. Jadi UU antipornografi haruslah bisa betul-betul menjadi filter bagi Bangsa ini untuk menjaga moral Penduduknya. Alangkah baiknya apabila UU yang ada di bidang lain, dioptimalkan. sebagai contoh UU penyiaran khan bisa juga membatasi masuknya pornografi di bidang media. sebagai contoh Tayangan-tayangan TV di sore dan malam sebelum jam 10 malam, sebetulnya bisa diatur untuk tidak ada tayangan Sex dan kekerasan. Soalnya jam-jam sekian khan anak-anak dibawah umur semua yang menontonnya. Terus ada salah satu pasal di KUHP khan juga sudah ada pasal "perbuatan Tidak Menyenangkan", pasal "Tindakan Asusila" itu bisa kita Optimalkan pelaksanaannya, sebelum kita melangkah lebih jauh dalam pembuatan UU antipornografi. Soalnya kalo UU antipornografi dibuat secara generalisasi, bisa berbenturan dengan budaya-budaya daerah di negeri kita. Suatu misal apabila dalam UU tersebut menyatakan bahwa perempuan harus berpakaian tertutup mulai dari tangan, seluruh badan sampai betis, maka bagaimana dengan Tarian dan adat jawa, adat bali, dan lain-lain yang selalu memperlihatkan Bahunya. belum lagi dalam olahraga bagaimana pakaian seorang Perenang? inilah yang harus dipikirkan bersama-sama antara Petinggi pemerintah dan Beliau-beliau yang duduk di kursi DPR. Jangan-jangan nanti malah akan terjadi sebuah parodi yang digambarkan sangat baik oleh Teater Gandrik dalam Lakon "Sidang Susila", seorang pria penjual balon ditangkap oleh Polisi karena berjualan dengan bertelanjang dada di suatu siang yang panas terik. sebuah sinisme yang menghentak.
Langganan:
Postingan (Atom)