Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Sabtu, 07 Juni 2008

Hidup dalam himpitan kekerasan.

Kekerasan pecah di monas, di pusat kota Jakarta. Kita lagi-lagi disuguhi adegan kekerasan atas nama agama yang terus berulang. Tidak bisakah setiap perbedaan pandangan diselesesaikan dengan cara-cara yang elegan, cara-cara yang egaliter. Benarkah sinyalemen selama ini yang menyatakan bahwa individu-individu dan komunitas yang ada di Negara ini mudah tersulut emosinya dan mudah menjadi anarki hanya karena hal-hal yang sepele, karena sudah beratnya himpitan beban kehidupan. Benarkah kekerasan-kekerasan yang berlangsung setiap hari di depan mata kita adalah sebuah fenomena puncak gunung es di lautan, dimana yang tampak di permukaan belumlah seberapa di banding magma yang ada di bawahnya yang setiap saat bisa meletus dengan dashyat.
Ada sebuah pernyataan dari seorang tokoh spiritual dari Bali yaitu bung Gede Prama, bahwa kekerasan-kekerasan yang terjadi di Indonesia karena terlalu sering dalam kehidupannya, manusia mencari kesalahannnya pada orang lain, bukan mencari kekeliruan-kekeliruan yang kita lakukan. Dengan demikian kita dengan mudahnya akan menimpakan semua kesalahan pada orang lain. Bukan instropeksi diri. Seperti kasus di monas yang dilakukan oknum FPI (Front Pembela Islam), sebenarnya bisa untuk dimusyawarahkan, berdebat dengan kesetaraan dan memberikan ruang yang terbuka akan toleransi. Tidak harus dengan cara-cara anarkhi, karena pada dasarnya Islam adalah agama yang Rahmatan Lil Alamin (Rahmat bagi semesta).
Pengertian dari jihad yang demikian agung direduksi sedemikian rupa menjadi kepentingan kelompok tertentu. Padahal makna kata Jihad menurut almarhum Nurcholis Majid (semoga beliau selalu dimuliakan oleh ALLOH, AMIN). Adalah semua pekerjaan yang mempunyai pertalian yang suci dan mulia dengan dunia dan Tuhan. Ada jihad intelektual, tradisi dan semangat inovasi di bidang pemikiran, eksperimentasi menuju penemuan baru. Ada jihad spiritual: berdoa, berwirid, dan dzikir. Jadi bukan dalam artian menyerang, membunuh, mengebom orang yang bukan se-agama dan sealiran dengan kita.
Menurut penulis harus ada langkah-langkah yang nyata untuk menanggulangi kekerasan-kekerasan yang bagaikan puncak gunung es ini.
Yang pertama: para pemimpin, baik yang presiden, yang mantan presiden, yang calon presiden, yang politisi, yang Begawan, yang militer, yang resi, yang pemuka agama, yang ilmuwan, atau siapa saja, juga yang bukan siapa-siapa. Duduk bersama-sama melingkar saling membuat langkah-langkah untuk menyelesaikan segala bentuk kekerasan yang terjadi. Keadaan kohesi social kita sudah sedemikian parahnya, sehingga gesekan sedikit saja adanya perbedaan pendapat sudah bisa menyulut anarkhisme.
Semua pihak sudah harus bisa menghilangkan pertentangan-pertentangan kepentingan antar kelompok. Sudah terlalu memalukan di saat seperti ini untuk mempersaingkan ambisi-ambisi pribadi kita, sudah terlalu hina untuk terus berkonsentrasi pada hanya keuntungan-keuntungan sepihak. Tindakan-tindakan reaktif dalam hal ini tindakan hukum memang sangat diperlukan, tapi yang lebih penting lagi adalah semua pihak harus berunding, melakukan rekapitulasi nasional, memulai kembali satu perjalanan kebangsaan.
Yang kedua, bersikap mawas terhadap diri sendiri. Dalam hal ini jangan pernah berprasangka yang negative terhadap kelompok lain, lebih baik mawas diri. Prasangka yang berkepanjangan akan bisa menjadi fitnah subyektif. Dalam melihat kekerasan demi kekerasan yang terjadi alangkah baiknya kalau dipandang sebagai satu kesatuan, bukan sebagai satu penggalan kasus-kasus yang berdiri sendiri. Kekerasan selain dilihat sebagai sebab, harus juga dilihat sebagai akibat. Kekerasan-kekerasan yang terjadi bisa terkait dengan soal hegemoni politik, perlindungan lahan dagang, dendam terhadap sejarah dan ketidakadilan, dan macam-macam penyebabnya. Bagaikan orang yang sakit kulit, jangan hanya sibuk cari obat pengoles sakit kulit, tetapi harus berpikir untuk mengubah pola makanan atau cara hidup yang lebih menyeluruh, agar tidak muncul penyakit kulit berikutnya. Jadi semua pihak harus mengupayakan untuk mencari suatu solusi yang komprehensif dalam upaya penyelesaian masalah kekerasan yang melanda bangsa ini.
Yang ketiga, para pemimpin agama, mulai dari tingkat yang paling kecil lingkupnya sampai skala nasional harus mulai menanamkan sebuah wajah agama yang menyejukkan, agama yang menentramkan bagi umat, bukan menanamkan doktrin-doktrin yang panas, yang bisa membuat kesalahan dalam pemahanan kehidupan bernegara yang plural. Memberikan ajaran agama yang menghargai adanya perbedaan akidah, keyakinan, tafsir, pendapat, dan mengajari toleransi aktif yang bermuara pada kerjasama yang positif dalam membangun bangsa.
Kalau langkah-langkah tersebut di jalankan dengan niat yang kuat dan selalu berdoa mohon perlindungan-NYA, melaksanakan dengan penuh komitmen, penulis yakin akan bisa meminimalkan terjadinya kekerasan yang berulang. Seperti ungkapan bijak yang menyatakan:
“Cahaya penerangan tidak diluar. Ia tersembunyi dalam keseharian yang penuh cinta. Siapa saja yang melangkah dengan penuh cinta, perjalanannya akan terang benderang.”

Tidak ada komentar: