Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Kamis, 26 Januari 2012

Cinta Gus Dur akan terus merayap.


Dalam Buku Mohamad Guntur Romli yang berjudul “Ustadz, saya sudah di surga”, Gus Dur menulis kata pengantarnya yang salah satu kalimatnya begitu inspiratif dan sangat kontemplatif, bahwa “ Kita jangan pernah lupa, meskipun memikul tugas untuk mempertahankan kebenaran Ilahi, pada saat yang sama kita harus menjunjung tinggi perikemanusiaan. Penekanannya adalah pada paraphrase “pada saat yang sama”. Dari sinilah subtansi beragama secara kaffah bisa terwujud, atau dalam terminologi jawa sebagai sebuah laku “manunggaling kawula gusti”.

Hari-hari ini kita disuguhi kekerasan yang menghimpit ruang publik kita. Sebuah kekerasan yang terasa tak berkesudahan. Penyerangan warga ahmadiyah, pembakaran pesantren syiah, kasus mesuji, Sape Bima, pelarangan ibadah jemaat GKI Yasmin, dan masih banyak lagi. Hari-hari ini kita semua sedang menentukan arah yang sangat krusial pada bangsa ini. Apakah NKRI ini tetap berdiri, ataukah kita menjadi the next Yugoslavia? Tergantung bagaimana pemerintah menangani hal ini.

Dan kita semua begitu merindukan Gus Dur. Yang selalu ada bersama mereka yang tertindas, terintimidasi, dan semua yang diperlakukan tidak adil. Tuhan tidak perlu dibela, karena Tuhan sudah Maha segalanya, belalah mereka yang dipinggirkan oleh pembangunan dan yang diperlakukan tidak adil. Sebuah kalimat yang membuat kita “melambung dan terhenyak”. Sebuah kalimat yang menyadarkan pada kita, substansi-substansi keberagamaan. Bukan beragama yang religius artifisial. Sudahkah kita berlaku adil, sudahkah kita beradab, sudahkah kita membantu mereka yang diperlakukan tidak adil?

Pribumisasi nilai-nilai islam, pelestarian budaya, Pluralisme,Kedaulatan Hukum, implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah Hal-hal yang selalu diperjuangkan Gus Dur. Dan semua bermuara agar negeri ini menjadi damai dalam keberagaman, atas dasar Keadilan, kesetaraan, dan persaudaraan. Memang tak mudah untuk memahaminya, apalagi jika hanya membacanya sekilas tanpa memahami maknanya.

Kita harus adil sejak dalam pikiran, demikian kata Pramoedya ananta Toer, maka menjadi sangat tidak arif jika belum pernah mengerti makna Pluralisme tapi sudah langsung antipati bahkan mengharamkannya. Akhirnya kita akan terjebak pada manusia-manusia, yang (meminjam istilah Milan Kundera) hanya dibatasi oleh 2 jurang yaitu : Fanatisisme di satu sisi, dan skeptisisme absolut di sisi lain.

Pluralisme agama tidak hendak menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Itu adalah singularisme demikian kata Kiai yang juga Doktor Abd. Moqsith Ghazali dalam bukunya yang sangat memukau “argumen Pluralisme Agama”. Setiap agama memiliki konteks partikularitasnya sendiri sehingga tak mungkin semua agama menjadi sebangun dan sama persis. Pluralisme adalah tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia mengakui hak kelompok agama lain untuk ada, melainkan juga mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada kelompok lain itu atas dasar perdamaian dan saling menghormati, demikian ungkap cendekiawan muslim Nurcholis madjid.

Dalam era tebar pesona, pencitraan, dan Imagology, ingatan kita tiba-tiba melintas tentang apa yang dilakukan oleh Gus Dur. Untuk hal-hal yang Prinsip, seperti perjuangan kedaulatan hukum, Pancasila, UUD 45, membela yang diperlakukan tidak adil, Gus Dur tidak pernah berhitung secara politis. Apakah ucapan dan tindakan-tindakannya populer, Tidakkah takut pada hilangnya dukungan di parlemen, semua dikesampingkan. Suatu misal ada penyerangan warga ahmadiyah, kita pasti langsung mendapati Gus Dur berbicara di Media, menuntut tanggung jawab pemerintah. Tak peduli hal demikian akan menurunkan popularitasnya.

Gus Dur selalu bilang : yang saya bela bukanlah iman dan keyakinan mereka, tapi yang saya bela adalah hak mereka untuk hidup di negara Indonesia yang berdasarkan pancasila ini.dan coba kita lihat sekarang? Adakah para pemimpin yang demikian? Belum-belum kita sudah saksikan bukan pembelaan tapi membuat statement yang menstigma ahmadiyah dan syiah adalah sesat, dan yang cukup membuat kita sangat sedih adalah diucapkan oleh pejabat selevel menteri.

Tidakkah lebih baik selalu diadakan dialog tanpa henti dan merangkul semua yang berbeda, karena mereka adalah bagian dari bangsa ini, mereka semua juga berjuang bersama-sama dalam merebut kemerdekaan, bahu membahu membangun negeri ini. Jangan pernah sekali-sekali melupakan sejarah, karena bangsa yang lupa akan sejarah masa lalunya, perlahan akan pudar dan kehilangan dirinya. Berpikir tanpa sekat, dialog tanpa henti, anti kekerasan, pendekatan budaya adalah bagian yang diajarkan Gus Dur dalam rangka menyelesaikan adanya perbedaan.

Memang tak mudah untuk memperjuangkan hal-hal yang tidak populer, tapi tindakan kepahlawanan bukanlah seberapa banyak kita memperoleh tepuk tangan, tapi seberapa besar manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat. Dan sebagai pewaris negeri yang menurut penulis Zen rachmat sugito negeri yang diberkahi –atau mungkin dikutuk, tergantung bagaimana menghayatinya- keberagaman yang begitu kaya, maka sudah seharusnya kita lanjutkan apa yang menjadi pemikiran dan perjuangan Gus Dur tersebut.

Bukan menjadikan Gus Dur sebagai sebuah Kultus Individu dan kita agung-agungkan, karena Gus Dur Just a man kata inayah wahid, tapi menjadikan pemikiran dan perjuangan Gus Dur sebagai perjuangan yang tak kenal henti, untuk indonesia tercinta. Dan satu lagi jangan lupakan Humor. Karena dengan humor kita bisa mencairkan sebuah ketegangan dalam mengurai sebuah permasalahan yang pelik. Gitu aja kok repot.


Gus Dur tidak pergi tapi hanya Pulang. Dan cintanya akan terus merayap. Seperti puisi yang ditulis Oleh Penyair celurit emas D. Zamawi Imron:



Ode Buat GUS DUR



..................................................
Semua membisikkan doa
Seperti yang kuucapkan setelah kau dikuburkan
Bendera itu seperti tak punya alasan
Untuk berkibar, seperti kami yang tak punya alasan
Untuk meragukan cintamu
Kepada buruh pencangkul yang tak punya tanah
Atau kepada nelayan yang tak kebagian ikan
Cintamu akan terus merayap
Ke seluruh penjuru angin
Dan tak mengenal kata selesai







Madiun, 26-1-2012
Arif Gumantia
Gusdurian Madiun dan penasehat Majelis Sastra Madiun

3 komentar:

angkringanwarta.com mengatakan...

Gus Dur adalah mata air dan kita tinggal bagaimana menjaga mata air tersebut.
atau bagaiamana kita terus bergerak untuk menwujudkan Indonesia damai. salam kenal. tulisan yang menarik

kalbukita mengatakan...

matur nuwun...nggih apresiasinya..monggo kita sama-2 menjaga mata air tersebut

GuyubRukun mengatakan...

mata air adalah sumber kehidupan manusia..begitu juga sosok Gus Dur..merupakan salahsatu sumber inspirasi utk perkehidupan berbangsa &bernegara dalam bingkai NKRI...SALAM kenal..