sebuah sajak yang menjadi adalah sebuah dunia. dunia yang
dijadikan, diciptakan kembali oleh si penyair. Diciptakannya kembali,
dibentuknya dari benda (materi) dan rohani, keadaan alam dan penghidupan
sekelilingnya, dia juga mendapat bahan dari hasil-2 kesenian lain yang berarti
bagi dia, berhubungan djiwa dengan dia, dari pikiran-2 dan pendapat-2 orang
lain.
segala yang masuk dalam bayangannya, anasir-2 atau unsur-2
yang sudah ada dijadikannya, dihubungkannya satu sama lain, dikawinkannya
menjadi suatu kesatuan yang penuh (indah serta mengharukan) dan baru, suatu
dunia baru, dunia kepunyaan penyair itu sendiri.
(Chairil Anwar, Pidato di radio tahun 1946)
Octavio paz pernah menulis dalam the other voice “
kontribusi apa yang bisa diberikan oleh puisi dalam menciptakan teori politik
baru? Bukan gagasan atau cita-cita baru, tetapi sesuatu yang lebih indah dan
agung dan juga gampang pecah : MEMORI.” Ada suara lain yang disuarakan oleh
para penyair jika mereka melihat sebuah situasi keadaan. Meski dengan suara
liris dan lirih.
Begitu juga buku antologi Bersama 29 Penyair “Merajut cinta di negeri dongeng ” ini. Para
Penyair yang berhimpun dalam komunitas
Bait Puisi ini mencoba menjadikan puisi-puisinya sebagai sebuah Dunia.
Disuarakan dengan liris oleh 29 penyair yang mencoba menciptakan puisi untuk
menjadi , yaitu menjadi Dunia penyair..
Dengan berbagai latar belakang, usia, dan kondisi sosio geografis dan
demografis yang berbeda, mulai dari yang masih duduk di bangku kuliah, dan
sudah bekerja, dan tersebar di seluruh penjuru indonesia tentunya menghasilkan
Puisi-puisi dengan beragam diksi, alegori, dan metafora.
Tetapi ragam unsur unsur penyusun puisi tersebut mempunyai
benang merah yang hampir sama yaitu cinta, dengan segala misterinya. Cinta
terhadap tanah air, cinta terhadap ibunda, cinta terhadap sesama manusia, cinta
sepasang kekasih, juga cinta terhadap semesta, semua berkelindan dalam misteri
tafsir di dalamnya. itulah keindahan misteri Puisi. Selalu menghujamkan
pertanyaan bahkan saat sejak membaca
judulnya, memaksa pembaca untuk menggali
makna yang ada didalamnya, memberikan sebuah ruang yang terbuka untuk
kontemplasi pembacanya.
Pertanyaan kedua adalah Apa sebenarnya tugas Penyair?
Jawabannya menurut saya Sesuai dengan output yang dihasilkannya yaitu Puisi,
maka tugasnya adalah bagaimana mengolah sebuah proses kreatif menjadi Puisi.
Proses kreatif yang merupakan penjelajahan dari unsur pengalaman (empiris),
unsur keindahan (estetis) dan unsur pengamatan (analitis). Di sini penyair bisa
mengungkapkan dari sebuah gagasan yang abstrak menjadi sesuatu yang konkret
bagi para pembaca. Dari menafsirkan sebuah kegelisahan diri pribadi sampai
merefleksikan kegelisahan masyarakatnya.
Dalam ilmu sastra (Poetika) disebutkan bahwa untuk membuat
sebuah karya itu agar memenuhi unsur kepuitisan dapat dicapai dengan
bermacam-macam cara, misalnya dengan Bentuk Visual : tipografi, susunan bait,
dengan Bunyi : persajakan,asonansi,aliterasi,kiasan bunyi, lambang rasa, dan
juga Orkestrasi dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana
retorika,unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya. hingga
puisi-puisinya terasa meminjam istilah Carlyle “ merupakan pemikiran yang
bersifat Musikal”. Pembaca bisa merasakan nada dan irama, yang kadang
menghentak membuat kita meloncat, atau ritmis hingga seperti kita
menggoyang-goyangkan kepala, bisa juga begitu lirih seperti sebuah sayatan
gitar, biola atau harpa.
Dan Para Penyair ini mencoba menangkap pengalaman batin dari
berbagai peristiwa dan kejadian yang menghasilkan sebuah kegelisahan.
Kegelisahan tentang kenangan yang kadang-kadang menyergap datang, ada juga luka
pada masa lalu, pertanyaan tentang kehadiran Tuhan di halaman hati kita,
kegelisahan tentang kondisi kemiskinan dan ketidakadilan, kondisi lingkungan
dan sosial kemasyarakatan yang diolah
dalam sebuah proses kreatif, diendapkan dan lahir berbagai puisi. Sesuai dengan
hasil proses kreatif berdasarkan pengalaman dan kemampuan bathin para penyair
dengan rentang usia yang berbeda.
Puisi –puisi ini juga bisa menjadi sebuah fungsi dari hasil
pengamatan dari sebuah waktu sejarah yang dilalui oleh penyair, ada yang luput
tak terjamah sejarah, di sini mungkin puisi dengan getir dan haru mencatatnya,
dengan sebuah bahasa yang bisa menjadi indah. Tentunya pembaca puisi dalam
membaca pesan moral dalam puisi, juga dituntut untuk punya kreatifitas yang
bisa membawanya ke luar menguak makna dari kata-kata yang di sajikan penyair
tersebut.
Antologi Puisi ini juga menjadikan sebuah pembelajaran bagi
para penyairnya, agar terus berlatih mengasah kemampuan dalam menulis puisi.
Bagaimana memilih kosakata agar Puisi memenuhi unsur estetikanya, bagaimana
mempunyai kekhasan gaya bahasa, dan bagaimana memilih tema yang menarik.
Kemampuan ini akan di dapat jika para penyairnya rajin membaca, rajin berlatih,
dan rajin menulis.
Membaca sangat membatu untuk mendapatkan kosakata-kosakata
baru. Baik membaca buku, membaca semesta, maupun membaca diri sendiri. Selain
menghasilkan kekayaan kosakata, dengan membaca kita akan bisa menemukan
kosakata-kosakata baru yang indah, imajinatif dan kontemplatif, sebagaimana
dikatakan chairil anwar : kosakata yang membuat pembacanya “Melambung dan
terhenyak”. Tentunya hal ini harus diramu dengan bagaimana mengungkapkan
kegelisahan dan pengalaman batin dengan kalimat-kalimat yang menggunakan bahasa
kiasan seperti metafora, allegori, personifikasi, metonimia, maupun sinekdoki.
Tidak kalah pentingnya adalah gaya bahasa,karena gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi
karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan
suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca, begitu kata Slametmuljana. Tiap
pengarang itu mempunyai gaya bahasa sendiri. Hal ini sesuai dengan sifat dan
kegemaran masing-masing pengarang. Gaya itu merupakan idiosyncracy atau
keistimewaan kekhususan seorang penulis, menurut Milddleton Mury
Puisi sebagai sebuah bagian dari seni tentunya juga tunduk
pada sebuah hakikat karya seni, yaitu selalu terjadi keregangan antara Konvensi
dan pembaharuan (inovasi). Itulah kenapa Rifaterre mengatakan Puisi selalu
berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya.
Oleh karena itu apresiasi, penilaian, tafsir, dan penggalian
makna, kami para penyair buku antologi puisi bersama ini saya serahkan
sepenuhnya pada para pembaca.
Demikian kata pengantar singkat dari saya dan semoga
hadirnya buku puisi ini, menjadikan semangat bagi para penyairnya juga
penyair lainnya untuk berkreasi dan
menghadirkan puisi-puisi yang mewarnai Sastra kita. Bravo Sastra Indonesia!
Arif Gumantia
Ketua pada Majelis
Sastra Madiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar