Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Senin, 21 September 2015

Review Novel Biografi Gus Dur, "Peci Miring"



Menulis novel tentang Gus Dur tentu ada beberapa kesulitan yang harus dihadapi. Karena ketokohan seorang Gus Dur, adalah tokoh tanpa batas, tokoh pelintas batas. Gus Dur tidak bisa diletakkan dalam “frame” satu kategori saja, bukan hanya Kiai atau tokoh pesantren, tetapi Gus Dur adalah budayawan, cendekiawan,  tokoh perdamaian, negarawan yang demokratis, pejuang toleransi , pemimpin Negara atau presiden, dan masih banyak lagi kategori lainnya.



Gus Dur ibarat  sebuah buku yang terbuka. Yang senantiasa siap kita baca, kita tafsirkan, kita diskusikan, dan barangkali juga siap untuk dicaci maki oleh lawannya, meskipun Gus Dur tidak pernah memposisikan bahwa, mereka yang berbeda ide dan pemikiran adalah sebagai seorang “lawan” tapi lebih sebagai sahabat berdiskusi dan beradu argumentasi. Dan jika diibaratkan sebuah Buku, Gus Dur sangat  menantang untuk dibaca Karena  Gus Dur tidak mengikuti arus, juga tidak melawan arus, tapi Gus Dur menciptakan arus pemikiran-pemikiran, yang tidak hanya berhenti pada sebuah ucapan yang bombastis, tapi secara konsisten juga diwujudkan dalam perilaku, tindakan, dan amaliyah.



Dalam kondisi yang demikian, Aguk Irawan MN mencoba menulis novel biografi Gus Dur dengan judul  Peci Miring. Novelis asal Lamongan, yang masa remajanya pernah menjadi santri di Pondok pesantren Darul ulum, Langitan, Tuban dan kuliah di universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Upaya elaborasi yang dilakukan patut kita apresiasi, karena menulis novel biografi tentu diperlukan riset yang mendalam, baik riset pustaka maupun riset secara empiris,  dan juga wawancara dengan berbagai pihak.  Selain itu diperlukan teknik bercerita yang cermat untuk menggabungkan imajinasi, fiksi dan kisah nyata.



Dengan alur yang linier, mulai dari kelahiran Abdurrahman Ad-Dakhil di denanyar, 4 Syaban (bulan ke-8 ) 1359 H, atau 7 september 1940, tetapi waktu masuk SD ditulis 4 Agustus 1940, sampai Gus Dur berkeliling eropa, di ceritakan dengan narasi yang runtut dan jelas, sehingga memudahkan pembaca untuk menyulam benang merah dari tiap bab di dalam novel ini. Sebagai novel biografi, novel ini juga bisa menjadi novel sejarah perjalanan hidup  sang tokoh.  Banyak kenyataan historis yang di hadirkan oleh penulis, dimana selama ini jarang kita ketahui, saat Gus Dur menjadi santri di pesantren Krapyak Yogyakarta, Tegalrejo Magelang, dan Tambak beras jombang, dengan diselingi berbagai joke dari Gus Dur hingga pembaca merasa tidak bosan untuk membaca sampai akhir halaman.



Kenyataan historis tentang bapaknya Gus Dur yang suka membaca buku (kutu buku) hingga menjadi kebiasaan baik yang diturunkan pada Gus Dur, juga sering berdiskusi dengan banyak tokoh, termasuk dengan Tan Malaka. ( halaman 65 ). Hingga kebiasaan ini juga dilakukan oleh Gus Dur saat di Krapyak Jogja, di mana saat Gus Dur menghabiskan waktunya untuk menonton Bioskop, sehabis itu Gus Dur berdiskusi dengan anak  aktivis-aktivis Partai Komunis Indonesia ( PKI). (halaman 140 ), dan juga yang menarik adalah kebiasaan memakai Peci warna hitam yang dipakai sedikit miring adalah juga khas dari bapaknya Gus Dur, Wahid Hasyim.



Sebagai penulis dengan latar belakang pesantren, tentu Aguk Irawan lebih banyak mengeksplorasi kisah-kisah yang terjadi di lingkungan Pesantren, di mana Gus Dur belajar kitab-kitab islam tetapi juga membaca begitu banyak buku novel-novel sastra klasik, ernest hemingway, john Steinbeck, Faulkner, leo Tolstoy, dll, juga buku-buku “kiri” karya Karl Marx, antara mengaji pada Kiai Ali Maksum sehabis subuh, dan sekolah di SMEP.



Masa-masa di kairo dan kemudian di Baghdad juga menjadi kisah yang menarik den bisa membuat pembaca bisa mengikuti perubahan karakter sang tokoh novel Gus Dur dari masa remaja ke masa dewasa, sehingga selain plot, karakter tokoh juga menjadi perhatian penulis novel. Di novel ini dapat kita temukan sebuah artefak sejarah pada novel ini, sebuah Puisi yang ditulis oleh Gus Dur di tahun 1966, yang di dapat penulis dari K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus), teman Gus Dur saat di kairo ( halaman 333).



Menurut saya, novel ini cukup menarik untuk dijadikan salah satu referensi untuk “membaca” seorang Gus Dur. Hal yang bisa saya berikan catatan sebagai kritik adalah kurangnya esai-esai ironis di dalam narasi novelistisnya, tentunya akan banyak hal ironis dalam Negara yang baru Merdeka. Dan yang kedua adalah kesatuan dari aliran fantasi, penggalan otobiografis, dan kenyataan historis masih bisa dieksplorasi lebih mendalam lagi dengan sosial buadaya masyarakat sehingga menjadi novel yang punya nilai nilai humanisme universal, sebagaimana nilai nilai yang diperjuangkan sang tokoh di novel ini Gus Dur.







Judul buku :  Peci Miring

Penulis    : Aguk Irawan MN

Jumlah halaman : 389 halaman

cetakan I : September 2015

Penerbit   : Javanica ( PT. Kaurama Buana Antara)

Jln. Permai Raya 11, Pamulang Permai I, Blok BX 2/9 RT. 02/012 Pamulang Barat

Pamulang. Telp : 021-7400789



Arif Gumantia



Ketua Majelis Sastra Madiun



Twitter : @arifgumantia



Tidak ada komentar: