Novel ini lahir bersamaan dengan
kesadaran pemerintah atas pentingnya pembangunan berorientasi kelautan.
Pemerintah yang mencoba memperbaiki kesalahan selama ini yaitu “ Memunggungi
lautan”. Padahal sebagian besar wilayah kita adalah lautan. Sehingga novel ini
terasa signifikan dan relevan dengan apa yang kita lihat akhir akhir ini.
Novel “Rindu terpisah di Raja Ampat”
karya Kirana Kejora, Novelis Kelahiran Ngawi Jawa Timur, yang juga alumni
fakultas Perikanan Universitas Brawijaya malang ini menawarkan eksplorasi
dan narasi prosais dengan latar kisah di papua barat. Dengan tokoh
tokohnya Rindu Eidelweis, Ganesha Airlangga, dan Karang Biru di kota Timika,
Kuala Kencana, Sorong, dan Raja Ampat.
Riset yang mendalam sebelum
menuliskannya, dan latar belakang novelis yang punya latar belakang pendidikan
di perikanan maka novel ini menjadi prosa sintesis antara fakta dan fiksi yang
nikmat untuk dibaca, dengan gaya bahasa yang ilmiah dan puitis, dengan banyak makna yang bisa kita renungkan.
Kisah bermula dari penugasan kepada
Rindu Eidelweis untuk melakukan riset dari sebuah perusahaan Konsultan
perikanan dan kelautan untuk melakukan riset berbasis survey terhadap
efektifitas bantuan Kapal Inka Mina di papua. Dan juga menulis artikel untuk
majalah Sea paradise, sebuah majalah perikanan dan kelautan bertaraf
internasional. (Hal 8).
Ada beberapa hal yang dapat
dianalisa dan diapresiasi dari novel ini.. Yang pertama adalah gagasan atau
tema yang dicoba diangkat dalam kisah novel ini, sebuah niat baik berupa
bantuan pemberian kapal pada nelayan, jika tidak diawali dengan riset yang
komprehensif akan mubazir atau sia sia..tema yang kedua adalah keindahan bawah
laut raja ampat yang tak terpermanai masih belum bisa dirasakan manfaatnya
secara maksimal bagi penduduk setempat.(Hal 43)
Yang kedua adalah narasi ilmiah yang
sebagian besar ada di novel ini tapi di ceritakan dengan gaya bahasa yang mudah
untuk dicerna, seperti istilah istilah tentang diving dan keanekaragaman hayati
di lautan jenis jenis ikan, terumbu karang, dan ekosistem yang melingkupinya.
(Hal 155)
Yang ketiga adalah Plot atau tehnik
penceritaan dengan menggunakan alur cerita yang disusun secara linier hanya
sekali menggunakan teknik flash back ketika Rindu eidelweis menjalani Orientasi
Program Studi Pengenalan Kampus (OPSPEK) di fakultas perikanan universitas
Brawijaya Malang dan bertemu dengan senoirnya Karang Biru. Dan kembali bertemu
di raja ampat saat karang menjadi dive master. (Hal 125).
Novel yang tanpa banyak menggurui. Kirana lebih
banyak menggambarkan suasana latar dan setting peristiwa lewat dialog dialog. Hingga
pembaca bisa berimajinasi dan menerka tentang karakter dari para tokoh yang
diciptakannya. Gaya bercerita ini juga berguna agar pembaca tidak bosan dan
tetap setia membaca novel hingga di akhir cerita.
kekuatan sintesis dari novel ini memadukan Esai
ironis, narasi novelistis, kenyataan
historis, aliran fiksi menjadi kesatuan tunggal. hingga kekuatan sintesisnya mengkombinasikan berbagai hal untuk menjadi
cerita yang menarik dari awal hingga akhir. Esai esai ironis tersirat pada
dialog dialog yang dilakukan Rindu Eidelweis pada para nelayan, dan saat berkisah
tentang keindahan kota kuala kencana.
Kenyataan historisnya ada pada kisah terbentuknya
kerajaan kerajaan di papua barat, hingga nama nama pada bandaranya. (hal 47). Aliran
fiksi menjadi bagian dari novelistis saat berkisah tentang cinta jarak jauh
antara Rindu Eidelweis dan Ganesha Airlangga, dan cinta Lokasi antara Rindu
dengan Karang Biru. Semua ini menjadi kombinasi menarik yang bisa dinikmati
semua kalangan Pembaca mulai dari remaja hingga Dewasa.
Kritik yang diberikan pada novel ini adalah masih
kurangnya eksplorasi secara mendalam terhadap gagasan agar bisa memenuhi unsur unsur
sastrawi. Baik dari segi estetika, inovasi gaya penceritaan, maupun
permasalahan kehidupan. Misalnya eksploitasi atas nama pariwisata hingga
mengakibatkan hubungan yang timpang antara penduduk asli dan cukong, dan
kontribusi yang masih minim terhadap kesejahteraan nelayan setempat.
Tetapi secara keseluruhan Novel ini harus kita
apresiasi, karena masih sedikitnya novel yang berkisah tentang Papua, keindahan
, dan permasalahannya, terutama keindahan alam bawah lautnya. Selain itu Novel
adalah bagian dari karya untuk keabadian. Sebagaimana kata Pramoedya Ananta
Toer : JIka umurmu tak sepanjang umur dunia, maka sambunglah dengan tulisan.
( Dimuat di Jawa Pos minggu, 11 mei 2015 )
( Dimuat di Jawa Pos minggu, 11 mei 2015 )
Judul Buku : Rindu Terpisah di Raja Ampat
Penulis
: Kirana Kejora
Jumlah Halaman : 266 Halaman
Penerbit
: Zettu
Jln. Raya Munjul No. 1 Cipayung Jakarta Timur
Tlp: 021-84309746
Arif Gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun
Twitter : @arifgumantia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar