Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Minggu, 27 April 2008

Film sebagai media Dakwah.

Melihat sebuah Film adalah melihat sebuah kenyataan dalam sebuah layar , yang kadang-kadang ceritanya bisa juga hadir dalam realitas kehidupan kita sehari-hari. Sehingga sebagai sebuah media, maka sebagaimana buku, Koran, ataupun majalah akan sangat efektif untuk digunakan sebagai alat menyampaikan sebuah pesan. Oleh karena itu Penulis memberikan sebuah apresiasi yang tinggi bagi film-film yang mencoba menjadi media Dahwah.
Karena menurut penulis banyak Dakwah yang dilakukan dengan cara konvensional di Media Audio visual cenderung untuk menampilkan Ajaran-ajaran yang kaku, dengan perumpamaan memegang sebuah cambuk yang berduri yang siap selalu untuk menghukum Umat yang tidak taat pada ajaran agamanya.
Kita membutuhkan sebuah dahwah yang damai dan menyejukkan, sebuah dakwah yang mencoba mengajak berbuat baik dengan cara-cara yang baik juga, Dakwah dengan cara-cara yang bisa menggali sebuah budaya dalam masyarakat tanpa harus meninggalkan kebudayaan tersebut. Sebagaimana dulu jaman awal masuknya Islam, sudah diterapkan oleh para Wali songo.
Dalam Dakwahnya Sunan kalijogo sering menggunakan media Wayang kulit, untuk menyampaikan pesan-pesan dalam agama islam, Padahal kita tahu wayang adalah hasil dari kebudayaan Hindu. Dengan cara penyampaian pesan Agama lewat wayang inilah, nilai-nilai yang ada dalam agama islam dimasukkan dalam berbagai macam adegannya, bisa Saat Dialog antar Pemainnya, ataupun dalam jalinan ceritanya.
Maka menonton film Ayat-ayat Cinta, penulis merasa sang sutradara Hanung Bramantyo sedang Berdakwah dengan Film-nya. Ada yang beranggapan bahwa inilah Film Islami, tapi menurut penulis lebih cocok dengan menyebutnya sebagai Film Religius, karena walaupun diperankan oleh berbagai macam pemeran dengan latar belakang agama yang berbeda, tapi nilai-nilai religiusnya tetap bisa disampaikan. Terlepas dari kontroversi Novel-nya lebih bagus dari filmnya, tapi keberanian sang Sutradara tetap harus kita akui untuk mengangkat sebuah tema yang jadi polemic yaitu POLIGAMI.
Disini penulis tidak menyoroti kontroversi Poligami, karena ada banyak tafsir yang membenarkan dan menyalahkannya, tergantung dari sudut pandang Penafsirannya. Tetapi penulis tertarik untuk mengapresiasi tentang Tema Besar dalam Film A2C ini, yaitu CINTA. Dimana menurut sudut pandang dari Sutradara-nya adalah Cinta yang Universal, yaitu Substansi dari cinta IKHLAS, SABAR, DAN TOLERAN.
Tiga buah kata yang mudah diucapkan, tapi sangat sulit dalam implementasinya, apabila kita tidak punya niat yang kuat untuk mewujudkannya. Dalam Intrepretasinya hanung bramantyo memberikan “Ceramah”-nya saat Fahri di penjara, dimana dalam Novel digambarkan seorang Profesor, tapi di film-nya sang sutradara mencoba menampilkan dengan Urakan, dan bersuara keras, sang sutradara mencoba memberikan pemahaman bahwa jangan dilihat siapa yang berbicara, tapi dengarlah apa yang dibicarakannya. Dalam Dialog-dialog-nya ada banyak “nasehat” tentang bagaimana kita harus Ikhlas menerima sebuah Cobaan, dan Sabar menjalaninya. Karena Tuhan pasti memberikan Hal yang terbaik buat kita. Bukan dalam artian “NRIMO” tanpa usaha, tapi lebih kepada Willing to Understanding(Ikhlas untuk mengerti setelah kita mencoba untuk berusaha, dan belum mencapai hasil yang optimal).
Toleransi coba dimasukkan oleh Sutradara, karena tanpa sikap yang Toleran tidak mungkin akan nada Cinta yang Murni. Dengan penggambaran bagaimana “Bersahabat” dengan maria, dan saling menghargai perbedaaan-perbedaan dalam keyakinan, telah menjadikan film A2C berbicara tentang CINTA yang agung, cinta yang membebaskan, tanpa terbebani oleh perbedaan budaya, social , dan Agama. Maka Menurut Penulis, Film A2C ini dapat dikategorikan sebagai sebuah Film Religius, yaitu film yang mengangkat nilai ajaran-ajaran agama tanpa berpretensi untuk menggurui.
Kita nantikan para Sutradara-sutradara lainnya untuk berkarya, semoga dari Agama selain Islam aka nada juga yang membuat sebuah film Religius. Agar menjadikan film-film di Indonesia lebih beragam temanya, dan dapat menumbuh kembangkan Rasa Toleransi.
Di Akhir tulisan ini, penulis sangat terkesan dengan apa yang dikatakan oleh Maria:
“Cinta dan rasa memiliki adalah dua hal yang berbeda…………………………………..”
Sebuah ungkapan yang sederhana tapi sulit untuk mewujudkannya.

Tidak ada komentar: