Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Senin, 19 Oktober 2009

Frankenstein

oleh adhie m massardi

OKTOBER selama beberapa puluh tahun kita kenal sebagai “Bulan Bahasa”. Pada bulan ini, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa gencar mengampanyekan penggunaan bahasa Indonesia “yang baik dan benar”. Tidak ada penjelasan dari pemerintahanan Yudhoyono kenapa setelah jadi Pusat Bahasa Depdiknas, kampanye bahasa Indonesia malah nyaris tak terdengar.

Padahal bagi kita, menghormati bahasa nasional penting karena merupakan “rukun iman kebangsaan” ketiga setelah Pancasila dan UUD 1945. Sebab berbeda dengan bahasa bangsa lain, bahasa Indonesia lahir dari proses perjuangan, bagian penting nasionalisme pengobar semangat perlawanan dan pengusiran penjajah, penjarah kekayaan negeri kita ratusan tahun.

Sialnya, para pemimpin kita sekarang malah kembali “mempertuan” anak-cucu para kolonialis yang dulu susah payah diusir kakek-moyang kita. Sehingga dengan cara lebih santai, sambil minum wine dan haha-hihi, “paduka yang dipertuan” para pemimpin kita itu, menguras kembali kekayaan negeri ini.
Sekarang Oktober jadi bulan yang garing. Heroisme anak muda yang merantau di Jakarta dan kos di rumah Sie Kok Liong di Jalan Kramat Raya 106 itu, yang pada 28 Oktiber 1928 menggagas political dream, punya “satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa: Indonesia”.

Dengan landasan imajinasi anak kos-kosan itulah, dan bukan orang-orang partai politik lho ya, Republik Indonesia yang selalu kita kritisi ini dibangun. Maka bersyukurlah bangsa Indonesia karena Partai Golkar, PDIP, PKS, Partai Demokrat, dll lahir zaman sekarang. Kalau lahir sebelum 1945, dijamin tak akan pernah ada Republik Indonesia!

Partai politik justru membuat Oktober lima tahun sekali jadi “Bulan Frankenstein”. Bulan penuh horor karena menyimpan kegelisahan rakyat semesta. Sebab pada bulan ini “laboratorium politik Indonesia” meluncurkan ratusan hingga ribuan mahluk sejenis Frankenstein.

Frankenstein, seperti kita tahu, sebenarnya adalah Dr Victor Frankenstein, ilmuwan dalam fiksi karangan penulis Inggris Mary Shelley, 1831. Dalam kisah yang ditulis saat Mary 18 tahun itu, Dr Victor membuat mahluk dari potongan sejumlah mayat. Dengan listrik dan petir, mahluk itu bisa hidup, jadi monster sangar dan menggasak tuannya. Karena selalu mengaku Frankenstein, jadilah dia Frankenstein, sohor ke antero dunia karena diperkenalkan para sineas Hollywood.

Kini kita seperti hidup di dunia imajinasinya Mary Shelley, dengan sistem politiknya: “demokrasi Frankenstein”. Dan kita, rakyat Indonesia, adalah Dr Victor yang melahirkan para Frankenstein yang di dadanya tersemat lencana “anggota DPR”. Di tingkat pusat ada 560. Pelantikannya pada Kamis, 1 Oktober lalu, bikin bulukuduk berdiri karena belum-belum sudah memangsa milyaran rupiah uang rakyat.

Ada ribuan mahluk sejenis di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Termasuk bupati, walikota, gubernur dan para wakil mereka. Dari pengamalan dua kali pemilu sebelumnya, sebagian dari mereka memang menjadi Frankenstein, monster bagi yang melahirkannya: rakyat.

Selasa, 20 Oktober ini, bakal diproses pula Presiden dan Wakil Presiden. Apakah mereka akan menjadi Frankestein yang juga bakal memangsa tuannya? Tapi kalau melihat prolognya dalam episode Bank Century, yang melibatkan langsung salah satu di antara kedua terlantik, jawabannya: Wallahualam bi shawab.

Tapi sejak presiden dipilih langsung, setiap lima tahun sekali, Oktober memang menjadi “bulan Frankenstein”. Tugas kita adalah mengubah “bulan horor” Oktober menjadi “bulan penuh harapan”. Insya Allah. •

1 komentar:

benny_link mengatakan...

Saya juga setuju dengan kemarahan Bung Adhie, tapi nampaknya sarat dengan perasaan tuh...ada lho Bung orang yang rakus uang, yang begitu syiriknya melihat uang diberikan kepada seseorang yang telah bersusah payah menggeluti keras dan liarnya suatu profesi, kadang2 lebih liar dan keras dibanding medan tempur...
cuman pertanyaannya, kita mau hidup dimana yang manusianya hidup tanpa cacat bak para nabi?
...yang penting Bung Adhie pasti tidak mengaku paling suci kan?