Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

Translate To Your Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Selasa, 17 Maret 2009

Pada Inflasi kita bertanya..

Dalam sebuah percakapan ringan di sebuah warung kopi, ada seseorang yang bertanya pada penulis, “Mas Arif, kalo kit abaca di Koran atau majalah inflasi khan tidak begitu tinggi bahkan di bawah 3 %, tapi kenapa kok rasanya masyarakat bawah masih kesulitan untuk mencukupi kebutuhan pokoknya?”. Sebuah pertanyaan yang datar tapi memberikan implikasi yang panjang untuk menjawabnya.

Karena sedikit sekali ada sebuah lembaga yang menghitung Indeks Inflasi selain BPS, karena lembaga lain lebih suka terlibat dalam survey politik, maka penulis akan menengok pada data resmi yang dikeluarkan BPS meskipun punya time-lag terkecil.
Meskipun juga ada anggapan bahwa tingkat inflasi yg dihitung lebih rendah dari kenyataan naiknya harga-harga di pasar sebenarnya.

Mengacu pada Negara lain, BPS juga menghitung inflasi berdasarkan IHK (indeks harga konsumen), sebuah indeks dari harga-harga sejumlah barang dan jasa yg mewakili konsumsi rumah tangga secara rata-2. dan dalam IHK sendiri dibagi 7 kelompok : makanan, bahan makanan termasuk tembakau, perumahan, sandang, perawatan kesehatan, pendidikan dan rekreasi, serta transportasi dan komunikasi.

Inflasi secara mudahnya adalah kenaikan indeks harga, baik secara umum maupun kelompok, sedangkan deflasi adalah sebaliknya. Yang menjadi persoalan dan titik pijak jawaban di atas adalah jarang sekali kita mempertanyakan Inflasi per kelompok, dalam hal ini kelompok makanan berapa inflasinya, atau transportasi? Tapi lebih melihat secara langsung inflasi secara keseluruhan, dan inflasi keseluruhan inilah yang sering digunakan sebagai diskusi-2 tentang ekonomi makro, sehingga resume yang dihasilkan dalam diskusi tersebut sering menimbulkan bias yang menyimpang dari realitas.

Padahal kalo dilihat data tahun 2008, inflasi secara umum adalah 11,06 % tetapi inflasi di kelompok makanan adalah 16,35 % jauh melaumpaui inflasi umum. Bahkan data terakhir di bulan maret, Inflasi untuk bulan pebruari adalah 0,21 % tapi inflasi kelompok makanan mencapai 0,95 %. Dan menurut Engel : dalam Rumah tangga, semakin kaya sebuah rumah tangga maka akan semakin kecil porsi pengeluaran untuk makanan. Karena kelompok ini sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya yg merupakan kebutuhan tersier.

Bahkan dalam inflasi tinggi pun kelompok kaya akan tetap bisa investasi dalam deposito ataupun Saham. Kalau Inflasi tertinggi ada pada kelompok makanan maka yang paling terpukul tentunya kelompok yang punya uang tapi hanya cukup untuk membeli makanan dan bahan makanan lainnya. Disinilah para masyarakat bawah yg sebagian besar ada di republic tercinta ini berada. Pegawai rendahan, buruh, petani, dan pedagang kecil. Mereka semua adalah korban terparah.

Karena mau tidak mau untuk tetap hidup mereka harus makan, sedangkan dengan gaji tetap rendah, sedangkan untuk petani dan pedagang para pembelinya sedang berada dalam daya beli yang rendah. Untuk kaum Buruh dan pegawai rendah, meskipun gajinya sudah dinaikkan, tetapi karena gaji sebelumnya memang hanya cukup untuk makan, sedangkan harga makanan selalu merangkak naik, maka lengkaplah sudah penderitaan mereka.

Dalam hal ini sudilah kiranya mereka yang punya tanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat untuk bisa memberi makna pada data-data inflasi yang ada untuk menyusun kebijakan tentang mau di bawa kemana Ekonomi Makro kita. Karena seperti penulis amati selama ini, perhitungan untuk menaikkan gaji dan UMR selalu mengacu pada inflasi umum, bukan per kelompok. Dan juga perhitungan untuk suku bunga kredit pun mengacu pada Inflasi umum juga, padahal yg selalu melejit lebih tinggi adalah inflasi kelompok makanan, yang merupakan kebutuhan paling dasar dari masyarakat. Dengan suku bunga kredit yang tinggi, semakin mempersulit kehidupan petani dan pedagang kecil. Di satu sisi daya beli sudah melemah, sedangkan di sisi yang lain mau pinjam modal, terkendala pada suku bunga yang tinggi.

Akankah hal ini akan terus terjadi, kita tanyakan saja pada para Caleg-Caleg yang sekarang sedang Ber-ORASI.

Tidak ada komentar: